Nain mengerjapkan matanya. Memandangi sekitar dengan penuh keheranan. Yang benar saja, ia sudah sampai di alam jin?
Ia kemudian menghela napas lega saat pandangannya tertuju pada pria yang tengah berbaring di atas ranjang merenggut maut. Hatinya terasa sesak melihat wajah pria itu sangat pucat dan melakukan pergerakan kecil dengan meringis.
Tak tahan dengan semua itu, Nain menitikkan air matanya. Langkahnya perlahan menuntunnya berjalan mendekati Fiyyin.
"Menjauh darinya!"
Tiba-tiba suara yang terdengar familiar membuat Nain menghentikan langkahnya dan menoleh. Seingatnya, terakhir kali pria itu menjauhkannya dari Fiyyin karena menyalahkan semua yang terjadi karena dirinya.
"Aku harus segera menyelamatkannya," Nain kembali memfokuskan tujuannya dan berjalan mendekati Fiyyin.
Galtain menatap sebal. Dengan kekuatannya ia mendorong Nain menjauh. Nain menjerit pelan dan berusahan berdiri.
"Sudah kubilang menjauh darinya!"
Nain menatap kesal sambil memegang dadanya yang terasa sakit, "Apa yang kau pikirkan? Aku akan menyelamatkannya."
Galtain terkekeh. "Menyelamatkannya? Apa kau bercanda? Kau hanya manusia lemah. Apa kau tahu cara mengembalikan keuatannya, hah!"
Nain kemudian mengeluarkan kekuatannya dan melayangkan salah satu benda di dekatnya, "Kekuatan, golongan bangsa jin dan cinta. Aku rasa itu cukup untuk menyelamatkannya."
Nain kembali menatap wajah Fiyyin . "Aku akan menyelamatkannya.." Nain lagi-lagi melangkah mendekat.
Galtain masih tidak yakin jika Nain bisa menyelamatkan Fiyyin dan membuatnya berpikir.
"Percayakan semua padanya. Hanya ini cara satu-satunya." ucap Arsyi yang baru saja tiba setelah berteleportasi.
Galtain menoleh dan menatap kesal. "Jadi kau yang menyuruhnya melakukan hal gila ini? Berasumsi bisa menyelamatkan Fiyyin karena manusia itu keturunan Jin. Dia bahkan tidak tahu cara menggunakan kekuatan yang di berikan-" seketika ucapan Galtain terhenti saat menyadari Nain menghilang bersama Fiyyin.
Arsyi tersenyum dan berkata pelan. "Sudah kubilang. Percayakan semua padanya. Kekuatan cinta akan menuntun ketidaktahuannya."
Nain dan Fiyyin tiba di bawah pohon besar yang teduh sembari menatap wajah Fiyyin yang pucat. Nain menitikkan air mata sembari mengusap pelan wajah Fiyyin.
"Apakah sakit?" Nain lanjut mengusap mata Fiyyin dan bergumam pelan, "Maaf membuatmu melalui semua ini. Aku ingin bisa melihatmu lagi dan berada di sisiku. Bangunlah..."
Nain perlahan mendekatkan wajahnya. Memulai dengan menempelkan bibirnya hingga bertukar air liur dan napas. "(Aku mengembalikan semua kekuatan yang kau berikan. Kembalilah seperti sebelumnya.. Aku.. Mencintaimu..)"
Seketika cahaya berpendar di seluruh tubuh Nain dan Fiyyin. Kekuatan kembali kepada pemiliknya, dan sedikit energi Nain terserap oleh Fiyyin yang semakin kuat. Nin mulai merasakan lemas di seluruh tubuhnya dan perlehan melepas ciuman itu.
Fiyyin membuka matanya perlahan dan menatap gadis wajah wanita yang ia cintai di atasnya. Fiiyin segera menahan kepala Nain yang hampir membentur tanah. Ia lekas bangun dan membaringkan perlahan kepala Nain di atas lengannya dan berbaring di sisinya.
Fiyyin tersenyum. Menatap wajah wanita yang ia cintai tengah memejamkan mata di sampingnya. Terlebih, wanita itu telah menyelamatkan hidupnya membuatnya sangat bahagia.
Fiyyin kemudian mengusap lembut wajah Nain dan menatapnya dengan penuh cinta. "Saat melihatmu, aku hanya memikirkanmu. Apa kau merindukanku?" kemudian menatap bibir tipis Nain dengan tatapan dalam dan mengusapnya lembut. "Aku hanya menginginkanmu... Cepatlah bangun, atau aku akan melakukan sesuatu padamu saat kau sedang tidak sadar seperti ini."
