"Ayah,"
Ayah Nain tersenyum dan langsung memeluk anaknya saat Nain berlari kecil ke arahnya.
"Syukurlah, kau berhasil melakukannya."
Nain mengangguk dan tersenyum bahagia. Sementara Galtain yang berdiri menatap sahabatnya tersenyum dan ikut memeluknya. "Syukurlah kau baik-baik saja."
"A-apa yang kau lakukan? Lepaskan!" Fiyyin menggeliat sementara menatap tidak enak dengan orang-orang di sekitarnya yang tengah memperhatikannya. Galtain semakin mempererat pelukannya, tak menghiraukan Fiyyin yang berusaha melepasnya.
Hingga akhirnya terlepas, Fiyyin memegang tubuhnya yang terasa pegal, "Ough!! Hanya satu orang yang bisa memelukku, kau tahu!" Fiyyin menatap sinis ke arah Galtain yang tengah kesal. Kemudian menatap Hartis yang sedari tadi menatapnya. Fiyyin bertekuk lutut sebentar, "Yang Mulia, hamba telah kembali."
Hartis tersenyum, "Bagus untukmu. Selamat datang kembali di kerajaanku."
Fiyyin tersenyum kemudian bangun, "Terima kasih. Saya akan melakukan yang terbaik."
"Aku akan kembali ke singgasana, sampai bertemu lagi."
"Hmm.." Fiyyin mengangguk seraya menatap punggung Hartis yang berjalan meninggalkannya.
Ayah Nain berjalan mendekati Fiyyin sambil tersenyum. "Maaf karena baru mengatakannya sekarang, tapi terima kasih sudah menyelamatkanku dan melindungi putriku." ayah Nain menundukkan kepalanya dengan rasa hormat.
Fiyyin membalas menunduk dan tersenyum. "Sama-sama. Dengan senang hati melindungi putrimu dan menyelamatkanmu."
"Sebaiknya tinggal beberapa hari di sini. Di dunia manusia sedang tidak aman karena Raja Vaqsyi mengirim banyak prajurit ke rumah anda." sahut putri Arsyi menatap ayah Nain. Kemudian Arsyi kembali menatap Fiyyin, "Aku ingin berbicara sebentar dengan anda."
Fiyyin menatap Nain sebentar, mengharap persetujuan darinya. Nain mengangguk menyetujuinya. Kemudian Fiyyin dan Arsyi berjalan bersama keluar.
Galtain menatap Nain yang tengah basah kuyup dan berjaaln mendekat, "Terima kasih sudah menyelamatkannya. Maaf meragukanmu sebelumnya."
Nain tersenyum, "Tidak apa-apa. Aku senang semua baik-baik saja."
"Aku akan mengantarmu ke kamar sebelah untuk berganti baju."
"Ah, iya. Terima kasih." Nain kemudian berjalan mengikuti Galtain begitupun dengan ayahnya.
Saat tiba, Galtain langsung membuka lemari baju dan menunjukkan kepada Nain. "Ini adalah baju-baju ibuku dulu. Sepertinya tubuh kalian sedikit mirip."
"Hmm.. Terima kasih. Suatu kehormatan diperbolehkan menggunakan pakaian ibumu."
Galtain tersenyum. "Anggap saja permintaan maaf dariku. Kalau begitu aku akan pergi dulu."
"Ah, nak. Bolehkah aku meminjam dapurmu? Aku akan menyiapkan beberapa makanan untuk makan malam nanti." kata ayah Nain menghentikan langkah Galtain.
"Ikut denganku," Galtain mempersilahkan. Sementara ayah Nain mengikutinya.
Nain kembali fokus menatap baju-baju di dalam lemari yang tingginya hampir dua kali lipat darinya. Nain kemudian mencoba mencari sesuatu di sekitarnya, seperti kayu mungkin? Agar ia bisa meraih baju yang tergantung di lemari tinggi itu.
Nain menghela napasnya, setelah lama tidak menemukan yang ia cari. Nain kembali menatap baju di dalam lemari sambil menyilangkan tangannya, "Apa kutarik saja? Tapi, bagaimana jika nanti sobek? Ah, tidak, tidak." Nain kemudian berjalan ke arah jendela dan menatap keluar. Seketika matanya tertuju pada Fiyyin dan Arsyi yang tengah mengobrol.
Nain memudarkan senyumnya dan berbalik, "Ada apa denganku? Kenapa aku tidak senang melihatnya?"
Nain kemudian menggeleng, "Tidak, tidak. Apa yang kupikirkan? Sebaiknya aku cepat ganti baju." Nain kembali berjalan ke arah lemari dan menurunkan baju di tubuhnya, namun tiba-tiba Fiyyin memeluknya dari belakang.
Nain terkejut dan berbalik. Fiyyin memegang bahu Nain yang tidak berbalut kin sambil tersenyum. "Mau kubantu?"
Nain lekas menaikkan bajunya dan berbalik. Wajahnya merona merah, "Ti-tidak."
Fiyyin tersenyum kemudian meraih baju di dalam lemari. "Pakai ini. Kau akan terlihat cantik dengan ini."
