Nain melirik sesekali ke belakang karena Fiyyin berjalan di belakangnya. Beberapa menit yang lalu ia membuat urat malu Nain putus, tunggu, tapi sejak di dalam kelas saat Nain buang angin. Harus di taruh di mana lagi wajahnya, dia tidak akan bisa menghindar mengingat saat ini satu sekolah terlebih mereka satu kelas.
Nain kemudian mempercepat langkahnya. Fiyyin semakin jauh namun kemudian terlihat buru-buru mengikuti langkah Nain.
"Ada apa dengannya, dia mengikutiku?" Nain berjalan menunduk sambil melirik ke belakang. Fiyyin sedikit berlari dan segera menarik Nain yang hampir membentur dinding.
"Apa yang kau pikirkan? Berjalanlah dengan benar." kata Fiyyin dengan nada datar. "(Apa aku harus selalu di dekatnya untuk memastikan dia aman, benar-benar ceroboh.)" gumam fiyyin dalam hati seiring menatap Nain.
"Te-" Nain yang tadi ingin berterimakasih karena menyelamatkannya tiba-tiba berubah kesal dan mendengus setelah menelaah ucapan Fiyyin yang tidak bernada, "Ganti wajahmu, aku membencinya!" kata Nain spontan. "Lagi pula karena siapa aku jadi begini, menyebalkan." Nain menatap Fiyyin sinis.
Fiyyin mengerutkan dahinya kemudian mendekatkan wajahnya dan berbisik, "Jangan jatuh cinta padaku, atau kau akan terjebak selamanya."
Nain memundurkan wajahnya dan mengernyit, "(Apa-apaan dia tiba-tiba mengatakan hal seperti ini?)"
"Jatuh cinta? Padamu? hah! yang benar saja." Nain menghembus napasnya, "Tidak akan. Aku sudah memilih seseorang dan itu bukan dirimu!" Fiyyin hanya tersenyum dan menggeleng.
"Aneh!"
"Nai?" Nain berbalik mendengar suara yang tak asing lagi baginya, "Zei?" Nain kembali menatap Fiyyin sinis, "Jauhkan wajahmu!" Fiyyin tersadar dan segera memundurkan wajahnya.
"Nai? Ayo masuk, pelajaran akan segera di mulai." Nain membalas mengangguk dan lekas berjalan cepat tanpa sepatah katapun. Zei berjalan mendekati Fiyyin dengan tatapan sinis, berbeda dengan Fiyyin yang tersenyum kecil. Nain menoleh ke belakang melihat Zei tak mengikutinya sementara dia yang menyuruh Nain untuk segera masuk.
"Zei?!"
Zei mendengar Nain memanggil namanya dan menoleh, "Aku akan segera menyusul, kau deluan saja Nai." seru Zei.
Nain mengernyitkan dahinya kemudian menggidikan bahunya, berusaha tidak ingin mencari tahu kemudian kembali melanjutkan jalannya. Fiyyin hendak berjalan menuju kelas namun Zei menghentikannya.
"Apa yang kau lakukan di rumahnya, apa kau pen*un*it?" tanya Zei spontan.
Fiyyin tersenyum kemudian menoleh, "Aku? Pen*un*it?" Fiyyin menunjuk dirinya kemudian tertawa, "Haha! Yang benar saja. Kau sendiri tahu, energikuku berbeda dari jin biasanya. Aku bukan jin rendahan seperti biasanya."
Zei tersenyum, "Lalu apa yang kau lakukan? Jin dari kalangan Qomaqy yang suka tinggal di gunung dan issy namun tidak memiliki sayap." Zei memperjelas kembali ucapannya dengan maksud menyindir, "Ah! Jalis, bukankah kau tinggal di sana? Kembalilah ke asalmu."
Fiyyin menepuk pundak Zei dengan tatapan serius, "Berhati-hatilah dengan ucapanmu. Kau tidak tahu apa-apa tentangku." jawab Fiyyin dengan nada menegaskan kemudian berjalan meninggalkan Zei.
"Lalu apa alasanmu? Kenapa harus rumah Nain yang kau tinggali?!" kata Zei lagi.
Fiyyin menoleh, "Kau akan tahu sendiri."
*TheSecretOfMyDream*
Selama pelajaran Nain hanya diam dan sesekali melirik Zei yang diam tanpa sepatah katapun. Biasanya Zei selalu mengganggu Nain selama pelajaran jika merasa bosan, namun kali ini Zei terlihat berbeda dengan membaca buku yang Nain tidak tahu apa.
"Ada apa dengan Zei. Dia terlihat lebih berbeda dari sebelumnya." Nain menaruh kepalanya di meja bermaksud mengintip judul buku yang di baca Zei, "Jenis-jenis jin dan ke-" belum selesai Nain melanjutkan perkataannya tiba-tiba dari belakang Fiyyin melanjutkan apa yang ingin di ucapkan Nain, "Kekuatannya."
