Chereads / The Secret Of My Dream - tahap revisi / Chapter 21 - 21. Selamatkan Aku

Chapter 21 - 21. Selamatkan Aku

"Tuan?" gumam Thawab lesu melihat Fiyyin berlari mendekatinya. Matanya yang sayu berusaha melawan sakitnya terik matahari yang membakar tubuhnya.

"Sedikit lagi. Aku akan membawamu dengan teleportasi." gumam Fiyyin dengan penuh harapan, napasnya tersengal bersama larinya yang semakin dekat. Sudah cukup dengan perubahan sifat Vaqsyi yang ia sayangi dulu. Fiyyin benar-benar tidak ingin kehilangan seseorang yang ia sayangi lagi.

"Lakukan!" teriak Vaqsyi membuat seluruh pasukan perang melepaskan anak panah mereka. Anak panah itu berdatangan dan menusuk-nusuk tubuh thawab bak kaktus yang di selimut duri. Fiyyin yang menyaksikan itu terdiam tak percaya menatap thawabnya hingga meneteskan air mata saat mendengar telepati terakhir darinya, "Aku tidak pernah menyesal jika harus mati demi anda, tuan. Aku senang, akhirnya aku mati dengan kesetiaan."

"Bo*oh! Bo*oh! Bagaimana kau sampai ketahuan? Aku tidak akan memaafkanmu. Aku tidak akan memaafkanmu." Fiyyin terisak dalam tangisnya. Hatinya benar-benar hancur melihat thawabnya terluka dengan darah yang terus menyembur keluar.

Thawab terbatuk darah dan kesulitan bernapas, "Tetap lindungi gadis itu, tuan. Dia tidak bersalah hingga harus menerima hukuman. Jangan menyalahkannya atas kematianku nanti. Anda tetap harus mencegah tuan Vaqsyi membunuh manusia, karena itu akan menjadi bencana bagi kerajaan Ghaur." pesan terkhir Thawab sebelum menghembuskan napas terakhirnya dan tak lagi sadarkan diri.

Dada Fiyyin semakin terasa sakit, wajah merah karena darah mengumpul di wajahnya yang di banjiri air mata penyesalan, bibirnya kelu bahkan untuk mengeluarkan satu kata saja.

"Panah, sekarang!!" Vaqsyi kembali memerintah. Semua prajurit ragu melaksanakan perintah, karena Vaqsyi menyuruh memanah Fiyyin, pangeran Ghaur sekaligus adiknya.

"Apa yang kalian tunggu? Cepat lakukan!" lagi-lagi Vaqsyi menyemburkan perintahnya. "Aku tidak perduli lagi dengannya, dia bukan pangeran kalian lagi. Seorang penghianat harus di hukum!"

"Lakukan perintah Raja! Atau kalian akan di penggal karena melawan perintah!" sahut penasihat sekaligus paman Vaqsyi. "Cepat!!"

Sahutan angin mengiringi anak panah yang baru saja di lepaskan,

Jleeebbb!!! Anak panah itu mendarat tepat di bahu kanan Fiyyin hingga menembus. Kelopak mata Fiyyin mulai menutup bola mata coklatnya berkali-kali, tangannya meraih luka yang menyemburkan darah segar dari anak panah itu. Fiyyin melihat tangannya yang berlumuran darah lalu ia ia terbatuk mengeluarkan darah.

"Vaqsyi, a-ku akan meng-hen-ti-kanmu!" gumam Fiyyin sebelum akhirnya tubuhnya terjatuh ke tanah.

"Fiyyin!!!" Galtain berlari mendekati Fiyyin.

Vaqsyi tersenyum kecil, lalu memerintahkan salah seorang prajuritnya, "Cepat cari tahu apakah prajurit yang ku perintahkan telah berhasil membunuh gadis itu."

"Baik, Raja."

"Bangunlah! Fiyyin! Bangunlah! Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya, kau sangat keras kepala."

*TheSecretOfMyDream*

Nain berbalik melihat pria di belakangnya, saat itu juga pria itu menghentakkannya ke dinding seraya mencekiknya. Wajah Main memerah, napasnya tersengal karena kusilatan bernapas.

"Akhh!! To-long,"

Pengawal itu menarik sudut bibirnya, "Kau akan mati hari ini juga."

"(To-long! Seseorang to-long. Selamatkan aku, kumohon!)" Nain bergumam dalam hati lirih, ide bodoh mengharap seseorang mendengarnya tanpa mengeluarkan suara, namun Nain tetap mengharapkan seseorang bisa menolongnya.

Beberapa menit kemudian, tiba-tiba dari arah belakang seseorang memukul kepala belakang pengawal yang tengah mencekik Nain. Pengawal itu seketika mundur oleng sambil memegang belakang kepalanya yang baru saja terkena pukulan, jika terdengar dari suara pukulannya, sepertinya alat pemadam api yang berlapis besi. Berdarah? tentu saja.

"Rasakan!" dengan kesalnya gadis dengan suara feminim, rambutnya tergerai kebawah hingga bahu berteriak.

