"(Dia melihat, bisa melihatku? Bahaya! Aku tidak bisa bertemu dengannya saat bersama Fiyyin, jika tidak, Fiyyin akan mengetahuinya.)" gumam Vaqsyi dalam hati. Kemudian Vaqsyi menyunggingkan senyuman kecilnya karena ini kesempatan bagus untuk melanjutkan rencananya, terlebih Nain sedang sendiri tanpa Fiyyin di sisinya.
"(Benar-benar ceroboh.)" kata Vaqsyi dalam hati kemudian mulai menjulurkan tangannya, dengan begitu saat Nain meraih uluran tangan Vaqsyi, Vaqsyi akan membawa Nain pergi ke alam jin.
"Baiklah. Ayo bersalaman. Semoga kita bertemu lagi."
Nain menatap ragu juluran tangan Vaqsyi padanya. Namun Nain segera membuang perasaan ragunya dan hendak meraih uluran tangan Vasyi.
"Ba-" belum sempat Nain meraih uluran tangan Vaqsyi, Vaqsyi lebih dulu menurunkan tangannya.
"(Sia*! Aku merasakan Fiyyin berjalan ke arah sini.)" Vaqsyi menyimpan dalam hati setelah menurunkan tangannya. Kemudian Vaqsyi kembali menatap Nain, "Ayo bersamamu di pertemuan selanjutnya." kata Vaqsyi terburu-buru kemudian segera meninggalkan Nain.
Nain menautkan alisnya. Menatap heran dengan Vaqsyi yang terlihat khawatir dan berjalan meninggalkannya menuju gang kecil.
"Apa yang kau lakukan di sini?" sebuah suara yang terdengar khawatir dan tiba-tiba membuat Nain menoleh ke arah sumber suara tepat di belakangnya.
"Kau?! Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Nain dengan terkejutnya karena bertemu dengan pria yang ingin ia hindari di luar sekolah, cukup di dalam sekolah dan di kelas saja Nain menerima bertemu setiap saat dengan Fiyyin.
Fiyyin mengerutkan dahinya. Kenapa gadis di depannya ini malah balik bertanya padanya. Tapi, setelah di pikir-pikir Nain baik-baik saja setelah Fiyyin merasakan keberadaan Vaqsyi sebelumnya di sekitar sini.
Fiyyin kemudian menjulurkan jari telunjuknya dan menderong dahi Nain pelan. "Apa kau bisa mengecilkan suaramu? Kau sangat berisik." kata Fiyyin hampir tak bernada.
Nain mengusap dahinya setelah menepis tangan Fiyyin, "Kau benar-benar!"
Fiyyin terkekeh dan menyunggingkan senyumnya. Kemudian kembali menatap Nain, "Pulanglah."
Nain menautkan alisnya karena tak menyangka pria di deoannya ini menyuruhnya pulang. Apa dia perduli atau mengusir?
"Di luar sangat bahaya jika ku berjalan sendirian. Jangan jauh dari keramaian. Jika ku merasa jaln sepi, tunggulah beberapa orang yang lewat dan ku bisa ikut berjalan mengikuti mereka." kata Fiyyin lagi. Dan benar saja, Nain semakin terkejut setelah mendengar kalimat yang di ucapkan pria di depannya ini. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja pria menyebalkan dihadapannya ini berubah menjadi perhatian padanya. Nain sampai kehabisan kata-kata.
"Ba-baiklah."
*TheSecretOfMyDream*
Galtain mengubah-ubah posisinya karena merasa gelisah, sejak pagi ia hanya menonton tv sambil berbaring di sofa ruang tamu. Sesekali melirik pintu, berharap penghuni rumah atau sahabatnya cepat pulang rasa bosannya pergi.
Galtain kemudian berjalan dan melihat ke luar jendela, tak begitu jauh Nain berjalan pulang sendirian. Galtain merasa heran karena Fiyyin tak mengikuti Nain walupun dalm wujud kasat mata.
