"Sangat mengecewakan." Gumam kepala keluarga Lee ketika berbincang dengan gue dan bang Keenan.
Beberapa membahas bisnis dan segala tentang klien. kapal kargo dan masukan untuk menarik investor manaruh saham pada perusahaan kita. Gue mencoba masuk dalam pembahasan walau banyaknya gue diabaikan, bang Keenan tetap menarik nama gue di setiap topik.
"Bagaimana maksud anda tuan?."
"Tidak. Hanya saja, si tua Nugraha itu sangat mengecewakan karena mempercayakan perusahaan pada anak yang belum matang usianya." wajah tua itu memandang kedepan tanpa menatap gue maupun bang Keenan.
Gue tau itu sindiran tersirat dengan terpilihnya gue sebagai CEO menggantikan papa. Pada akhirnya gue diam dan hanya balas tersenyum, konsekuensi diremehkan dan di tindas memang ada.
Gue harus tahan banting dan kokoh dalam mendapat dorongan dan tekanan untuk turun dari jabatan. Gue perlu kekuasaan untuk melindungi orang-orang tersayang gue. Ada beberapa orang berkata, terkadang dunia bisnis tidak 100% putih.
Ada lingkaran setan disana, yang mengikat para pembisnis dan perusahaan dibawah pemerintahan dalam politik maupun kebusukan dalam transaksi.
Gue sudah lumayan hattam dari kegiatan yang bang Keenan lakukan, juga seringnya gue memperhatikan cara kerja papa dan kakak pertama gue. Mas Damar.
.
.
Ruang rapat terasa menegangkan dan auranya membuat siapa saja yang masuk kedalam ruangan akan tau, ada kekeras kepalaan dan keegoisan nyata. Gue yang berdiri dihadapan semua direksi menarik napas menahan gejolak emosi sambil menopang tubuh diatas meja.
Urat ditelapak tangan terlihat ketika gue mencengkram meja, menjilat bibir gue yang terasa kering, berdiri dengan tegak dan menatap para direksi yang ngotot dan tetap pada pendiriannya, tentang pembangunan dan tender yang gue ambil tidaklah akan menaikkan penjualan apalagi harga saham.
"Apa begini cara kerja perusahaan tanpa pak William?. Egois dan keras kepala tanpa mau mendengar lebih dulu, apa begitu cara kerjanya?. Keukeuh dengan pilihan tanpa melihat peluang lain yang lebih besar namun di mata terlihat seperti seonggok kotoran?. Apa karena saya terlalu muda, sampai kalian melupakan jabatan saya disini? Saya bisa menurunkan jabatan kalian dan melihat pola kerja anda sekalian disini yang tidak kompeten tapi merasa paling pintar!."
"Saya hargai pendapat dan masukan kalian. Tapi yang saya lihat dan dengar sedari tadi, kalian mendorong saya untuk tidak usah ikut campur dalam divisi lain. Kalian tidak menghargai pendapat saya, kalian terus mencari celah untuk menjatuhkan. Persentasi pun berjalan dengan biasa tanpa ada peningkatan signifikat, berkas pun tidak siap ketika rapat akan berjalan. Sudah berapa kali terjadi sejak saya menjabat?."
"Sering!. Sangat sering sekali, bukan."
Gue mulai kesal, amarah tidak terkontrol membuat gue membuka kartu salah satu direksi. Melihat suasana dan mulut para kepala direksi setiap divisi mulai terdiam, menutup mulut mereka dengan geraham mengeras menahan lonjakan emosi karena direndahkan oleh gue.
Apalagi tadi gue sempat membawa nama papa, untuk menggertak.
"Pak Hartono, kalau anda memang keukeuh karena tidak terima saya yang masih muda lebih tinggi jabatan dari anda. Maka, anda yang lebih berpengalaman malah melepaskan salah satu manajer yang mengeluarkan uang perusahaan untuk properti tidak penting, namun tidak ada dalam catatan administrasi?. Apa begitu seharusnya seorang CFO bekerja?."
Wajah tua pak Hartono, sebagai CFO perusahaan memucat. Dia sadar itu adalah kelalaian yang disengaja. Merasa perusahaan mulai melonggarkan audit membuat diri semena-mena.
'Sialan! dari mana anak bau kencur ini tau?.'
Gerutuannya dalam hati, menahan diri agar tetap santai.
"Tetap saja, tender ini tidak begitu penting. Untuk apa kita ikut partisipasi. Apalagi pembangunan hotel dan beberapa apartemen juga terkendala izin dari pemerintah!." Salah satu yang juga keras kepala membuka suara lagi.
"Betul. Pembangunan hotel di bali dan vila terbengkalai karena dana dan izin."
Gue menatap kearahnya.
