Chereads / Mengambil kembali cintanya / Chapter 17 - What happen with me: Faras

Chapter 17 - What happen with me: Faras

"Ras!! Faras!! lo ada didalam bukan? Kalau lo tidak menyahut juga, gue akan dobrak secara paksa pintu kamar lo!!!."

"Hahhh!!."

Suara gedoran dan teriakan diluar berhasil membangunkan gue dari mimpi buruk. Keringat sebesar biji jagung membanjiri wajah dan sekujur tubuh gue dan gue mengusapnya cepat sambil mengatur napas yang masih terasa berkejaran.

"Faras!!. Sialan, jawab gue kalau lo masih ada didalam kamar kampret!!."

"Tunggu, gue ingin ganti baju lebih dulu."

"Anjimk lu! dari tadi seharusnya lo menyahut. Gue tunggu disini, lima menit." Ujar suara diluar yang gue kenali dan entah bagaimana dia bisa datang kemari.

Gue mengganti baju dengan baju tidur celana panjang dan sebentar meraup air membasuh wajah yang terlihat sangat buruk setelah mimpi itu. Tapi terasa nyata dan tubuh gue seketika bergetar tanpa sadar.

Menyeramkan jika itu benar nyata, gue sangat sangsi akan biasa saja jika sampai gue bertemu dengannya. Uh!! mimpi sialan.

Gue menatap pantulan diri gue di kaca washtafel sebentar untuk melihat wajah pucat pasi gue dengan mata yang masih sipit sehabis bangun tidur. Gue segera keluar sebab Abi terus memanggil nama gue tidak sabaran seperti orang yang mengantri sembako.

"Faras!!"

"Tunggu elah. Gue baru akan membuka pintu. Jangan kaya mama deh, suka gedor pintu kaya dikejar maling!!."

Gue membuka pintu dan Abi segera menarik tubuh gue dan memeriksa seluruhnya dengan memandang dari ujung kepala sampai ujung kaki. Membalikkan tubuh gue untuk melihat lagi dan lagi sampai gue kesal dan memprotes.

"Apa sih, kok jadi pusing kanan, pusing kiri gini. Gue jadi kaya gansing!."

"Gue khawatir, sebab orang suruhan gue mengatakan kalau lu sedang di ikuti dan diincar dengan orang yang belum gue indentifikasi sebab info belum terkumpul."

Kemudian Abi melepaskan gue dan menatap wajah gue yang terlihat pusat dia langsung menyadari. Gue langsung mengalihkan wajah dari tatapan menyelidiknya dan bertanya.

"Kenapa malam begini lo bisa datang kerumah gue?."

"Kenapa wajah lo pucat gitu?. Apa ada yang menggangu atau menguntit lo?."

Abi balik bertanya dan pada akhirnya gue hanya menjawab pertanyaan itu dengan bahu yang melemas.

"Gue mimpi buruk and feel so bad. Gue sampe keringatan dan ganti baju, thanks for you karena ngetok pintu kamar gue kaya kebakaran jenggot yang akhirnya membangunkan gue dari mimpi buruk."

"Apa seburuk itu, sampai wajah lo pucat?."

"He'em."

"Baiklah, mari kebawah dan minum air lebih dulu. Gue juga bawa cilung dan bakpau juga cemilan lainnya sebab gue sudah menghubungi tante dan om untuk menginap disini selama mereka pergi bisnis."

Ucap Abi sambil memboyong gue menuju dapur kemudian duduk dengan patuh. Tangan gue dengan cekatan mengambil cilung yang sangat gue sukai, adonan yang terbuat dari aci dan ditaburi entah apa tapi menyerupai abon yang rasanya gurih dan pedas. Sebelumnya gue mamang meminta dibelikan seperti wanita hamil yang hamil muda, nyidam makanan.

Gue mencari tapi tidak pernah menemukan si mamang cilung. Seperti kata pepatah sosial media, kalau dicari nggak ketemu giliran tidak dicari malah ada sendiri. Seperti sekarang ketika gue sudah mulai menyerah untuk memakan cilung malah ada sendiri dibawakan oleh Abi.

"Di jalan gue nemu si mamang di pinggir jalan, cukup rame dan isinya kebanyakan anak-anak yang lagi malam mingguan. Gue agak nggak nyaman soalnya di liatin bocil sampe ada yang moto gue, kan ngeri, creepy gitu. Buat apa coba poto gue. Nggak sopan banget."

"Itu karena mereka nggak menyangka ada cowok tampan dengan mobil mahal turun dan membeli cilung di pinggir jalan sangatlah langka. Jadi di era serba sosial media mereka ingin membuat pengakuan bertemu cowok tampan dan mengaplod, viral dan mereka terkenal kemudian di undang ke acara. Hm... begitulah kurang lebih sepertinya."

Terus gue ngakak sendiri dengan penjabaran ngarang yang gue buat, sedang Abi mencebik sambil memandangi gue makan. Walau rasa takut itu sedikitnya mulai hilang tapi masih saja ada yang teringgal dalam ingatan.Kita berdua akhirnya mengobrol sampai lewat tengah malam dimana para pembantu sudah bangun untuk bersiap membersihkan rumah.

Gue langsung hengkang ke kamar dengan Abi yang juga ikut dan tidur disofa kamar yang letaknya ada diujung ranjang gue. Dia bilang, ingin meminimalisir kejadian yang tidak di inginkan sebab pelaku penguntitan pada gue belum teridentifikasi.

"Selamat tidur dan mimpi indah Ra." Ucap Abi sebelum dia mendengkur mendahului gue yang masih terjaga sampai beberapa menit kemudian gue menyusul Abi menuju kegelapan.

.

.

.