"(Kemana hantu itu? Apa dia mengabaikn tugasnya? Yang benar saja.)" kata Galatain dalm hati. Kemudian Galtain melihat Nain lagi yang berjalan semakin dekat, Galtain lekas menjentikan jarinya mematikan tv. Beberapa menit kemudian Nain masuk.
"Aku pulang." kata Nain saat melangkahkan kakinya masuk. Nain selalu mengatakan hal itu meskipun ia hany seorang diri di rumah ini. Kebisaan lam Nain masih tak ia tinggalkan saat orang tuanya masih tinggal bersamanya.
"Akhirnya seseorang pulang." Galtain tersenyum mantap Nain. Galtain kemudian teringat sesuatu, "Aku baru ingat jika menghabiskan beberapa makanan di kulkas. Apa dia akan menyadarinya?"
Nain berjalan menaiki tangga dan kembali memikirkan Fiyyin, "(Ada apa dengannya? Kenapa dia perduli?)"
"Apa yang dia pikirkan?" kata Galtain dalam hati mencoba mencari tahu.
"Tunggu," Galtain menghentikan langkahnya saat menyadari ada seseorang di luar. Galtain segera melihat ke luar dan mendapati Zei tengah berdiri di sana dengan sangat tampan. Berbalut kemeja hitam dengan kancing yang sengaja di lepas oleh Zei dan kaos putih yang terlihat serasi dengan jas yang ia kenakan. Tak lupa celana yang menjadi pasangan jas hitamnya dan sepatu yang berwarna sama. Zei menyisir acak poninya ke belakang sambil memegang ponsel di sebelah tangannya.
Galtain dengan tatapan tidak sukanya kemudian ke luar rumah menghampiri Zei. Zei menoleh membalas tatapan sinis Galtain dan mematikan ponselnya menunda untuk menelpon Nain.
"Ah! Kalian belum pergi juga dari rumah ini? Apakah seperti ini sikap jin besar?"
Galtain terkekeh. "Mencari tahu informasi tentang kami, ya? Apa kau tidak memiliki pekerjaan lain?"
Zei menyungging kan senyumnya. Sementara Galtain kembali terkekeh, "Kau tidak perlu repot-repot mencari tahu, karena aku bisa membe-" belum sempat Galtain melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba Fiyyin dari belakang menghetikannya.
"Gal?" kata Fiyyin, kemudian bertelepati. "(Tidak perlu memberitahunya. Jangan melibatkan manusia lagi. Aku baru saja bertemu dengan Vaqsyi, dia benar-benar serius dengan tujuannya.)"
"(Benarkah? Lalu apa yang akan kita lakukan?)" balas Galtain.
"(Menunggu, aku sudah menyuruh utusan untuk menyuruh thawabku ke sini. Dengan begitu kita akan tahu apa yang akan kita lakukan selanjutnya.)" Galtain membalas dengan anggukan kecil. Kemudian Fiyyin kembali menatap Zei.
"Ah! Teman kelas. Kenapa dunia ini sangat kecil sehingga kita sering bertemu. Benar-benar menyebalkan." kata Fiyyin setelah bertelepati sebentar dan berdiri di samping Galtain yang membelakangi pintu.
Zei tersenyum kecil, "Sepertinya kalian benar-benar menginginkan menumpang tinggal di rumah ini. Apakah kalian tidak bisa pergi saja dan mencari tempat lain?"
Fiyyin merenggangkan kerah bajunya sambil menautkan alisnya, "Ah! Sepertinya mulai panas."
"Dua lawan satu sepertinya seru!" sahut Galtain bersemangat.
Zei terlihat mengepalkan tangannya, "Benar-benar," baru Dei hendak melangkah maju, Zei langsung terhenti karena dari belakang dua ibu-ibu tengah menertawainya.
"Ahaha... Tidak waras? Apa kau dengar itu? Mereka menertawaimu." Galtain terkekeh.
Fiyyin tersenyum kemudian melangkah masuk, "Ayo! Aku ingin segera tidur di atas."
