"Selamatkan dia sebelum terlambat."
"Tapi, Zei? Dia bisa melihatnya, bagaimana mungkin dia tidak bisa membedakannya?" balas Nain semakin tak mengerti.
"Karena itu, kurasa dia mencoba mencari tahu tentang mimpimu dan kami bangsa jin yang selalu berada di sekitarmu. Aku khawatir, dia merencankan sesuatu yang berbahaya." jelas Galtain.
"Ba-bangsa jin? Jadi kau?" Nain gemetaran setelah menyadari pria di depannya ini adalah jin.
"Benar. Aku adalah jin dan.. mimpimu, semua yang di dalamnya adalah bangsa jin. Mereka mencoba membunuhmu." jelas Galtain lagi.
Nain terduduk lemas, "Apakah aku benar-benar akan mati di dalam mimpiku?Karena itukah aku selalu terbangun dengan terluka? Dan pria yang menyelamatkanku terus saja datang dalam mimpiku dan membahayakan nyawanya karenaku?"
Galtain mengangguk, "Benar."
Dada Nain terasa sesak bersama air mata yang mengalir di pipinya, "Kenapa? Kenapa? Kenapa itu terjadi padaku?"
"Kerena sebuah perjanjian antara Raja jin dan kakekmu. Aku belum bisa pemberitahumu saat ini, seseorang sangat membutuhkan bantuan saat ini, aku meninggalkannya di alam jin sendirian karena dia terus saja menyuruhku untuk menyelamatkanmu bahkan di saat ia tengah sekarat."
"Apakah dia? Seseorang dalam mimpiku?" tanya Nain disela tangisnya.
Galtain mengangguk, "Aku tidak punya banyak waktu. Aku tidak bisa membantumu menyelamatkan temanmu, itu adalah tugasmu. Pastikakan dirimu juga aman."
Nain mengangguk, menyeka air matanya dan berdiri perlahan. "Tolong selamatkan dia. Pria yang selalu menyelamatkanku."
Galtain mengangguk, berjalan mundur dan melakukan teleportasi. Nain yang melihatnya secara langsung hanya diam, ia menunda rasa penasarannya dan lekas berlari mencari Zei.
Nain menatap jalanan risau dari balik kaca mobil taxi, jantungnya terus berpacu semakin cepat. Nain benar-benar berharap bisa menghentikan Zei.
"Jika saja Zei tidak pernah tahu, dia tidak akan pernah membahayakan dirinya seperti ini. Aku menyesal! Aku menyesal! Kenapa semua orang harus membahayakan nyawanya karenaku. Pria itu, Zei, aku membencinya!"
Saat tiba di cafe Nain dengan terburu-buru masuk dan mencari keberadaan Zei. Meja yang ia tempati sebelumnya bersama Zei sudah kosong, dan di sekitarnya hanya orang asing. Nain kemudian berlari keluar berharap Zei belum pergi terlalu jauh.
"Zei, kumohon! Jangan lakukan apapun demi diriku jika itu membahayakan nyawamu! Kumohon! Aku benar-benar tidak bisa memaafkan diriku jika terjadi sesuatu padamu."
*TheSecretOfMyDream*
Galtain yang baru saja tiba melihat Fiyyin lagi-lagi terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Galtain lekas berlari dan meraih tubuh Fiyyin.
"Bertahanlah," Galtain menggenggam tangan Fiyyin.
"Bagaimana dengan gadis itu? Apa kau berhasil menyelamatkannya?" kata Fiyyin lirih.
"Bod*h! Kau terlalu memikirkan orang lain. Pikirkan dirimu, aku tidak akan memaafkanmu jika kau sampai pergi meninggalkanku."
Fiyyin tersenyum lirih, "Aku tidak akan mati, bod*h! Sampai aku berhasil menghentikan Vaqsyi, kau tahu!"
"Hantu, bod*h! Baiklah, ayo pergi dan mengobati lukamu." Galatain kemudian menggenggam kedua tangan Fiyyin dan membawanya dengan teleportasi menuju istana Jalis.
Galtain tiba 30 meter dari depan istana Jalis, "Ah! Aku kurang fokus mendaratkan teleportasi karena sudah empat kali." gumam Galtain kesal, karena ia salah mendaratkan teleportasinya, "Seharusnya langsung saja ke dalam istana. Auh! Yang benar saja. Ini membuang-buang waktu." Galtain melirik Fiyyin yang masih dalam rangkulannya, "Apa kau mendengarku? Kau masih sadar, kan?" tanya Galtain sedikit khawatir.
"Hmmm.." jawab Fiyyin lemas dan lagi-lagi Fiyyin terbatuk.
"Ah, bertahanlah. Sebentar lagi," Galtain kemudian menatap lurus dan melihat penjaga gerbang, "Pengawal! Pengawal! Aish! Mereka benar-benar patung! Kita harus berjalan lebih dekat, ayo!" Galtain mempercepat langkahnya.
"Pengawal! Pengawal! Pengawal!" kali ini teriakan Galtain terdengar dan membuat penjaga gerbang berlari menghampiri Galtain.
"Tuan, apa yang telah terjadi? Kenapa tuan Fiyyin terluka begini?"
