"Seorang magi harus memperhitungkan jumlah jiha yang ia gunakan dalam setiap pertarungan! Tidak hanya menggunakan satu serangan sekuat tenaga, namun kehabisan jiha untuk bahkan melindungi diri. Ini namanya bodoh!"
"Sebelum kalian masuk kelas hari ini kalian melihat pertarungan bukan?" Vare menoleh ke arah Hans.
"Aku akan menggunakan pertarungan ini sebagai contoh."
"Sebelumnya bocah pawang beruang (Orion) langsung memanggil totem miliknya untuk menyerang bocah lainnya secara tiba-tiba. Ia mengambil kesempatan ketika musuhnya lengah,"Hal ini tidaklah terhormat tetapi efektif menghadapi musuh," Ia kemudian berhenti di tengah-tengah penjelasannya, memandang Orion.
"Tapi kau lupa, mereka bukan musuhmu! Mereka adalah sesama murid akademi. Kau lupa? Akademi melarang membunuh sesama murid! Kau memiliki uma satu siklus penuh bukan?"
"Bisa kau bayangkan bila siswa lain yang kau serang tidak memiliki kemampuan untuk menahan seranganmu, apa yang akan terjadi?" Vare melemparkan pertanyaan, ia menatap Orion tepat di matanya. Meski begitu bocah itu masih dengan ekspresi kesombongannya, tak gentar menghadapi sang guru dan menatap balik.
"Yang lemah tidak memiliki hak untuk hidup! Bila ia mati, berarti itu adalah salahnya sendiri karena menjadi lemah!" Jawab Orion singkat, memalingkan pandangannya dan memandang Hans dengan profokatif.
"haha! Pernyataan yang sungguh berani! Tapi kesalahanmu yang kedua adalah kau tidak pernah mengira dia mampu menahan seranganmu! Bahkan tanpa terluka sedikit pun!"
"Biar ku beritahu, bila pertarungan kalian di teruskan, hanya satu kesimpulan yang akan kau dapat.."
Vare sengaja berhenti, memandang seluruh kelas membuat mereka mulai mereka-reka apa yang akan menjadi jawabannya. Beberapa bahkan berbisik tentang hasil akhir sesuai analisis mereka.
"Sudah jelas Orion akan menang, kau lihat totem miliknya tingginya sampai delapan meter! Terlebih cakar besarnya, dapat dengan mudah memutilasi lawan-lawannya!" Seorang siswa berbicara dengan teman sebelahnya.
"Belum tentu, kau seharusnya melihat Hans sama sekali tidak terluka setelah menahan serangan itu." Lawan bicaranya menjawab.
Ketika diskusi semakin gencar dan suara bisikkan mereka membuat keadaan menjadi riuh, Vare bergerak dan mengacungkan telunjukknya ke arah Orion.
"Pawang beruang akan mati!" Ujar Vare singkat.
"Woah! Mana mungkin?! Bagaimana bisa?!" Para pengguna totem yang mengikuti Orion protes dan berdiri dari bangku mereka.
"Diam.."
"Aku belum selesai.." Vare berteriak sambil membersihkan telinganya dengan jari kelingkingnya.
"Kalian sungguh-sungguh membuatku heran, kalian bahkan tidak dapat menganalisa hal semudah ini." Ia menggeleng, ia kemudian memandang Hans yang ia lihat tengah berpikir.
"Hei kau bocah, coba jelaskan mengapa pawang beruang itu akan mati!" Hans tersentak, ia kemudian melihat Vare, sedangkan seluruh kelas memandang ke arahnya.
Di sengaja memanaskan keadaan antara kami, bila seperti ini Orion pasti akan datang mencari masalah di kemudian hari.
Aku tidak punya pilihan lain.
Ia terdiam beberapa saat, melihat tingkahnya Vare berucap lagi,"Kau tidak mengerti? Ah sudahlah!" Sambil berbalik dan menagyunkan tangan berlagak seperti kecewa.
"Tunggu tuan!"
"Hah! Bagus coba cepat jelaskan!" Vare tersenyum, wajahnya tampan seperti pemuda berumur dua puluh delapan tahun meski umurnya sudah mencapai empat puluh tujuh tahun.
