SANTAI SAJA... INI BARU DIMULAI WKWKWKW( ͡° ͜ʖ ͡°)
SELAMAT MEMBACA(/◕ヮ◕)/
_____________
Sudah sebulan pasca aku keluar dari rumah sakit dan mengetahui jika pertunanganku batal, lagi. Percaya atau tidak, sekarang aku malah tidak peduli. Aku mungkin menangis diawal karena menyesali diri yang lagi-lagi mengulangi kesalahan yang sama, aku tidak menyesal menerima lamaran Daniel.
Yang aku sesalkan adalah diriku sendiri. Tenggorokanku juga sedikitnya agak baik, aku dapat menelan makanan seperti biasa walau masih dengan bubur yang lama-lama rasanya membuat enek dan ingin muntah.
Bayangkan saja selama satu bulan lebih aku selalu makan bubur dan cemilan yang sudah halus maupun lembut. Apalagi tiba-tiba saja, orang tuaku pergi untuk perjalanan bsinis lagi. Huh.
Ini semakin menjadi-jadi dan aku merasa sakit, tentu saja.
Dinding hatiku retak ketika melihat dan memperhatika papa yang acuh padaku. Mamapun tidak membantu banyak untuk perasaanku, yang membenarkan jika orang tuaku memang tidak terlalu peduli pada diriku.
Mereka menjaga jarak dan hanya aku yang berusaha mendekati orang tuaku.
Aku dirumah, selalu ditemani oleh Abi, sedang Farrel sesekali datang. Untuk Salma, Abi sudah mengusahakan untuk melindunginya dari tuntutan paman Daniel, yang menggugat karena pencemaran nama baik.
Salma sudah dalam perlindungan Abiandra, aku merasa sedikitnya tenang.
Pada akhirnya, karakterku yang acuh tak acuh ada karena aku mencoba membentengi diri dari berharap pada orang lain. Terakhir kali aku berharap, aku ditinggalkan dan dipermalukan oleh tunanganku.
Aku hanya percaya pada ketiga sahabatku saat ini, mereka yang ada apapun keadaanku. Mereka yang lebih banyak meluangkan waktu untuk diriku yang haus akan afeksi, aku ingin diperhatikan dengan kasih sayang.
Aku ingin selalu diingatkan dan dihargai apapun hal yang kulakukan, agar aku percaya jika aku memanglah berarti.
Sejujurnya aku sudah tidak tau bagaimana bentuk perasaanku yang lebih sering ditinggal pergi oleh kedua orang tuaku, tapi melihat perut mama semakin terlihat, entah kenapa aku jadi iri melihat ayah memperlakukan bayi yang masih dalam kandungan itu dengan begitu perhatian.
Meski dia akan menjadi adikku ketika dia lahir. Aku hanya tidak rela dia mendapatkan perhatian yang tidak kudapatkan dari papa. Aku kesal. Aku marah dan getir.
Ayah tetap perhatian namun aku selalu merasa ada sekat dan itu membuat aku juga kadang kala enggan mengobrol dengan ayah.
Jadi ketika Daniel melamar, aku tidak begitu berharap.
Sekali lagi, aku hanya terkejut dan kecewa. Itu saja, buktinya sekarang aku hidup seperti biasa walau dari pihak keluarga Daniel belum ada yang datang untuk mengonfirmasi ataupun meminta maaf.
Danielpun seakan keberadaannya hilang entah dimana, hanya segelintir berita daily yang mengatakan jika Daniel tengah mempersiapkan pernikahan dengan wanita korea pilihan kakeknya.
"Makan Ras, jangan nonton doang. Ini gue nemu tukang bakpaw pas jalan kesini," perintah Abi yang datang membawa bakpaw dalam piring beserta air minum.
Aku memandangnya malas, aku merasa tidak bergairah akhir-akhir ini. Apalagi entah bagaimana, Gibran jadi sering berkunjung kemari dan Abi maupun Farrel menerima. Aku tidak menolak sebab tidak ada lagi rasa sesal maupun benci, Aku sudah relakan dan jadikan itu pelajaran.
Aku sudah ikhlaskan itu kawan. Aku tidak mau membelenggu hatiku dengan dendam hanya untuk menyiksa batin, aku tidak mau. Tidak mudah memang, tapi aku bisa pada akhirnya untuk memaafkan.
"Enek, Bi."
"Cepet sembuh makannya, caranya adalah menghabiskan bubur lo, sekarang!." Titah Abi menyodorkan sendok berisikan bubur yang sekarang jadi aku benci. Uh!.
Akhirnya aku membuka mulut dan merasakan tekstur lembek bubur dengan kecap manis, bubur kesukaanku tapi sekarang sangat tidak ingin ku makan.
Walau kuah buburnya akan selalu berubah, dari kuah ayam, daging maupun ikan. Itu jadi tidak begitu membosankan, aku hanya tidak suka dengan teksturnya ini. Seriusan deh.
"Abis ini kan bisa makan bakpaw. Teksturnya lembut, gue udah nanya ke dokter dan dibolehin. Gue beli rasa cokelat sama ayam, tuh makan semuanya buat lo." Ujar Abi setelah aku berhasil memasukkan suapan terakhir kedalam mulut.
