Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 39 - Aksara 23b, Jurus

Chapter 39 - Aksara 23b, Jurus

Hans berbaring di atas kasurnya, sementara David dan Marc menyusun barang-barang atau lebih tepatnya Marc yang melakukan semuanya dan David hanya menonton.

"Hei Hans apa yang kau pikirkan?" Tanya David, matanya melirik Marc yang masih menyusun berbagai perlengkapan David yang berserakan di lantai asrama.

"Tidak aku hanya tengah memikirkan rencana untuk beberapa bulan ini!" Jawabnya singkat dan kembali berpikir.

Saat ini yang perlu aku lakukan adalah meningkatkan jiha dalam umaku. Aku harus mencapai tingkat satu siklus jiha sebelum semester berakhir!

Tapi apa mungkin?

...

Aku harus menemui profesor, aku harus membuat ramuan penambah konsentrasi jiha!!

Saat ini tubuhku sudah mencapai perubahan yang luar biasa, aku harus berfokus pada meningkatkan konsentrasi jiha dan memurnikannya.

Ia teringat ucapan Yu'da sebelum ia pergi.

"Hans kembali setelah kau mampu mencapai tahap satu siklus jiha! Bila belum berhasil tidak perlu kembali dulu!"

"Huuuu.." Hans melepas nafas.

"Satu siklus jiha bukanlah hal yang mudah.."

"Ramuan peningkat intensitas jiha tingkat dasar tidak akan membantu banyak, tingkat menengah mungkin akan berguna.."

"Ramuan peningkat intensitas jiha tingkat menengah.." Hans menghitung-hitung dengan jarinya, matanya menatap langit-langit kamar.

Ia kemudian berdiri,"Hei David, berapa harga ramuan peningkat intensitas jiha tingkat menengah?!"

David tengah bergelut di lantai dengan Marc yang akhirnya menyadari ia telah tertipu, keduanya kemudian berhenti berkelahi.

"Lumayan mahal, tapi bila kau membelinya dari guru pasti jauh lebih murah. Harganya sekitar seratus batu aksara!" Ujar David sambil merapikan pakaiannya yang kusut akibat bergulat dengan Marc. Sedang Marc terlihat pucat setelah tertimpa tubuh besar David, ia terlihat terengah-engah, namun ia kemudian terkejut setelah mendengar perkataan David.

"Apa?! Murah sekali! Aku harus membelinya dengan harga 200 batu semesta!" Marc menatap David dengan wajah terkejut.

"Ya memang itu harga normalnya, tapi aku kan membelinya dari guruku sendiri!" David menyilangkan lengannya dan meledek Marc.

"Hei David, bisakah aku membelinya dari mu? Akan ku beli seharga 120 batu semesta, bagaimana?!" Marc yang sebelumnya marah kini berusaha merayu David untuk membantunya.

"Tidak! Bila guruku tahu, ia akan membunuhku!" Si gendut kebalikan tubuhnya, tentu gurunya tidak akan membunuhnya. Tapi ia akan mengomel seharian yang pada akhirnya membuat David serasa kehilangan hidupnya, karena menerima omelan sehari penuh dan tidak mendapat makan seharian.

Sementara keduanya masih bersitegang, Hans duduk kembali di kasurnya.

"Seratus batu semesta?! Batu semesta yang ku kumpulkan selama ini hanya tiga ratus dua puluh lima. Sebelumnya aku memiliki 265, setiap hari pulang kelas aku menerima setidaknya dua puluh lima batu semesta."

"Memang benar-benar mahal.." Mengeluh dalam hatinya, uang yang ia kumpulkan dengan susah payah habis begitu saja.

"Hei Hans mengapa kau diam begitu, kalau memang harganya terlalu mahal minta saja kakek tua itu mengajarkanmu cara membuatnya!" David menahan Marc yang tanpa malu ingin membungkuk memohon pada David, ia memegang muka Marc dengan telapak besarnya.

"Mengajariku?! Eh iya! Hahaha!"

"David terimakasih!"

"betul juga, aku ini kan sekarang muridnya! Tapi aku harus mengatur strategi agar pak tua ini tidak mengerjai aku!"

Hans tersenyum, kemudian berdiri dan mengambil Glaive miliknya, dan mengenakan jubahnya.