Nain langsung membangkitkan kepalanya dan menoleh, "Bagaimana kau tahu. Kau mengin-" Nain segera menutup mulutnya. Ada apa dengannya, jika Nain mengatakan "mengintip" pada pria di belakangnya sama saja Nain mengatakan apa yang tengah dia lakukan.
Nain kembali menoleh dan mengambil bukunya dengan pura-pura membaca. Fiyyin tersenyum, "(Menggemaskan.)" kata Fiyyin dalam hati. Seketika Fiyyin teringat dengan kata menggemaskan yang ia katakan barusan, "Lupakan!"
Fiyyin kemudian melirik sekitarnya yang tengah memperhatikannya dan saat itu juga Fiyyin mendengar ucapan salah satu siswi, "Nain. Lihat saja di jalan sebentar lagi." Fiyyin kemudian memalingkan pandangannya berusaha tak perduli. Pikirnya, hari ini saat pulang sekolah ia ingin langsung mengganti warna rambutnya di salon terdekat jadi ia ingin terbebas sebentar menjadi pengawal hari ini, lagi pula itu hanya urusan sesama manusia.
Kringg!! Akhirnya pelajaran selesai dan semua siswa berkemas untuk segera pulang. Nain segera mengambil tasnya dan berjalan ke luar kelas. Zei yang masih di kelas segera mengeluarkan ponselnya dan membuat pesan, "Aku akan menjemputmu setelah pulang sekolah. Aku membutuhkan jawabanmu, Nai. Jangan membuatku menunggu terlalu lama. Aku mencintaimu." Zei lekas menekan tombol kirim kepada Nain.
Nain mengeluarkan ponsel dari sakunya saat mengetahui ada pesan masuk dan langsung membacanya.
"Ah! Aku hampir lupa jika Zei menyatakan perasaannya tadi. Bod*h! Bod*h! Pantas saja Zei tidak mengusiliku seperti biasanya dan bersikap seperti pria sungguhan." Nain kemudian segera membalas pesan Zei, "Lalu bagaimana dengan jam kerja hari ini?"
"Aku tutup. Aku belum memesan beberapa kopi impor yang menjadi menu utama, kau tidak perlu merasa cemas." balas Zei.
"Baiklah. Aku pulang lebih dulu. Dahh!" Nain kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan melanjutkan jalannya. "Ini benar-benar sulit."
Berbeda dengan Fiyyin, baru ia mulai berdiri dari duduknya tiba-tiba salah satu siswi menghampirinya dan meminta nomor ponselnya.
"Aku sangat menyukaimu. Apa aku boleh mendapatkan nomormu?" kata siswi itu sambil tersenyum lembut dengan manisnya.
"Aku tidak memilikinya." jawab Fiyyin dengan seadanya. Ia memang tidak memiliki ponsel karena alam jin tidak membutuhkan itu.
"Ah! Kau berbohong. Bagaimana mungkin kau tidak memilikinya, lalu apa gunanya ponselmu?" kata siswi itu lagi, berpikir jika Fiyyin hanya beralasan tidak mau memberikan padanya.
"Aku tidak memiliki ponsel. Permisi, aku buru-buru." Fiyyin segera meninggalkan siswi itu. Siswi itu memajukan bibirnya dan menatap Fiyyin kesal, "Bilang saja tidak mau memberikannya. Tidak perlu berbohong seperti itu, memalukan."
"Sttt! Kasihan sekali. Kau pikir semudah itu. Apa kau b*d*h, kau tidak lihat sejak Fiyyin datang hanya berbicara dengan Nain?" tukas siswi yang duduk di belakang kursi Fiyyin.
"Tidak. Lagipula mereka terlihat bertengkar. Jangan menggangguku, aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan Fiyyin."
"Cih! Lebih baik aku segera menyusul Nain, sebelum dia terlalu jauh dan rencanaku gagal."
*TheSecretOfMyDream*
Fiyyin berjalan sambil melihat sekelilingnya yang sibuk dengan ponsel di tangan mereka. Fiyyin mulai penasaran apa yang membuat mereka begitu menyukai ponsel.
Akhirnya Fiyyin berhenti di toko ponsel v*v*. Banyak ponsel berbagai macam bentuk di sana. Fiyyin tersenyum dan berjalan masuk ke toko itu.
"Ada yang bisa di bantu? Boleh tanya-tanya dulu. Semua akses lengkap dan kamera sangat baik. Harga bervariasi mulai dari yang termurah hingga termahal. Boleh di lihat lebih dulu. Mas, tampan." penjaga itu merona melihat ketampanan Fiyyin dari dekat.
"Aku ingin lihat yang itu." Fiyyin menunjuk salah satu ponsel berwarna putih.
"Silahkan." penjaga memberikan ponsel itu pada Fiyyin. "Benar-benar selera yang bagus. Itu adalah ponsel terbaik dengan harga tertinggi."
