Chereads / The Secret Of My Dream - tahap revisi / Chapter 19 - 19. Aku Akan Selalu Bersamamu

Chapter 19 - 19. Aku Akan Selalu Bersamamu

*Si*l! Anak manusia itu benar-benar beruntung. Aku harus memikirkan rencana, karena Fiyyin pasti akan lebih waspada setelah mengetahui aku berada di alam fana. Si*l!" Vaqsyi berdecak kesal sambil menghantam tembok kamarnya.

"Untuk sementara aku akan mengalihkan perhatian menggunakan jin bawahan, setelah itu aku akan kembali turun tangan. Tapi sebelum itu, aku harus menangkap mata-mata di istana ini." Vaqsyi menyunggingkan senyum sinisnya sambil menatap pintu luar.

Thawab istana Fiyyin yang tengah berada di luar seketika terkejut, Vaqsyi mengetahuinya. Pantas saja tidak ada seorangpun di luar yang berjaga, tidak seperti bisanya. Ternyata Vaqsyi sudah merencankannya.

"Tangkap dia!" seru Vaqsyi. Kemudian seluruh pengawal istana Vaqsyi berdatangan di luar dan menangkap Thawab Fiyyin. Vaqsyi tersenyum sinis setelah membuka pintu kamar miliknya dan menatap Thawab Fiyyin bersama senyum sinisnya.

"Thawab Fiyyin? Kenapa aku baru menyadarinya jika selama ini Fiyyin pasti memiliki Thawab di istana. Kau tahu, semua rencanaku gagal karena dirimu terus saja memberitahunya tentang rencanaku. Sangat menyebalkan!" Vaqsyi berdecak kemudian memegang dagu Thawab kasar. "Bagaimana dengan hukuman potong lidah lalu hukuman gantung. Bukankah menarik? Atau kau bisa meminta pengampunan dariku dengan syarat mengkhianati tuanmu?"

Thawab menelan ludahnya kental kemudian tersenyum kecil, "Maafkan hamba, tuan. Hamba tidak akan meminta pengampunan darimu."

"Lancang!" Vaqsyi meraih leher Thawab dan mencekiknya. Wajah Thawab memerah karena aliran darahnya berhenti dan mengumpul di wajahnya, namun lagi-lagi ia tersenyum. "Ham-ba le-lebih ba-ik mati da-ri pada ha-harus berkhianat." ucap Thawab dengan napas tersengal.

"Ban*s*t!" Vaqsyi menarik tangannya. "Cepat pindahkan dia di depan istana! Ikat dan jemur hingga terbakar sinar matahari. Setelah itu aku akan memutuskan hukuman mati untuknya." titah Vaqsyi. "Ah! Ya? Kabarkan ini pada Fiyyin, ini kesempatan bagus jika dia meninggalkan gadis itu dan mencoba menghentikanku untuk membunuh Thawab kesayangan ini. Aku akan menyuruh jin bawahan untuk membunuh gadis manusia itu saat Fiyyin lebih memilih menemui Thawabnya." sambung Vaqsyi lagi. Kemudian melirik Thawab lagi sambil tersenyum kecil, "Cepat bawa dia!"

"Tidak! Jangan beritahu tuan Fiy. Bunuh saja aku sekarang." Thawab memohon sementara ia ditarik paksa.

Vaqsyi tak menghiraukan seraya menyunggingkan senyum sinisnya. Kemudian berjalan ke atas singgasana.

"Tidak! Jangan beritahu. Jangan beritahu tuan Fiyyin!"

*TheSecretOfMyDream*

Zei asik tersenyam-senyum sejak tadi memikirkan hari ini. Ya, hari di mana Nain akan menjawab perasaannya, Zei benar-benar sudah tidak sabar.

Sementara Nain telah selesai bersiap mulai menuruni tangga dengan anggunnya sambil bergumam, "Apakah aku berlebihan? Kenapa aku harus dandan seperti ini? Memalukan! Bagaimana jika Zei mengejekku?"

"Nai?" sapa Zei dengan raut wajah tak percaya dan bahagia melihat gadisnya berbeda dari biasanya.

Nain tersenyum kaku. "A-apa ini terlalu berlebihan? Aku tidak biasanya seperti ini, ini terlihat agak-" ucapan Nain terhenti saat Zei meletakkan tangannya di puncak kepala Nain.

"Cantik. Sangat cantik." gumam Zei sambil mengembangkan senyumnya dan mengusap pelan rambut Nain. Nain tersenyum mendengar pujian dari Zei, tapi lagi-lagi Nain menahan emosinya untuk mengatakan jika Zei sangat tampan dengan setelan jas hitamnya.

Tunggu, untuk apa Nain berdandan seperti ini? Bukankah Zei akan menanti jawaban darinya? Sementara dengan dandanan Nain yang seperti ini bukankah sama saja Nain akan menjawab, Ya?

"Ayo?" Zei memecah tatapan sebentar itu. Sepertinya Zei sudah tidak sabar.

"Hmm," Nain menurut. Sementara berjalan keluar, Fiyyin keluar dari kamar menuruni tangga seraya menoleh sebentar ke belakang, "Aku akan pergi mengikuti mereka. Kau jaga rumah!"

"Ya! Tinggal saja aku terus, menyebalkan!" Galtain kemudian menutup wajahnya dengan selimut.

Zei membuka pintu mobil untuk Nain sambil meletakkan tangannya di bawah atap mobil agar Nain tidak terbentur saat masuk. Nain tersenyum seraya bergumam, "(Aku benar-benar tau keputusanku.)"

Zei kemudian berlari kecil ke kursi kemudi. Fiyyin yang baru saja tiba langsung duduk di kursi belakang. Zei tak lagi menghiraukan Fiyyin yang ikut bersamanya dan melajukan mobilnya.

Selama perjalanan, Nain melirik Zei sesekali hingga berani membuka suara.

"Zei?"

"Iya, Nai?" jawab Zei dengan nada lembut.

"Mobil ini?"

"Aku menyewanya, Nai."

"Hmmm... Bagaimana dengan, Ran? Apa dia tidak ikut?"

"Tidak, Nai." jawab Zei lagi kemudian melirik Nain sebentar, "Apa kau meragukan perasaanmu karena Ran?"

Nain diam dan hanya menatap jalanan.

"Kau tahu Nai? Aku tidak benar-benar pacaran dengan Ran." Nain terkejut. Lalu Zei tersenyum, ingin sekali rasanya ia menangis namun Zei berusaha menahannya, "Aku telah bangkrut, Nai. Coffe Shop milik orang tuaku, aku gagal mempertahankannya. Dan semua sahamku telah habis, sekarang Coffe Shop itu milik Ran. Aku terpaksa harus berbohong pada semua orang tentang hubunganku dengan Ran. Jika tidak, Ran akan benar-benar mengambil Coffe Shop itu." kata Zei lirih bersama air mata yang sudah menumpuk di kelopak matanya.

Nain yang mendengar itu semua rasanya hatinya terguncang, Nain tahu pasti perasaan Zei mengenai Coffe Shop peninggalan orang tuanya. Hanya itu satu-satunya peninggalan orang tua Zei sebelum meninggal.

Nain kemudian mengusap pelan bahu Zei. Zei semakin tak bisa menahan air matanya hingga jatuh membasahi pipinya.

"Jangan pernah tinggalkan aku sendiri, Nai."

Nain tersenyum lembut, "Tidak akan, Zei. Aku akan selalu bersamamu."