"Marc, David aku keluar dulu sebentar!" Ia kemudian berjalan keluar tanpa menunggu jawaban kedua temannya. David dan Marc saling pandang kemudian keduanya mengangguk seakan mengerti pikiran satu sama lain.

Keduanya bergegas mengambil jubah mereka dan mengenakannya, membuka pintu pelan-pelan dan mengikuti Hans dari kejauhan. Keduanya membuntuti Hans, ingin mengetahui rahasia kecil Hans. Mengapa ia sering keluar di malam hari.

**

Keduanya mengikuti Hans dari jauh, keduanya dengan hati-hati mengintip dari balik bangunan dan kadang pula pepohonan, Hans berjalan makin lama makin jauh ke dalam hutan. Ketika ia memasuki kawasan hutan yang cukup jauh dari jalan, ia berhenti.

Bulan bersinar terang malam itu, menyinari tubuhnya yang berada di area terbuka. Di kelilingi pepohonan rimbun, cahaya bulan seakan menyentuh mukanya. Kedua tangannya kemudian meraih belakang jubahnya, suara 'ting' terdengar ketika dua bagian senjata milik Hans beradu. Ia menggabungkannya menjadi Glaive kebanggaannya.

"Apa yang dia lakukan?!" Tanya David, ketika ia menanyakan hal itu ia menoleh dan mendapati Marc di tengah-tengah proses kehilangan ingatannya. Terkejut dan membekap mulut Marc kuat dan membawanya pergi menjauh dengan secepat dan sehati-hati mungkin.

**

Hans menutup matanya, mengambil kuda-kuda ia menarik nafas panjang. Kemudian mulai mengayunkan glaive di tangannya.

Satu kali, dua kali dan terus berlanjut, ia tidak berhenti sekalipun. Hingga ayunan ke dua ratus pun ia tidak berhenti. Ia berhenti setelah mencapai seribu kali ayunan, ketika itu keringat baru mulai bermunculan di keningnya. Ia kemudian berjalan ke arah dua batu besar yang masih tertanam di tanah, kemudian ia mengangkatnya keluar.

Masing-masing setidaknya seberat seribu kati atau tujuh ratus lima puluh kilogram, saat ini satu tangannya mampu mengangkat beban satu ton. Orang biasa menggunakan standar ini untuk mengukur kekuatan kesatria, contohnya rata-rata kesatria bintang satu mampu mengangkat beban hingga satu ton. Sedang bintang dua sekitar sepuluh ton, bintang tiga mampu mengangkat beban lima puluh ton.

Namun hal ini tidak berlaku pada Hans, ia bahkan bukanlah seorang kesatria bintang satu. Setidaknya belum, bila ia mencapai tingkat itu setidaknya ia akan mencapai kekuatan dua atau tiga ton untuk setiap tangan.

Ia berhenti setelah melakukan set latihan seribu kali ayunan, seribu kali angkat batu dan tolak bumi.

"Aku mampu melakukan seribu kali ayunan, seribu kali angkat beban. Sebelumnya bahkan tiga ratus sudah sangat sulit bagiku!" Pikir Hans, ia begitu takjub dengan perubahan pada tubuhnya.

"Baiklah sekarang latihan sesungguhnya!" Ia berjalan ke arah glaive yang tertancap di tanah.

Ia melakukan tebasan, gerakkan berputar, mengayun. Membayangkan seseorang menjadi musuhnya, ia tidak menggunakan jiha hanya kekuatan fisiknya saja. Suara desiran udara terdengar seperti pisau yang menyayat keheningan, ia bergerak kian lama kian cepat. Memasuki hutan, menghindari dahan-dahan rendah seakan itu adalah serangan dari musuh, ia menyerang balik, memotong batang-batang pohon raksasa yang mulai berjatuhan satu sama lain.

"Gila!" David dan Marc yang bersembunyi di kejauhan melihat yang hal lakukan, keduanya terkejut, melihat Hans memotong pohon berdiameter satu hingga dua meter dengan mudah.

Hans mulai menggunakan jihanya, saat ini ia menutup matanya. Merasakan sensasi yang sebelumnya ia rasakan,"Biarkan jiha memandumu!" Ujarnya pelan mengingat bagaimana ia membentuk aksara dengan tangannya.