"Masalah itu sudah terselesaikan, seharusnya anda mengecek lebih dulu. Bukan hanya membicarakan omong kosong belaka."
Gue menyeringai merasa menang, menutup semua mulut para tua bangka ini.
"Dana itu dikorupsi oleh salah satu direksi, dan pemerintah tidak menerima pengajuan beerkas untuk izin pembangunan dari perusahaan kita."
"Saya sudah menangani dan akan membawa ke meja hijau. Jadi begitulah cara kerja para direksi, banyak korupsi yang tidak temukan dalam perusahaan. Banyak surat izin terbengkalai. Orang dalamlah yang membuat perusahaan gulung tikar. Betul begitu pak Hartono?."
.
.
Tenaga gue terkuras habis, menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Memejamkan mata lelah dan menyandarkan punggung pada sofa rasanya begitu nikmat dan membahagiakan. Tubuh gue rileks tapi tidak untuk waktu yang lama.
Karena tidak lama suara desahan datang dari dalam satu kamar di apartemen gue dan membuat gue membuka kedua mata mendengus.
"Bara sialan!! Sejak kapan dia ada di apartemen gue?!."
Berjalan ke titik suara, gue berteriak didepan pintu tanpa mau repot memikirkan orang didalam sana akan terkejut atau apapun itu.
"Heh, Bab*. Kasih tau cewek lo buat jaga suara, nggak usah berisik kaya itik ayam deh! Gue mau istirahat."
Kemudian suara itu hilang, tapi decitan ranjang malah terdengar nyaring. Apalagi suara bertabrakan itu menjijikan masuk ke dalam indra pendengar.
Gue kesal, jadi dengan bodohnya gue malah tendang pintu kamarnya yang ternyata tidak tertutup dengan benar dan langsung terbuka lebar.
"Anj*ng!! Gibran, sialan lo!!."
Oh, yeah. Gue melihat komedi dimana Bara menutup penyatuannya dengan si perempuan yang kemarin dia bawa ke pesta. Dimana dia benar-benar melindungi dan menutupi ketelanjangan si perempuan yang biasanya dia tidak akan peduli.
Suara terengah mereka terdengar memburu sampai ketelinga gue, padahal jarak pintu dan ranjang mereka cukup jauh. Ah, kampret. Gue iri liat Bara memeluk perempuan itu.
"Pergi lo sialan! Dan tutup pintu nggak berguna itu."
Gue menatap kearahnya sini sambil mencebik, si Bara malah makin teriak belingsakan tidak suka.
"Nggak usah ngeliat kearah cewek gue lu, babi!."
"Makannya kalau nutup pintu pastiin udah dikunci!!."Setelah itu suara pintu tertutup keraslah jawaban dari ucapan gue itu.
Kesal dan panas dingin. Gue jadi mengingat Faras, kelembutannya dan bagaimana suaranya mengalun.
"Anjir. Nggak usah diinget!. Horny, nggak ada yang mau tanggung jawab. Bajingan banget!!"Gusar gue berjalan menuju kamar.
Masuk ke kamar gue melepas jas dan celana gue. menyisakan boxer dan kaus dalam. Merebahkan diri di atas ranjang dan kembali memejamkan mata. Ingatan beberapa minggu lalu kembali datang dan tidak pernah pergi.
Hah, otak bego ini malah mengingat lagi.
Pelukan hangatnya masih dapat gue rasakan, usapan menenangkannya. Gue merasa beruntung akan rasa putus asa yang membawa Faras datang memeluk gue. Lembut tubuhnya bisa gue rasakan sekarang. Napas gue mulai berhembus berat, tangannya yang memeluk gue terasa nyata sekarang dalam bayangan gue.
"Alah!!."
Gue bangun dengan segera dan berjalan menuju kamar mandi. Sepertinya dopamin gue sangat tinggi sampai membuat gue terangsang hanya dengan bayangan kelembutan itu. Tidak boleh, gue perlu mandi air dingin. Kalau perlu sangat dingin.
.
.
Matahari masih malu-malu untuk menampakkan cahayanya yang tidak mungkin terlihat jelas, langit sedikit tertutup awan hitam. Pagi itu rasanya angin berhembus lebih kencang dari biasanya hembusan dijam pagi dikota metropolitan. Sepertinya akan turun hujan.
Gue membenarkan jam tangan dan mengancingkan kemeja bagian pergelangan yang belum sempat gue benahi, karena diburu dengan amarah Bara di apartemen akibat ulah gue semalam menendang pintu kamar sampai menampilkan dua objek anak adam tanpa busana.
Dia hampir memukul gue karena perempuan itu semalam menghentikan permainan dan subuhnya meninggalkan Bara begitu saja dan hilang kontak, semua akses Bara diblokir. Gue tertawa mengingatnya.