"Tapikan guenya udah kenyang, tutup panci!."kesal, gue merebut gelas ditangan Abi dan menenggaknya kasar.
Melupakan tenggorokanku dan aku langsung mengeluarkan air minum itu ketika sakit menusuk itu terasa sampai keluar melalui hidungku dan rasnaya perih.
"Kan, kan!!. Pelan-pelan makannya. Nggak bakal minta gue juga,"
Tapi yang terjadi aku malah menangis, tiba-tiba saja semua perasaan yang tadinya kutahan malah meluap karena rasa sakit sebab aku menelan dengan terburu-buru.
Aku mulai terisak dengan wajah jelek, sambil menatap kearah Abi yang mengusap kedua pipiku. Aku benar-benar merasa sedih dan sendirian, aku butuh dukungan orang tua, aku sempat putus asa akan sakitku.
Karena selama dirumah sakit, aku tidak pernah sekalipun ditemani mama apalagi ayah. Mustahil sekali, ayah hanya memikirkan tentang bisnisnya dan mama hanya bisa pasrah ikut bepergian menemani.
Rasa putus asa karena sakit di dada dan tenggorokanku yang terisolasi selama sebualn lebih dirumah menjadi cepat stres dan frustasi. Aku butuh keluar rumah tapi tidak diizinkan oleh Abi maupun Farrel.
Aku juga rindu celotehan Salma. Aku rindu perhatian kecil mama yang jarang aku dapatkan, aku rindu ketika aku bisa mengobrol bersama tiga kawanku. Kenapa semua musibah ini terjadi padaku?.
Aku jadi mempertanyakan ini pada semesta. Setidak berharga dan tidak bergunanya diriku kah, sampai semua yang tidak dapat ku tampung meluber bersamaan menutup dirinya dengan luka dan rindu.
"Tenang... Aku disini buat kamu, gak akan ninggalin kamu. Percaya sama aku..."Ujar Abi sambil menarikku kedalam pelukan hangatnya.
.
.
"Ngapain lo dateng?," aku bertanya sarkas kepada Gibran yang ada didepan rumahku.
Dia datang dengan bingkisan makanan ditangan, aku tau karena aromanya sangat kuat menyengat penciumanku. Aromanya terasa nikmat, aku jadi salah fokus.
"Aku dateng untuk jaga kamu, Abi nggak bisa kesini karena ikut rapat direksi. Farrel lagi nyusul Salma dari kantor firma. Jadi cuma aku yang bisa dateng hari ini karena lagi free," jelasnya panjang lebar tanpa kuminta.
Karena dirumah cuma ada pembantu dan pak supir, aku merasa sendirian dirumah. Aku juga lapas. Bibi malah memasakkanku bubur lagi, padahal ini sudah hampir empat bulan.
Waktu berjalan sangat cepat bukan, dan selama itu juga Daniel tidak datang menemui orang tuaku ataupun aku. Kabar terakhir kalau Daniel sudah akan melangsungkan pernikahan tiga bulan kedepan.
Aku akhirnya mempersilahkan Gibran masuk, dirumah juga terlalu sepi. Sambil membawa masuk Gibran dan mengesampingkan masa lalu diantara kami, sebab aku tidak menutup diri kalau membutuhkan teman dirumah besar ini.
Gibran masuk dan berkecimpung didapur, mengeluarkan makanan yang ia bawa. Menyajikannya diatas meja makan dengan lihai, seakan dia adalah pelayan restoran yang handal menyajikan pesanan pelanggannya dimeja.
"Kemari, jangan berdiri disana. Makanan ini gak akan bikin kamu kenyang kalau diliatin,"
Aku mendekat dan duduk dihadapan Gibran, menolak kursi disebelahnya yang sudah dia pegang. Gibran yang kuperlakukan begitu hanya tersenyum memandangku sedang aku mendengus tidak suka. Niatnya mau membuat dia kesal, tapi kenapa dia malah terlihat senang begitu.
Aku mulai makan dalam diam tapi tidak lagi merasa kosong dan kesepian sebab keberadaan Gibran yang menemani aku dimeja makan. Biasanya tiap sarapan dan waktu makan, aku hanya akan ditemani kekosongan yang nyata.
Sampai rasanya aku jadi terbiasa walau nyatanya tidak. Aku hanya menutupi itu dengan bersikap cuek, faktanya berbanding terbalik.
"Apa yang kamu lakuin hari ini?,"
"Bernapas,"
"Selain itu,"
"Entah."
Kemudian aku mendengar suara tarikan napasnya jadi aku mendongak untuk melihat, apakah dia kesal dengan jawabanku. Tapi ternyata tidak, sialan.
Dia malah tersenyum yang membangkitkan detak tidak beraturan yang berdesir hangat dalam dada. Oh, tuhan. Jangan panggil rasa itu lagi, jangan hadirkan lagi. Doaku, kemudian menunduk.
Namun tanpa kusuruh Gibran bersuara, menceritakan tentang harinya. Aku tetap diam.