"Ya benar!" Ia berujar pelan, mengikuti garis-garis cahaya yang semakin lama semakin terang. Tubuhnya tanpa sadar membentuk medan tajam yang di penuhi garis-garis serangan glaive.

Senjatanya mengayun satu kali, namun jiha yang menyelimutinya terpecah dan membuat garis-garis tajam.

Satu,

Dua,

Tiga,

Tiga garis pedang jiha terbentuk di udara, mengikuti ayunan glaive yang menari-nari di tangan Hans. Sesekali Hans memutar glaive melewati punggungnya dan berpindah ke tangannya yang lain. Ia memutar,"lebih cepat!" Ia bergerak lebih cepat, matanya masih tertutup, kini lebih banyak garis cahaya bermunculan.

Empat!

Lima!

Enam!

Jumlah garis cahaya terus bertambah, glaive terus bergerak bagai pedang para dewa ia berayun dari satu tangan ke tangan lain. Udara seakan terkunci beberapa meter dari tubuh Hans, jiha seakan mengunci setiap elemen yang berada dalam radius satu meter dari tubuh Hans.

Garis cahaya terus bertambah hingga berhenti di jumlah sepuluh garis tajam, mereka berputar-putar dan menyayat ke segala arah. Udara makin padat berkumpul di dalam bola yang terbentuk melingkupi tubuh Hans,"Kuasai!!" Ujar Hans keras ketika ia berusaha mengendalikan jiha yang ia lihat ketika menutup matanya.

Krak!

Krak!

Puluhan garis itu kemudian meluas dan memotong habis segala sesuatu yang berada di dekatnya, Hans terus mengalirkan jiha dalam uma miliknya.

"Haaaaaa!" Ia berteriak, menghentikan ayunan senjata miliknya, kemudian mengangkat tinggi glaivenya untuk satu garis terakhir sebelum aksara terbentuk di udara.

"Tidak aku tidak bisa membentuknya sekarang atau aku akan kehilangan kesadaran!" Hans teringat kejadian ketika bersama Yu'da. Ia menghentikan ayunan senjatanya, menancapkan glaive miliknya di tanah, kemudian memutar tangannya, yang kanan berada di depan dan yang lain berada di belakang hingga satu putaran penuh, ia kemudian melepaskan satu pukulan keras ke depan.

"Hiaaat!" Teriaknya.

"Booooom!!!!" Ledakan yang sungguh keras terjadi, seluruh pepohonan dalam radius seratus meter terhempas, sepuluh garis jiha itu melesat ke berbagai arah, bagai mata pedang membuat sekeliling Hans di penuhi batang dan dahan pohon berserak yang berjatuhan membuat suara dentuman keras.

"Luar biasa!" David dan Marc berujar bersamaan, peri buku terbang mengitari keduanya.

"Hei Marc kau masih percaya diri mampu mengalahkannya?" David memandang Marc dengan serius.

"Sebelumnya aku percaya diri, tapi melihatnya sekarang aku menjadi ragu..." Ujar Marc sambil mengepalkan tangannya keras. Ia berpikir telah berlatih cukup keras, telah berjuang cukup gigih namun ia belum mampu mengejar Hans.

"Kemungkinan aku menang tiga puluh berbanding tujuh puluh, melihat betapa cepat ia bergerak aku harus menemukan cara untuk mempercepat persiapan ku ketika menggunakan anak panah!" Marc menganalisis kemampuan Hans, sementara di sampingnya David terlihat galau,

"Aku jadi cukup sedih, kalian berdua memiliki kekuatan yang luar biasa saat ini! Sedang aku hanya mempunyai teknik untuk bertahan saja! Guruku menolak mengajarkanku teknik lain!" David menggerutu mengingat teknik yang baru beberapa hari ini ia pelajar adalah teknik bertahan.

Profesor Gyves bersikukuh dan memaksa agar ia menguasai teknik ini terlebih dahulu baru mempelajari teknik klaim, hal itu karena hal yang sebelumnya menimpanya.

"Bahkan teknik ini pun baru lima puluh persen aku kuasai!"

"aku tidak boleh kalah!" Ujar David ketika keduanya kemudian berjalan kembali ke asrama.