Galtain masih dengan tawanya kemudian mengikuti Fiyyin. "Tunggu aku. Aku juga ingin tidur di kamar."
"(Menyebalkan!)" Zei menahan kekesalannya dan mengepal kuat tangannya. Kemudian menggaruk tengkuknya seraya bernyanyi kecil.
"Love Wheel nanana...." Zei kemudian berbalik ke arah suara yang mengejeknya tidak waras sambil tersenyum. Ke dua perempuan itu seketika memerah melihat ketampanan Zei dan bertengkar kecil dengan temannya.
"Kau yang mengatkannnya tadi?"
"Tidak, kau yng mengatakannya. Bagaimana mungkin aku mengatakan pada pria tampan itu."
Zei menyungging kan senyumnya, menyisir ke belakang rambutnya dan berjalan memasuki rumah Nain.
Sementara di dalam kamar, di mana Nain tengah asiknya berias diri di depan cermin. Fiyyin dan Galtain mempeributkan rambut Fiyyin yang baru.
"Lepaskan! Kau merusak Rambutku!" teriak Fiyyin kesal karena Galtain tak henti-henti memainkan rambutnya.
"Kau tahu? Ini pertama kalinya aku melihat golongan jin issy merubah warna rambut putihnya. Ini sangat menakjubkan." kata Galtain dengan kejahilnnya mengacak-acak rambut Fiyyin. "Kau adalah yang pertama kali mengubah warna rambutmu dan meninggalkan ke identikan golongan issy yang mengutamkan warna cerah seperti langit." sambung Galtain lagi.
"Aku tidak perduli. Lepaskan!" Fiyyin tak lagi menepis tangan Galtain, namun memutar tangan Galtain agar jera mengacak rambutnya.
"Akh! Akh! Sakit."
"Lagi?!" Fiyyin menekankan dan semakin memutar tangan Galtain berlawanan.
"Tidak! Tidak!" Galtain meringis.
Fiyyin menyunggingkan senyumnya. Kemudian melirik ponsel Nain di atas karpet yang baru saja mendapat pesan masuk. Nain tak mendengarnya karena asik berias diri. Fiyyin lagi-lagi tersenyum karena Nain tak melihatnya. Kemudian Fiyyin menepis tangan Galtain, engambil ponsel Nain dan membuka pesan dari Zei.
"Nai, aku menunggu di ruang tamu. Kau tidak lupa hari ini, kan?"
Setelah membaca pesan dari Zei, Fiyyin terkekeh. "Cih! Memangnya ini hari apa?" gumam Fiyyin.
Sementara Nain telah selesai berias diri dan baru saja keluar dari kamar mandi mengganti baju. Dengan dress selutut berwarna putih, rambut panjang yang sengaja di gerai dan make up natural yang dominan dengan peach membuat Nain terlihat lebih cantik natural dan feminim. Galtain yang tengah berbaring di atas ranjang seketika membulatkan matanya melihat kecantikan Nain.
Tak jauh berbeda dengan Fiyyin, sementara memegang ponsel Fiyyin hampir tak berkedip melihat Nain yang berbeda dari biasanya dengan gaya asal-asalannya. Takjub, iya. Fiyyin kemudian segera meletakkan kembali ponsel Nain saat Nain mulai mencari-cari benda tersebut di atas nakas. Nain benar-benar lupa menaruh benda tersebut di mana.
Saat ponsel itu kembali berbunyi karena sebuah panggilan yang berasal dari Zei. Nain segara mengambil ponsel itu dan menjawab panggilan.
"Halo! Zei. Aku sudah selesai." kata Nain sambil tersenyum melihat bayangannya di cermin.
"Aku pikir kau melupakan hari ini. Turunlah, aku sudah menunggumu di bawah."
"Benarkah? Sejak kapan? Maaf membuatmu
menunggu lama. Aku akan segera turun." Nain terlihat tidak enak dan bergegas berjalan turun.
"Baiklah." Zei mengembangkan senyumnya.
"Cih!" Fiyyin berdecak pelan.