"Jangan banyak bertanya. Cepat bawa dia! aku tidak sanggup lagi membawanya dengan teleportasi. Bawa dengan kesempatan 1x teleportasi kalian, aku akan menggantinya nanti." Perintah Galtain.
"Baik, pangeran." kata pengawal bersamaan dan membawa Fiyyin masuk dengan teleportasi.
*TheSecretOfMyDream*
"Nai, kau mau minum apa?" tanya Zei dari dapur.
"Aku tidak mau minum apapun. Duduklah, aku hanya ingin bersamamu." jawab Jin peniru seraya menunjukkan tempat disebelahnya.
"Ah, hatiku. Kau berhasil membuatku semakin menyukaimu, Nai. Baiklah, aku akan membawa air dingin kesukaanmu saja." Zei kemudian mengambil air putih dingin dan kembali berjalan menuju sofa. "Ini?" Zei menyodorkan segelas air putih dingin yang ia pegang.
Jin peniru itu ngambilnya dan meletakkannya di meja, "Aku sudah mengatakan aku tidak mau minum, aku hanya menginginkanmu." Jin itu meraih lengan Zei dan memeluknya.
Zei tersenyum kecil dan mengelus belakang kepala wanita di sampingnya, "Nai, tentang mimpimu-"
Seketika Jin peniru itu membulatkan matanya, terkejut mendengar Zei mengatakan tentang mimpi Nain.
"Aku sudah mencaritahunya. Itu hanya bunga tidur, Nai. Kau tidak perlu khawatir."
Jin peniru itu mengembangkan senyumnya, ternyata Zei tidak mempercayai mimpi Nain. Sementara ia aman.
"Zei, apa kita hanya akan duduk di sini?" kata Jin peniru itu menatap Zei.
Zei tergelak, "(Sepertinya aku harus cepat. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.)"
"Nai, Aku memiliki sesuatu di kamar. Tunggu di sini, aku aka mengambilnya untukmu." Zei berdiri dan berjalan menuju kamarnya.
Zei tersenyum menatap parfum yang ia pegang dan bergumam dalam hati, "(Aku benar-benar beruntung, ini benar-benar kebetulan yang bagus. Maafkan aku, Nai. Aku meninggalkanmu di sana karena Jin ini tiba-tiba datang dan mengubah dirinya menjadi dirimu, dan ku pikir ini kesempatan bagus. Tapi aku melakukannya untukmu, Nai. Aku akan menangkapnya dan mencari tahu tentang mimpimu, Nai. Aku tidak tahan kau selalu di kelilingi dengan bangsa Jin itu dan terluka. Aku akan segera mengakhirinya, dan mengungkap kebenarannya.)"
"Sayang?" Jin peniru itu tiba-tiba memeluk Zei dari belakang.
Zei terkejut dan melepas tangan Jin itu, "Apa yang kau lakukan di sini? Aku menyuruhmu menunggu di luar, kan?"
Jin itu memajukan bibirnya dan merebahkan tubuhnya di ranjang, "Ada apa denganmu? Aku pacarmu, memangnya salah aku ke kamar pacarku?"
"(Menyebalkan!)" Zei mengumpat dalam hati kemudian berjalan mendekati jin itu, "Tidak, Nai. Ini? Pakailah." Zei menyodorkan parfum di tangannya.
"Wahh! Untukku?" Jin itu mengambil parfum di tangan Zei dan menyemprotkannya, "Bagaimana? Apakah aku semakin memikatmu, sayang?"
Zei mengangguk, "Dengan begini kau tidak akan bisa kemana-mana," Zei mengembangkan senyum sinisnya.
"Tentu saja. Aku tidak akan kemana-mana. Karena aku mencintaimu. Kemarilah, sayang? Tidur di sampingku." sahut Jin itu seraya menunjukkan tempat kosong di sebelahnya.
Zei tersenyum dan berjalan mendekat. Jin itu ikut tersenyum. Zei duduk di sebelah Jin itu tiba-tiba memukul belakang kepala jin itu sehingga ia kehilangan kesadarannya.
"Parfum memabukkan itu tidak langsung bereaksi. Aku benar-benar takut akan gagal tadi. Huh! Syukurlah." Zei tersenyum dan menghela napas lega.
"Aku harus cepat. Sebelum dia sadar. Aku harus mencari tubuh manusia agar bisa menguncinya di tubuh itu." Zei kemudian melihat ponselnya, "Kanapa Dion belum sampai juga? Aku sudah mengirimanya pesan sejak di mobil tadi."
"Mencariku?" Pria yang di sebut Dion itu menyandarkan tubuhnya di pintu sambil tersenyum. "Wah! Dia benar-benar Jin peniru?" sambung Dion lagi saat melihat wanita yang tertidur di atas ranjang.
"Waktu yang tepat. Ayo! Bantu aku melakukan ritual pemindahan arwah."
"Ouh! Kau benar-benar tidak sabaran. Ingat, kau harus membayar mahal untuk ini." Dion menepuk bahu Zei.
"Ya, ya. Baiklah. Ayo, cepat! Sebelum dia bangun."
"Hahaha... Kalian pikir semudah itu?" suara yang terdengar asing membuat Zei dan Dion terkejut.