Vare kemudian melipat kedua kakinya dan duduk bersila di udara, menggunkan jiha sebagai bantalan tempat ia duduk. Ia menyanggahkan dagunya di atas tangan kanannya, memandang Hans dengan antusias menunggu apa yang akan Hans ucapkan.
"Jadi.."
"Menurut pemahaman saya, pengguna totem menggunakan jihanya untuk mempertahankan totem miliknya untuk mengambil rupa. Untuk memanggil totem dengan wujud sempurna akan menhabiskan jiha jauh lebih besar setiap detiknya."
"Melihat dia juga adalah siswa baru sepertiku, mengambil pengandaian terburuk bahwa dia memiliki satu uma dengan siklus sempurna."
"Setidaknya ia mampu mempertahankan totem sempurna selama satu jam, dan setelahnya ia akan kehabisan tenaga dan tak ubahnya manusia biasa!"
"Sementara saya, hanya menggunakan jiha dengan jumlah minimum. Dengan kata lain, menurut hitungan saya, untuk bertarung sekuat tenaga selama dua hari selama terus menerus bukanlah hal yang mustahil." Ia memandang jarinya yang terus bergerak seolah sedang menghitung.
"Ah omong kosong! Buktinya kau tidak bisa menahan seranganku, tubuhmu terhempas! Kau bilang kau mampu melawanku dua hari terus menerus? Hahah! Aku hanya butuh lima belas menit untuk membunuhmu!!" Wajah Orion menghitam, ia merasa kesal sebab perkataan Hans secara tidak langsung meremehkan dia.
"Lima belas menit? Kau pikir aku akan diam saja dan menerima pukulanmu?! Aku bisa menghindar sesukaku!"
"Hal ini bukan hanya soal berapa banyak jumlah jiha yang kau gunakan, tapi caramu memandang musuh. Kau begitu percaya diri sehingga menjadi sombong, tidak memperhatikan atau menimbang musuh yang akan kau hadapi mungkin lebih kuat, cepat dan lebih sabar dari mu!" Hans tidak mau kalah, ia menjawab dengan tepat dan jelas.
"Bicara saja kau lemah! Kemarilah biar ku buktikan! Kau bahkan belum melihat serangan pembunuhku!" Wajah Orion memerah, kontras dengan rambut dan alisnya yang berwarna putih. Jiha miliknya menyeruak, tidak memedulikan Vare yang masih mengajar di podium.
Hans menatap Vare yang masih melayang di tengah podium sambil duduk bersila, pria itu kemudian menatapnya dan mengangguk.
"Teruskan!" Ujarnya singkat dan tersenyum, menunggu kelanjutan analisis Hans.
"Orion, kau pikir kau saja yang bisa menyerang? Lantas bagaimana denganku?"
"Bila aku tidak bertahan untuk melindungi Marc dan justru melompat ke arahmu dan menyerang balik. Apa kau memiliki cukup waktu dan ketangkasan untuk melindungi diri?"
"Tidak, karena bahkan kau sendiri tidak pernah berpikiran untuk bertahan. Kau menganggap aku hanyalah semut yang mati dalam sekali serangan!" Hans menatap Orion tajam.
"Biar ku beri tahu, bila ini benar-benar medan pertempuran dan aku hanya bisa memilih antara mati atau membunuhmu. Kau sudah mati beberapa menit lalu." Hans memandang Orion di sisi lain monumen, suaranya dingin dan penuh ketegasan.
Ucapan dan analisis Hans membuat seluruh kelas terpaku, membayangkan setiap ucapan Hans kata demi kata. Seakan pertarungan benar-benar terjadi, dan kata-kata yang di ucapkan Orion dan Hans benar-benar terjadi dan menjadi pertarungan.
Ketika mereka masih tertegun dalam bayangan mereka sendiri, suara Vare menyadarkan mereka.
"Hahaha, luar biasa!"
"Analisis yang cukup bagus!"
"Siapa namamu bocah?!" Vare bertepuk tangan dari podium tempat dia mengajar. Bersamaan dengan ucapannya siswa-siswi yang lain pun bertempik sorak.