"Kalau hari ini, aku dibuat kesal. Kamu tau kan, sudah hampir dua tahun ini aku menjabat menjadi CEO diperusahaan papa. Disana... mereka nggak nerima aku, aku harus kerja keras. Walau sudah hampir dua tahun diperusahaan, tetap belum terlihat hasilnya. Semua orang memojokkan aku atas kesalahan bawahan, yang dipegang masing-masing divisi, mengatas namakan aku yang baru menjabat dan masih muda, mereka mengkambing hitamkan aku. Dan aku,"
Gibran berhenti bercerita, seketika aku mendongak, melihat kedua pasang kelereng miliknya menatap kosong kearahku sambil tersenyum hambar. Dia terlihat tertekan.
"-Aku capek, aku gak tau. Sejak aku mutusin pertunangan kita, semua yang aku lakuin rasanya berantakan. Gak ada lagi suport dan pelukan untuk aku dikala resah, aku gak bisa lagi dengerin suara kamu dengan segala petuah agar aku jaga kesehatan, gak ada lagi sosok yang mau percaya untuk dukung apa yang aku jalani. Semua orang hanya menekan aku untuk melepas jabatan dan tetap pada kursi kekuasaanku sebagai CEO."
Mendengar suaranya yang getir penuh sesal, sedikit membuat gue iba dan ingin memeluknya. Aku tidak membenci Gibran atas perselingkuhan maupun batalnya pertunangan kita, karena sejujurnya aku juga memanfaatkan Gibran dalam hubungan kami.
Dimana aku hanya butuh afeksi dari segala perhatian yang Gibran limpahkan padaku dimasa jenuh ketika itu, dimana aku butuh seseorang disisi. Walau ada sakit disudut hati, yang artinya hubungan kami memang sudah tidak sehat.
Mungkin itu sebabnya Gibran mulai merasa tak nyaman, walau aku memperhatikannya. Dia jenuh dan memilih patah karena bosan padaku. Yang akhirnya membuat dia memilih jalan selingkuh, mungkin, begitu juga ketiga mantan tunanganku.
Mereka memutuskan dengan cara berselingkuh, karena mereka sadar aku memanfaatkan mereka untuk mendapatkan afeksi yang tidak kudapatkan dari orang tuaku.
"Mungkin ini terlambat..."
Gibran berdiri dari kursinya dan berjalan memutari meja makan panjang kemudian berlutut tepat disebelah tempatku duduk.
"Gibran!!. Apa yang kamu lakuin..."
"Aku minta maaf... maaf... maafin aku, Ras. Atas semua kelakuanku dan perlakuanku sama kamu...Aku sangat meminta maaf..."
"Berdiri Gibran, jangan kaya gini."
"Maafin aku.."Dan dia mulai menangis diatas pahaku, dia menumpukan dahinya disana.
Aku pun ikut menangis, air mata sialan ini terus saja hadir tiap kali melihat kesakitan Gibran. Sedari dulu begini, tidak pernah berubah.
Walau entah kenapa, aku merasa permintaan maafnya lebih dari yang dia lakukan padaku. Tapi aku tidak dapat merabanya.
.
.
Aku mendapat kabar jika Farrel dan Salma tidak jadi datang kerumahku, pupus sudah semangatku. Surut bak air sungai ketika musik kemarau. Aku jadi tidak bergairah melakukan apapun sampai sibrengsek Gibran merayuku untuk menemaninya nonton.
Disinilah kita setelah drama besar itu terjadi, kita sedang duduk didalam bioskop menonton film yang aku juga tidak hapal judulnya. Film action pilihan Gibran dimana aku juga sudah merasa jenuh karena tidak tau ingin melakukan apa didalam rumah, jadi ku iyakan ajakannya dengan hati dongkol.
Kami akhirnya melakukan kompromi untuk hubungan yang terlanjur rusak. Memperbaiki yang bisa kami perbaiki, dan si brengsek ini dengan mudahnya memintaku kembali semudah menjilat ludahnya. Hah, mana mau aku.
Aku bilang saja padanya dengan kedua mata masih memerah pasca menangis bersamanya.
"Jika orang lain memberikan kesempatan pada peselingkuh, maka aku tidak."
Tapi dia membalas dengan wajah sehabis menangis yang jelek dan sayu, beserta senyuman indah terpatri.
"Aku akan tetap pada jalan mengejarmu walau kamu menolakku. Aku menggantikan usahamu yang dulu ku sia-siakan, jadi selamat menerima segala limpahan perhatian dan cinta yang ku punya seluruhnya."
Aku memucat dan ingin memukul kepala mantan tidak tau diri dihadapanku segera. Yang mana hampir saja aku ingin meninggalkannya, namun segera di cekal olehnya. Namun tetap tidak menarik ucapannya itu, jadi ku tendang kuat-kuat tulang keringnya sampai Gibra jatuh dan mengerang keras.
______________
[SELESAI MEMBACA JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KOMENTAR DAN BATU DAYA KALIAN
(๑˃̵ᴗ˂̵) UNTUK SUPORT AUTHOR DALAM MENULIS. TERIMA KASIH BANYAKKKK]ﻭ