Nain mengangguk dan lekas menutupi dirinya dengan baju itu. Fiyyin tersenyum, "Aku akan menunggu di luar. Aku akan kembali setelah 10 menit." Fiyyin tersenyum kecil kemudian melakukan teleportasi.
Nain bernapas lega kemudian menatap sekitar waspada. "Sebaiknya aku cepat memakainya sebelum ada yang masuk."
Setelah beberapa menit, Nain menatap dirinya di depan cermin. Baju berwarna pink muda sangat pas dengan warna kulitnya yang putih dan membentuk bodi nya. Nain kemudian menatap dadanya yang terlihat terbuka, kemudian ia segera meutupinya dengan selendang di tangannya.
"Seperti ini lebih baik." Nain kemudian menatap rambutnya yang berantakan. Seketika matanya tertuju pada sisir kuno di atas meja rias. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara ketukan pintu yang mengagetkannya. Nain menoleh waspada dan memastikan.
"Si-siapa?"
"Kami akan melayani anda, putri. Bolehkah kami masuk?" seru dayang dari luar.
"Masuklah,"
Para dayang itu berjalan mendekati Nain dan menunduk hormat, "Dengan hormat, izinkan kami untuk menata rambut anda."
"Eh? Ba-baiklah" Nain mengangguk kecil, kemudian para dayang itu mulai menyentuh rambutnya. Menyisirnya dan manatanya. Nain menatap kagum dengan tangan mereka yang terlihat lihai. Tak cukup lama, mereka selesai membuat rambut Nain terlihat indah dan beberapa hiasan di kepalanya berhasil menambah kesan elegan. Para dayang itu menunduk hormat setelah selesai dengan pekerjaannya.
Nain tersenyum, "Terima kasih. Kalian sangat ahli, bolehkah kalian mengajariku?"
Para dayang itu tersenyum bahagia mendengar pujian dari Nain. "Suatu kehormatan bisa mengajari anda."
"Apakah sudah selesai?" kata Fiyyin tiba-tiba membuat para dayang menunduk hormat, "Salam, Pemimpin Knight. Kami telah selesai sesuai yang di perintahkan."
"Kalian boleh pergi." kemudian perintah itu di turuti oleh para dayang.
Fiyyin kembali menatap Nain yang tengah menunduk membelakanginya. "Kemarilah. Aku perlu memeriksa pekerjaan mereka."
Nain perlahan berdiri dari duduknya dan menoleh. Fiyyin yang melihat kecantikan Nain tersenyum bahagia, wajahnya seketika merona merah. Tak berbeda dengan Nain, baju yang dikenakan Fiyyin terlihat serasi dengan tubuhnya dan rambut yng berubah panjang membuatnya terkejut. Fiyyin kemudian berjalan mendekat, "Kau terlihat semakin cantik."
Seketika wajah Nain bersemu mendengar pujian dari Fiyyin. Kemudian Fiyyin menjulurkan tangannya, "Mau jalan-jalan?"
Nain meraih uluran tangan itu seraya tersenyum lembut, "Hmm.."
Hamparan luas dan indah membuat seolah-olah siapapun tersihir dengan keindahan itu. Pohon-pohon tinggi menjulang dan hijau terlihat fantasi mengelilingi istana. Udara yang dingin dan sejuk membuat siapapun ingin merasakannya.
"Istana ini berada di atas bukit yang paling tinggi." Kata Fiyyin dengan lembut.
"Benarkah?"
"Akan terlihat jika dari bawah."
"Dindingnya terlalu tinggi untuk melihat ke bawah."
"Ingin lihat dari puncak istana? Karena sudah hampir gelap, aku tidak bisa membawamu keluar. Terlalu berbahaya."
"Ah, tidak usah. Aku akan duduk di pohon itu, sepertinya menyenangkan."
Fiyyin tersenyum menatap Nain berlari kecil ke arah pohon. Seketika ucapan Arsyi sebelumnya terpikir olehnya, "(Yang Mulia, Senang bertemu dengan anda kembali. Saya harap, anda tidak melupakan golongan anda. Kembalilah ke kerajaan Issy, mereka membutuhkan seorang pemimpin. Kita tidak pernah tahu kapan serangan dari luar datang melihat situasi seperti sekarang.)"
Fiyyin menunduk dalam, "Haruskah aku kembali?" Fiyyin mengeluarkan secarik kertas di tangannya dan kembali mengingat ucapan Arsyi, "(Ini adalah surat penobatan dari Raja sebelumnya. Setelah anda siap, tunjukkan surat ini pada seluruh bangsa Issy, setelah itu, mereka akan menerimamu sebagai Raja Issy sekarang. Tapi, anda tidak bisa membawa Ratu. Sepertinya penunjukannya sebagai Ratu ada yang Ganjal.)"
"(Apa maksudmu?)" tanya Fiyyin tak megerti.
"(Saya juga ditunjuk sebagai Ratu oleh Raja. Karena saya putri istana yang tersisa saat ini.)"