"Hans!" Ucap Hans Singkat.
"Tidak! Aku tidak percaya!" Ketika riuh tepuk tangan belum padam, suara teriakan Orion terdengar membuat suasana menjadi hening. Hal itu membuat Vare mengernyitkan dahi.
"Hei bocah pawang beruang!"
"Kau takkan pernah menang!" Ujar Vare, ia kemudian mengayunkan tangannya.
"Cukup! Sekarang aku akan mulai menjelaskan bagaimana memanfaatkan jumlah jiha mu yang terbatas ketika berada dalam pertarungan.
Vare menjelaskan penuh antusiasme, terlihat suasana hatinya sedang baik, terutama setelah Hans melakukan analisis dan perdebatan antara Hans dan Orion. David dan Marc tertawa puas, sementara Orion memandang Hans tanpa henti sambil mengepalkan tangannya.
Kelas berlangsung dengan beberapa sesi tanya jawab, setelah beberapa jam berlalu Vare menutup kelas dan berjalan pergi.
"Hei Hans, si pawang beruang memandangi terus! Sepertinya ia jatuh cinta padamu!" David berkelakar sambil tertawa.
"Sudah biarkan, aku tidak punya waktu untuk dihabiskan dengannya!" Jawab Hans sambil berdiri dan berjalan turun ke arah podium, ke tempat monumen berada.
"Hei Hans, kau harus berhati-hati padanya!" Marc mempercepat langkahnya dan berdiri di sebelah Hans sambil berbisik pelan.
"Tenang saja, aku tidak selemah yang kau pikir." Ujar Hans sambil tersenyum.
"Hei gendut, kau belum memberi tahu nama di peringkat dua dan seterusnya!" Tambahnya.
"Oh iya, gara-gara pawang beruang itu aku hampir lupa!"
"Tunggu sebentar!" David tersenyum dan berlari ke arah monumen mendahului Hans dan Marc.
"Peringkat kedua di tempati, oleh Hector Scott!" Ujar David, suaranya terdengar seperti pembawa acara musik ketika membaca daftar lagu terlaris hari itu.
"Hector, memiliki cerita spesial di balik posisinya. Scott adalah keluarga bangsawan yang sangat tua, pendahulunya menerima gelar bangsawannya karena menjadi teman setia raja pertama kerajaan Skybearer yang merupakan kerajaan yang di bangun oleh leluhur Alice."
"Banyak yang berspekulasi bahwa ia di tugaskan oleh keluarga Alice untuk menjaganya di akademi!" Ujar David masih dengan suara bak penyiar radio, yang enak di dengar namun tidak enak di lihat.
"Jadi orang yang mau mencoba menantang Alice secara tidak langsung akan menyinggung Hector juga? Sungguh merepotkan!" Hans menggeleng.
"Lanjutkan!" Pinta Hans.
"Peringkat ketiga di pegang oleh Todoru Maki!" Ujar David.
"Apa?!" Hans berteriak.
"Hah!!" David melompat mundur, kaget oleh teriakan Hans.
"Hans kau ini apa-apaan sih!" David mengelus dadanya sambil memandang temannya yang masih terkejut.
"Kau tahu orang ini?!" Tanya David lagi, matanya melirik Marc yang tengah melamun, sepertinya kehilangan ingatan lagi seperti biasanya. Ia kemudian mendekat hingga bahunya beradu dengan bahu Hans, kemudian berbisik,"Kau tidak bermasalah dengan orang ini kan?"
David terlihat curiga pada Hans yang menunjukkan rasa terkejut yang sedikit berlebihan.
"Tentu aku mengenalnya, ia memberi aku batu aksara ini!"
"Semenjak saat itu aku terus membawanya bersamaku Haha!" Hans tersenyum sambil menunjukkan batu semesta dengan tangan kanannya.
"Tidak mungkin! Bagaimana mungkin?!"
"Hans sebaiknya kau tidak berbohong! Kau tahu apa julukkannya?!" David berkeringat, mengingat nama yang hendak ia sebutkan.