"Lu tau, si Dini kemarin ngomongin lu dan bilang lu udah kaya lonte dan pake jampe-jampe sampe laki kaya Daniel oppa mau sama lo. Bilang lo muka dua dan sebenarnya punya hubungan sama si Abi yang pacarnya si Anya. Kampret banget, nggak ngaca dia yang jablay mau aja diajak tidur sama om-om girang!!."

Gue hanya duduk diam mendengarkan aduan teman sekelas gue bernama Anggun. Teman satu kelas dengan gue yang memulai pengakuan apa yang dia dengar. Asal kalian tau, dia sebenarnya adalah uler yang sedang mengadu domba di balik kata teman yang ingin memberitahukan keburukan orang yang sudah membicarakannya.

"Terus dia bilang ke anak kelas kalau lo itu sombong banget padahal hidup dengan harta orang tua. Barang branded hasil minta-minta sama teman yang kaya aja belagu. Dia juga bilang lo katanya tidur bareng sama teman laki lo si Farrel sama Abi. Kan parah banget, nggak habis pikir gue."

"Iya? Kok bisa sih?."

"Ya bisalah! Kalau orang iri mah pasti jelek sedikit tuh bakalan jadi senjata. Buat jatuhin lo."

"Oh.... yaudahlah, intinya gue nggak melakukan yang dia omongin ini."

"Dih. Nggak bisa gitu donk, harusnya lo damprak tuh si Dini dan geng cablak sok asiknya. Kalau gue mah bakalan gue cegat dan ajak baku hantam. Cuman gue liatin aja dulu waktu mereka jelek-jelekin lu depan gue, pura-pura jadi teman padahal gue udah enek banget pen murka!!."

"Iya ya."

Gue menjawab singkat pembicaraan ini agar selesai sebab masalah seperti ini tidak harus di tanggapi, biarkan mereka berapi-api membicarakan gue ketika gue tidak melakukan apa yang mereka bicarakan. Lelah hati jika di tanggapi dan agar pembahasan ini selesai gue menjawab ya saja. Yang akhrinya membuahkan hasil sebab Anggun mulai kesal karena jawaban singkat gue.

"Yaudahlah, bener kata lu. Cape kalau ditanggapi nggak kelar-kelar."

Anggun melihat arlojinya dan berjengit terkejut sambil berdiri dan berkata dengan cepat-cepat.

"Ra, gue telat masuk kelas. Anjir!!. Bayarin ya, kan lu orang kaya masa nggak bisa bayarin makan siang gue. Gue pergi eklas dulu. Dah..."

Yah... itulah maksud akhir keinginan Anggun, menjual info untuk di traktir secara tidak langsung dia hanya memanfaatkan gue untuk uang. Dia sebenarnya baik jika saja pertemanannya tidak berisi perempuan malam yang suka minum dan ngobat, walau tidak semua itu buruk. Tapi dalam sikap Anggun itu memang membuktikan tatak rama yang minim.

Anggun adalah salah satu teman gue yang menikah muda karena kebobolan semasa SMA, tapi padahal dia juga salah satu keluarga yang sangat berkecukupan sebab dia mengatakan. Dia tidak sekolah sampai tamat, hanya dua tahun dan dia menyogok untuk ijasahanya, akunya waktu mengenal gue dapat menerima bobrok dan bar-barnya hidup tanpa aturan miliknya.

Dia bercerita suaminya juga sering kali kedapatan saling bertukar pesan dengan lawan jenis dengan sangat tidak mencerminkan seorang laki-laki berumah tangga, isinya mesra sekali. Anggun tidak peduli selama hidup enikahnya tidak dikekang dia fine-fine saja dengan perselingkuhan suaminya.

"Gue sering bilang sama suami gue, terserah lo mau sama siapa aja. Gue malah beruntung kalau sampai lo minta cere."

Itu kata dia ketika bercerota pada gue tanpa beban sehabis membeberkan aib suami sendiri.

"Dia yang berulah dengan selingkuh malah sering mengecek hp gue. Ketar-ketir takut gue selingkuh, padahal dia sendiri yang mendahului. Dia itu baik didepan saja, padahal seringmukulin gue dan anaknya sendiri. Lu pernah liatkan gimana suami gue ngjaga anak gue padahal dirumah kalau tengkar ama gue sering main tangan!!."

Kalau kalian pikir menjadi orang kaya itu enak sebab dapat membeli apapun dengan uang itu benar tapi buruknya. Jika kita tidak punya hati yang besar kita akan silau dengan harta kita sendiri dan menjadi sombong juga mikin hati.

Karena berkucupan kadang membuat orang lupa diri untuk bersyukur dan menjaga apa yang sudah ada dalam genggaman.

Jadi jangan pikir itu selalu menjadi mudah dalam banyak hal, kematian tidak dapat dibeli untuk dapat nego bukan? Itu sudah ketetapan, maka besarkan hati itu lebih baik dengan dibarengi doa dan usaha.

.

.

.

Lalu terjadi lagi, keanehan itu ada setelah gue bangun dari tidur dikamar gue.

Gue sadar ada yang aneh dari area yang sangat privasi bagi wanita, sebab gue sedikitnya merasa ada ketidak nyamanan terasa ketika gue berjalan. Menatap lagi pantulan tubuh telanjang gue didepan cermin dimana ada tanda merah tepat di sebelah ujung rangsangan payudara gue.

Disana terdapat bercak merah menyala, menandakan kissmark itu masihlah baru. Gue jadi mengingat ucapan Abi dua hari lalu dan itu terjadi ketika Abi tidak dapat menemani gue karena dia perlu ikut perjalanan bisnis dengan kakeknya.

"Apa yang terjadi sebenarnya?."