Fiyyin tersenyum sambil mengutak-atik ponselnya dengan lancar. Selang beberapa menit kemudian Fiyyin menggeleng, "Apa yang kulakukan? Aku tidak membutuhkan ini!" Fiyyin segera meletakkan kembali ponselnya di atas meja dan berbalik berjalan keluar dengan buru-buru.
"Ada apa mas? Apakah tidak suka dengan modelnya? Bagaimana dengan harganya? Saya akan memberikan diskon 40% untuk mas. mas! mas!"
Fiyyin tak menghiraukan dan terus berjalan. "Tidak! Tidak! Aku adalah keturunan issy, tidak memerlukan alat komunikasi seperti itu. Ayah(kandung) akan marah jika mengetahui hal ini. Apa yang akan mereka katakan, keturunan issy dengan kemampuan terbang membutuhkan alat seperti itu? Yang benar saja."
Fiyyin kemudian melihat salon khusus pria dan lekas berjalan ke sana. Saat tiba, Fiyyin di sambut dengan ibu penjaga dengan istimewa di sana.
"Akhirnya aku melihat pria yang sangat tampan, ayo masuk-masuk." Kata ibu penjaga dengan sangat senang.
Fiyyin tersenyum dan mengikuti. "Ayo duduk-duduk," kata ibu penjaga lagi mempersilahkan. "Kau sangat tampan, nak. Aku benar-benar bosan akhir-akhir ini melihat pelanggan yang begitu-begitu saja, apa lagi ini, aku benar-benar bosan melihatnya setiap hari, hahahaha." ibu penjaga menunjuk seseorang di sebelahnya.
"Aku anakmu, bu." Kata pelanggan yang di tunjuk ibu penjaga yang ternyata anaknya sendiri.
Fiyyin tertawa kecil lalu membuka suara, "Saya buru-buru, saya hanya ingin mengganti warna rambut menjadi hitam. Apakah bisa? Tapi saya akan membayarnya saat kembali lagi ke sini, karena saya tidak membawa emas." kata Fiyyin menjelaskan.
"Ya ampun, suaramu sangat bagus. Tidak apa-apa. Di sini sudah biasa. Tapi pria tampan seperti ini, saya akan memberikan gratis tapi dengan syarat,"
"Syarat?"
Setelah selesai Fiyyin keluar dari salon tersebut dan tersenyum kecil memandang fotonya yang tertempel besar di sana, "Ini adalah pertama kalinya aku dimintai syarat seperti ini. Benar-benar menyenangkan."
*TheSecretOfMyDream*
Napas Nain tersengal menatap beberapa pria di sekitarnya, sementara jalanan yang ia lewati sangat sepi. Pria di sekitarnya mengelilinginya sambil tersenyum sinis.
"Cantik. Boleh dong jalan bareng? Ya, kan?" Kata salah satu pria pada 3 temannya.
"Benar. Hanya jalan-jalan saja, bagaimana?" sambung pria lainnya.
"Buat jadi pacar cocok banget, di tempat kita gak ada yang secantik ini."
"Hush! Dia ketakutan. Tenang saja, kami tidak berniat buruk, kok."
"Pergilah! Aku sedang buru-buru." Nain hendak berjalan lebih dulu. Salah satu pria itu hendak menyentuh Nain namun di hentikan oleh pria tinggi yang tiba-tiba datang menepis tangan pria yang hendak menyentuh Nain.
"Kalian sangat lemah. Aku tidak mau berurusan dengan manusia lemah seperti kalian, pergilah." kata pria tinggi itu.
"Wah, sombong sekali pria tinggi ini." kata pria dari salah satu gerombolan itu meremehkan.
"Hahaha!" sahutan tertawa terdengar dari pria yang mencoba mengganggu Nain.
"Pergilah. Atau aku akan mematahkan tangan kalian." Tegas pria tinggi itu menatap 4 gerombolan yang mencoba mengganggu Nain. Kemudian merangkul bahu Main dan berkata, "Gadis ini milikku."
"Eh! Jangan-jangan abangnya. Ayo cabut! Cabut!" kemudian salah satu pria gerombolan itu pergi dan diikuti yang lainnya.
Nain tersenyum dan menundukan kepalanya, "Terima kasih."
Pria tinggi itu tersenyum kecil penuh arti. Nain hendak melanjutkan jalannya namun terhenti, "Ah! ya. Saya akan membalas kebaikan anda jika bertemu lagi. Tapi, nama anda siapa? Siapa tau kita akan bertemu di jalan, aku akan menyapa."
"Vaqsyi, Vaqsyi Gifritan. Kau harus mengingatnya." jawab pria tinggi itu.
"Ah! ya. Pasti saya akan mengingatnya, pak."
"(Dia melihat, bisa melihatku? Bahaya! Aku tidak bisa bertemu dengannya saat bersama Fiyyin, jika tidak, Fiyyin akan mengetahuinya.)" gumam Vaqsyi khawatir dalam hati setelah mendengar Nain memanggilnya denga sebutan pak.