"Siswa dari datara utara biasa memanggilnya Light Assasin!!"
"Hans orang ini berbahaya!"
"Kau tahu, bahwa Allice dan Hector pun tak akan mau berurusan dengan orang ini!"
"Seperti nama panggilannya, ia adalah seorang Assasin. Tapi berbeda dengan Assasin kebanyakan yang memilih aksara kegelapan untuk menutupi jejaknya dan hanya beraksi ketika malam. Todoru Maki memilih cahaya sebagai aksaranya!" David menjelaskan dengan serius, sungguh jarang untuk bocah ini berada dalam ekspresi seperti ini.
"Bukankah dia kehilangan keunggulan ketika mengendap saat malam? Dan bagaimana kau bisa tahu semua ini?" Rasa penasaran Hans semakin terpancing.
"Kau tidak tahu apa-apa.." David menggelengkan kepalanya, kemudian menyingsingkan jubahnya dan semakin bersemangat menjelaskan.
"Awalnya ia pun di remehkan karena memilih aksara ini, tapi setelah turnamen dimulai! Semua orang berubah pikiran dan dihinggapi ketakutan."
"Hari itu ia mengejutkan semua orang dengan teknik 'distorsi cahaya' ia mampu mempengaruhi keadaan cahaya dan membentuk distorsi yang kemudian menyembunyikan tubuhnya!"
"Pernahkah kau bayangkan, seseorang yang berdiri di depanmu tiba-tiba menghilang? Ketika kau dirundung kebingungan, ia muncul tiba-tiba dari sudut yang tidak kau kira?"
"Todoru Maki, si 'Light Assasin' adalah momok menakutkan bagi seluruh siswa akademi!" David menyilangkan kedua lengannya sambil menatap langit kemudian melepaskan nafas panjang.
Namun Hans justru semakin bingung, Todoru Maki yang ia temui dan yang berada di peringkat ketiga adalah orang yang sama atau tidak. Karena dari yang ia temui, Hans merasa bahwa ia adalah orang yang baik dan jujur.
"Hei gendut kau belum menjelaskan mengapa kau tahu semua ini?"
"Hei Marc!" Hans masih bertanya dan menengok sedikit ke arah Marc yang sedari tadi diam. Kemudian terkejut ketika Marc hendak berjalan pergi.
"Ah maaf, kalo boleh tahu siapa kalian?" Tanya Marc.
Hans menggeleng dan tidak menjawab, ia kemudian mengangguk kecil ke arah David dengan tatapan interogasi.
"Aih, baiklah - baiklah! Informasi ini di jual di pasar Hans, mereka bahkan menjual daftar dari senior yang telah lulus beberapa tahun lalu. Bukan hanya itu, di sana terdapat juga teknik dan daftar kekuatan mereka!"
"Nah ambil!" David memberikan gulungan kain pada Hans.
Hans mengambil gulungan kain itu, membukanya, dan menggulungnya kembali. Kemudian memukulkannya ke kepala David!
"Kau meledekku?!" Ujar Hans kesal.
"hahahahaa!" David tertawa.
"Hoi Marc, kau sudah ingat belum?! Hari ini kau berjanji akan membawakan barang-barangku ke asrama bukan?" David berujar, mengedipkan mata pada Hans. Berusaha mengingatkan Marc pada janji yang tidak pernah di buatnya.
"Hei-hei David, aku tidak pernah berjanji seperti itu bukan? Benarkan Hans?" Marc menoleh ke arah Hans, hanya menemukan ia mengangkat tangan dan bahunya.
"Hahaha jangan berlagak lupa kau Marc! Tapi kalau kau ingkar tidak masalah juga, jadi begini sikapmu yang sebenarnya?" David mengacungkan ibu jarinya kemudian menurunkannya menghadap bumi.
"..."
"Sial kau gendut?! Baiklah ayo cepat kita bawa barang-barangmu..." Marc berjalan pergi setelah dengan sengaja menubruk David dan berjalan lebih dahulu.
"Vid kau ini benar-benar." Hans menggeleng melihat kedua temannya yang berjalan terlebih dahulu.