**

Hans berbaring menghadap langit malam, memandang bulan purnama yang menyinarinya. Ia bercucuran keringat, ia beberapa kali mengulangi gerakan yang sama, kini bagian hutan itu gundul di penuhi potongan-potongan kayu yang berserakan mengelilingi tubuhnya.

"Aku tidak membutuhkan banyak jiha untuk menggunakan teknik ini, hanya saja.."

"Kelemahan serangan ini benar-benar jelas, aku masih belum mampu melakukannya tanpa menutup mata.."

"Selama aku tidak menyelesaikan aksaranya, jiha yang ku gunakan hanya berada pada titik minimum."

Tak lama ia tertidur di atas permukaan tanah.

**

Hans terbangun keesokan paginya, ketika ia tersadar ia terkejut menemukan dirinya terbaring di atas kasur miliknya.

"Ini...?!" Ia kemudian melihat kedua temannya yang masih tertidur di kasurnya masing-masing. Ia berdiri dan tersenyum ketika melihat kedua temannya, David tidur di kasur baru yang menggantikan posisi meja belajar sedang Marc tidur di bagian atas kasur Hans. Selimut yang terbuat dari kulit hewan itu berserak dan tak menutupi tubuh keduanya.

Ia kemudian memandang gantungan berbentuk pentagram di sakunya, menemukan bulan dan matahari yang berputar di ujang yang satu dan lain. Terdapat dua belas bintang yang mengelilingi matahari, sedang lambang bulan meredup menandakan hari siang.

"Sial aku terlambat!" Ia kemudian membasuh mukanya, berlari keluar asrama dan menaiki kereta kuda bergegas bertemu sang guru.

**

"Tok tok tok!" Ia mengetuk pintu ruangan profesor Gyves dari luar.

"Masuk!" Suara profesor Gyves terdengar dari dalam. Ia menyelinap masuk dan menutup pintu, kemudian memberi hormat.

"Maaf profesor aku terlambat!" Ujar Hans sambil membungkuk.

Profesor hanya menggoyangkan tangannya, kemudian berjalan ke arah jendela besar.

"Ayo kita sudah terlambat!" Profesor berujar, dan membawa Hans yang sudah mendekat ketika di berikan aba-aba. Profesor Gyves kemudian membawanya terbang ke salah satu gedung di departemen,"Hans, hari ini kau yang mengajar!" Seperti petir di tengah hari bolong suara Profesor Gyves terdengar.

"A-aku yang mengajar prof?"

"Tidak mungkin!" Hans terkejut dan hampir melompat dari tangan Gyves. Gyves membawanya seperti membawa Hans seperti tengah membawa balok kayu.

"Tentu saja mungkin, mengapa tidak?"

"hohohoh!" Sang profesor tertawa lebar, sepertinya mengerjai Hans adalah hal yang menyenangkan baginya.

"Tenang saja, ini hanya pelajaran pengenalan tanaman obat-obatan tingkat lanjut. Kau sudah mengetahui semua nama mereka bukan?" Sang profesor menoleh dan menatap Hans sambil tersenyum. Namun bagi Hans senyuman itu adalah ekspresi paling mengesalkan yang pernah ia temui.

"Ahh.. Profesor anda benar-benar senang mengerjaiku.." Hans menatap balik dengan tatapan seakan ia akan menangis.

"Hohoho!" Namun sang profesor hanya tertawa lepas menolak menanggapi pernyataan Hans.

"Baiklah, tapi profesor, kau harus mengajariku cara membuat ramuan peningkat intensitas jiha kelas menengah!"

"Bagaimana?!" Melihat permohonan sebelumnya diacuhkan, ia mengajukan permintaan lainnya.

Senyuman dari wajah sang profesor menghilang, ia mengernyitkan dahi dan memandang Hans.

"Bila tidak aku akan mempermalukan mu dan berlaku bodoh di hadapan para murid mu yang lain!" Hans berpaling, menghindari kontak mata dengan sang guru.

"Eh?!"

Bocah ini benar-benar tidak mau merugi!

"Baik.. baiklah.."

"Dengan syarat mereka harus mengakui keahlianmu dan mau menerimamu mengajari mereka, bagaimana?" Sang profesor justru tersenyum semakin lebar dan menatap Hans.