Sumpah, sepertinya perempuan bukan wanita yang sering Bara tiduri. Ada percikan rasa yang sampai membuat Bara si don juan kota, tidak karuan karena kehilangan kontak untuk menghubungi perempuan itu. Menarik.
Menjalankan mobil menuju perusahaan sambil sesekali mengecek email yang masuk pada hp gue selama macet.
Macet adalah makanan sehari-hari insan yang mencari nafkah.
Sampai di kantor gue berjalan menuju lift khusus, namun ketika gue berjalan kesana, dari kejauhan ada dua orang yang sudah ada didalam sana dan pintu lift tertutup tanpa menunggu gue.
Salah satu direksinya dan seseorang yang gue kenal. Tapi untuk apa, karena tadi yang gue lihat. Mereka terlihat mesra. Oh, jangan sampai ini seperti apa yang gue pikirkan.
Tidak, gue tidak boleh ikut campur. Terserah dengan mereka dan apa yang terjadi.
Di kantor gue segera melihat berkas dan mulai menanda tangani beberapa. Kemudian suara ponsel mengintrupsi gue.
"Ya."
"..."
"Itu bagus, kamu hold up dulu. Tunggu sampai saya bilang up, kamu up semuanya. Saya tau sekarang keluarga Kim sedang dalam perebutan harta. Apalagi setelah warisan dibagikan, mereka tidak terima dan saling menusuk. Tidak ada artinya lagi ikatan darah yang mengalir ditubuh mereka,"
"..."
"Iya, mungkin nanti. Seminggu dari sekarang atau ketika saya bisa dapat perhatian tunangannya. Ok. Tapi kabar ini belum menyebar luaskan? Hanya kalangan atas?,"
"..."
"It's oke, kalau begitu. Terus cari tau lagi, karena kemarin dia berani sekali membawa wanita yang bukan tunangannya ke pesta. Sedang tunangannya datang dengan orang lain. Hahahaha. Oke kalau begitu, thank ya."
.
.
Gibra: Hei. Mungkin ini awal baik untuk memulai, aku nggak akan menyerah walau kamu menolak aku. Aku tetap akan mengejar sampai kamu sendiri lelah dan memasrahkan diri pada keadaan yang ada.
Gibran: Dan... Oh. Aku kirim kamu jajanan kesukaan kamu, nanti mungkin 15 menit lagi akan datang. Jangan lupa untuk makan tepat watku.
Faras: GILA! BERHENTI SAMPAI DISINI GIBRAN!!!!
Gibran: Mana bisa. Hahahaha. Kamu hanya tinggal menerima limpahan cinta dan kasih sayang aku ke kamu. Kamu tidak perlu melakukan hal lain. Hanya diam dan liat. Sampai kapan kamu bisa menolak aku.
Gibran: Good luck, babe.
.
.
.
*Chapter depan: Faras*
"Salma bersikap berbeda sejak dia bertemu dosen pembimbingnya. Gue rasa ada sesuatu yang dia sembunyiin. Dan...gue sempat liat, ada cupang di bagian dada yang nggak sengaja gue liat," ujar gue tak yakin pada akhir kalimat.
"Tapi, gue juga pernah liat. Dibelakang leher tepat dibawah rambut, dan dia juga lebih sering gerai rambut ketimbang dia kuncir. Gue liat ketika dia angkat rambut karena kegerahan, itu bener-bener jelas. Ada dua cupang!."
"Gue rasa, Salma bertingkah seperti sugar baby." Ucap Abi, dimana gue dan Farrel berkata 'HAH' dengan kerasnya.
.
_Daniel Kim membawa perempuan berkewarganegaan korea bersamanya ketika mendatangi pesta pertunangan sekaligus ulang tahun cucu bungsu keluarga Nugraha di singapura. Lalu bagaimana dengan Farasya Mahendra yang diakui sebagai tunangannya._
_Daniel Kim di kabarkan akan membatalkan pertunangannya._
_Keluarga Kim kini dalam masalah. Korupsi yang dilakukan salah satu pama Daniel Kim dan salah satu sugar baby yang menampilkan diri, karena mendapat ancaman pembunuhan angkat bicara pada publik, membuat gempar dunia bisnis_
.
.
HEII. AKU TUNGGU KALIANNN UNTUK MUNCUL. HUHUHUU SEPI SEKALI LOHH. TOLONG TINGGAKN JEJAK UNTUK AUTHOR INI.
SPEAK UP DONKK KALAU ADA KEKURANGAN PADA TULISANKU. JANGAN DIEMIN AKU HUWEE. NGGAK ENAK LOH DI DIEMIN HUHUHUHU. *PLAK
JAGA KESEHATAN KALIAN YAAAAA.
TERIMA KASIHHH...