"Apa yang kau tunggu? Cepat bunuh dia, atau dia akan membunuhmu." sahut gadis itu lagi dengan terburu-buru.

"A-aku tidak bisa." Nain gemetaran sementara napasnya masih tersengal dan berusaha mengatur napasnya.

"Aishhhh!!"

Pengawal itu mulai mengatur tubuhnya, pandangannya berganti menatap gadis yang baru saja memukulnya. "Beraninya kau memukulku hantu lemah!" Pengawal itu dengan geram meraih tubuh gadis yang di sebutnya hantu itu dan mencekiknya dengan mengerahkan seluruh tenaganya.

"A-akh!!"

Nain gemetaran, tapi wajahnya terlihat kesal memandang Pengawal itu. Nain kemudian melangkah pasti dan mengambil alat pemadam api yang di letakkan gadis tadi di lantai, kemudian mengayunkannya dan memukul kepala Pengawal itu, dari pukulan itu lagi-lagi mengakibatkan suara yang lebih keras hingga tubuh pengawal itu terpental ke atas washtafel dan mengeluarkan darah segar yang terus mengalir.

"Hah! hah! hah!" Nain mencoba mengatur napasnya setelah aksi yang ia lakukan.

"Kau, membunuhnya." gumam gadis itu melihat Pengawal terus mengeluarkan darah segar hingga mengalir ke bawah lantai.

Nain menjatuhkan alat pemadam api tersebut, tubuhnya terasa lemas setelah benar-benar menyadari ia telah membunuh seseorang. Nain menyandarkan tubuhnya ke dinding pasrah sambil memandangi pengawal itu.

"A-aku membunuhnya," Nain meneteskan air matanya. Tubuhnya tak henti gemetaran karena rasa takut dan bersalah.

"Jangan takut, kau hanya mencoba menyelamatkanku." sahut gadis itu dan meraih tubuh Nain dalam pelukannya. "Semua akan baik-baik saja. Percayalah."

Lidah Nain kelu, bibirnya bergetar bersama air mata yang terus mengaliri pipinya. Nain benar-benar takut dan khawatir.

Aaaaaa!! Tiba-tiba seseorang datang memasuki toilet dan berteriak saat melihat seseorang berlumuran darah.

Nain terkejut, "I-ini tidak seperti yang kau lihat,"

"Tolong! Seseorang telah membunuh! Tolong!" teriak kembali wanita yang berdiri di depan pintu toilet.

Gadis yang bersama Nain tiba-tiba menghilang saat mendengar orang-orang akan berdatangan, Nain yang melihat itu hanya bisa tergelak di tempatnya sementara orang-orang mulai berdatangan dan menghampiri mayat di sebelahnya.

"Apa yang terjadi? Dia sudah mati."

"Siapa yang membunuhnya?"

Saat semua orang mencurigai Nain yang berdiri paling dekat dan hendak mengingat wajahnya, tiba-tiba seluruh lampu padam. Yang tersisa hanya kegelapan.

"Ada apa ini?

"Kenapa lampu tiba-tiba mati?"

Detik berikutnya seseorang membawa Nain pergi melesat tanpa ada yang menyadari dan lampu kembali menyala.

"Di mana wanita itu?"

"Apa kau melihatnya?"

"Tidak."

"Dia berdiri di sini tadi?"

"Aneh."

"Cepat panggil polisi."

"Nai, kita pulang saja. Sepertinya ada sesuatu yang telah terjadi. Ayo pulang," kata Zei dengan meraih tangan di depannya.

Nain tiba di dalam rumahnya bersama seseorang yang membawanya melesat, Galtain. Nain masih memikirkan pembunuhan yang ia lakukan dan belum menyadari jika ia di bawa teleportasi.

"Aku-aku membunuhnya. Aku membunuhnya." gumam Nain tak henti-hentinya.

"Benar, kau membunuhnya dan itu baik untukmu." sahut Galtain. "(Dia bahkan tidak menyadari aku telah membawanya dengan teleportasi.)" Galtain menggeleng.

"Aku akan di penjara karena membunuhnya. Aku benar-benar-" ucapan Nain terhenti saat Galtain menepuk bahu Nain bermaksud menenangkan.

"Semua akan baik-baik saja. Kau hanya membunuh jin, bukan manusia."

Nain diam dan mencerna ucapan Galtain, "J-jin? Aku tidak mengerti maksud ucapanmu. Aku jelas-jelas membunuh manusia." kata Nain dengan terndat-sendat.

"Pria yang kau bunuh dalah jin. Sebentar lagi akan ada kehebohan di sana karena pria yang kau bunuh akan menghilang bagaikan asap. Sementara manusia yang melihatnya akan melupakannya seperti tidak pernah terjadi apapun." jelas Galtain.

Nain tergelak, masih tak percaya dengan ucapan Galtain.

"Ah! Aku ingat. Pria menyebalkan itu, maksudku, pacarmu. Dia dalam bahaya, dia bersama Jin peniru." sambung Galtain.

"Jin peniru?" Nain semakin tak mengerti.

"Selamatkan dia sebelum terlambat."