Selang beberapa saat, Nain mulai menggerakkan matanya. Fiyyin yang melihatnya tersenyum bahagia hingga Nain berhasil membuka matanya. Pandangannya langsung tertuju pada pria di atasnya. Ia tersenyum menyadari pria itu berhasil selamat. Kemudian menyentuh wajah itu untuk memastikan lagi. "Syukurlah," gumam Nain pelan setelah beehasil memastikan.
Seketika Fiyyin langsung menempelkan bibirnya dan mencium Nain dengan pergerakan kecil. Nain mengikutinya, melepas rasa rindunya selama ini. Bersamaan dengan itu, mereka saling menetaskan air mata haru. Daun berguguran ikut menyertai kebersamaan mereka.
Rasa bahagia dan rindu membuatnya tak ingin jauh lagi dari wanita yang ia cintai. Andaikan dunia menghalanginya untuk bersama, ia sudah pasti tidak akan membiarkannya agar tetap bersama gadis yang ia cintai.
Fiyyin menjauhkan wajahnya perlahan. Menatap Nain sebentar kemudian tersenyum, "Aku mencintaimu.."
Nain tersenyum haru dan bergumam pelan, "Aku juga mencintaimu.."
Fiyyin segera mengecup kening Nain dengan penuh rasa cinta. Dan memeluknya dengan hangat. "Aku mencintaimu.." Nain mengangguk kecil dan membalas pelukannya.
"Aku ingin di sini lebih lama. Dan melupakan sebentar dunia nyata."
"Ingin jalan-jalan sebentar?" tawar Fiyyin tiba-tiba. "Ini masih di sekitar wilayah Jalis. Pilihan yang bagus membawaku ke sini, aku akan mmebawamu ke beberapa tempat yang indah."
"Benarkah? Saat itu, aku hanya memikirkan tempat yang aman, sepi dan teduh. Aku tidak pikiran itu akan membawa ke sini."
Fiyyin tersenyum dan perlahan bangun bersama Nain. "Aku menyukainya. Ayo!"
Wajah Nain seketika bersemu merah. Kemudian mereka berjalan bersama. Fiyyin melingkarkan tangannya di bahu Nain agar berjalan berdekatan. Nain tersenyum dan mengikutinya.
Nain menatap sekitar hutan yang sangat teduh. Sementara Fiyyin sesekali memandangi Nain yang terlihat manis dengan keingintahuannya.
Mereka berjalan ke arah sungai yang begitu jernih airnya dan indah memanjakan mata. Nain menatapnya kagum dan berjalan lebih dulu menyentuh air yang mengaliri sungai itu.
"Aku belum pernah melihat seperti ini sebelumnya. Ternyata ini benar-benar ada." ucap Nain kagum.
Fiyyin berjalan mendekat, "Apa kau sesenang itu?"
"Hmmm.."Nain menganggukan kepalanya. Lalu memeluk tubuh pria ini. "Seperti ini juga lebih baik. Aku senang akhirnya bisa melihatmu lagi."
Fiyyin tersenyum dan mengecup puncak kepala Nain. Nain tersenyum kemudian menatap sungai. Berjalan perlahan dan memasuki air sungai yang setinggi lengannya. Fiyyin kemudian menyusul dan perlahan mendekati Nain. Nain terkejut saat Fiyyin memeluknya dari depan dan mendekatkan wajahnya di bahunya yang sudah tidak terbalut kain.
"Aku kedinginan."
"Ta-tapi,"
"Sebentar saja. Aku ingin bersamamu." Fiyyin semakin mempererat pelukannya.
"Emmm.."
"Terima kasih.. Telah menyelamatkanku,"
"Aku juga," Nain membalas pelukan Fiyyin.
"Saat itu. Aku berpikir, jika aku mati, aku akan membawa semua kenangan kita tanpa penyesalan. Namun, aku selalu memikirkanmu. Apakah kau memikirkanku? Apakah kau merindukanku? Akankah aku melihatmu lagi? Pikiran itu membuatku menjadi berpikir. Dapatkah aku kembali? Aku ingin bersamamu, aku menginginkanmu.."
Nain terharu mendengar semua isi hati Fiyyin. Tidak disangka persaannya sangat tulus terhadapnya. Nain menitikkan air mata bahagianya kemudian menatap Fiyyin sebentar. Kemudian mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya lebih dulu.
"(Aku merindukanmu.. Sangat merindukanmu.. aku mencintaimu.)" gumam Nain dalam hati.
Fiyyin tersenyum. Meraih pinggang gadisnya agar lebih dekat dan belakang kepalanya, membalas ciuman Nain lebih bergairah.