Oh ya, tentu pada akhirnya disinilah gue. Membawa beserta Della bersama gue karena paksaan mama dan gue tidak dapat menolaknya, Dia memakai dress dengan bagian kedua bahunya terlihat. Angin malam di vila dekat sawah ini membaw angin malam lumayan dingin.
Gue sesekali melihat Della bergidik kedinginan tapi seringnya gue abaikan, sampai gue bertemu Bara dengan wanita yang berbeda dari yang ia bawa ke apartemen. Perempuan yang dia bawa ramping dan tinggi semampai sangat berbeda dengan perempuan yang biasa Bara tiduri, yang berisi di tempat paling kaum adam sukai.
"Weyyy, bawa pasangan. Tumben benerrr dah."
Mulaikan, mulut si Bara mendadak hilang segel. Dengan setelan jas yang rapih Bara telihat maskulin dan seperti seorang pria pendiam yang tsundere, padahal mulutnya sudah seperti petasan banting.
Gue mengabaikan Bara dan mengedarkan pandangan pada ruangan, semua orang memakai pakaian formal berwarna sama. Perempuan dan laki-laki yang menawan berkumpul disini, sebagian adalah selebgram terkenal yang diundang.
Sengaja untuk memeriahkan party di akhir acara yang akan sangat liar. Percayalah, selebgram yang datang di pilih, yang cantik, sexy dan menawan. Dipastikan akan diundang dalam party, yang beruntung akan mendapat sponsor sekaligus kekasih atau malah jadi teman tidur.
Sangat liar dan tanpa aturan sebenarnya pesta ini. Yang selalu diadakan oleh seorang anak pengusaha sukses dibenua asia ini. Makannya Della ikut serta, karena dia salah satu mahasiwa aktif dan terkenal karena kemolekan tubuhnya, apalgi dia dikenal banyak pengusaha karena pernah tidur bersama.
Jangan kaget, memang beginilah dunia sebagian besar orang dimuka bumi. Lebih gelap dari yang pernah kita bayangkan. Dulu gue juga pernah mengikuti party yang hampir sama dimana salah satu sekelompok selebgram perempuan sudah menjadi target.
Target untuk ditiduri. Semua orang yang datang sudah membuat surat pernjanjian terbuka dan uang kompensasi jika melanggar dan menyebar luaskan yang terjadi dan masalah dalam pesta sampai media malah yang akan dijadikan tersangka. Sama seperti saat ini.
Kalau kalian bertanya, kenapa pesta seperti ini tetap didatangi dan tidak ditutup atau diadukan oleh semua yang datang kedalam pesta. Perlu kalian pahami kalau ada beberapa perkara yang tidak mudah diselesaikan apalagi dihilangkan, kalian hanya bisa menolak dan menghindar.
Sama seperti pesta sekarang, seharusnya selebgram sudah tau konsekuensinya dan menolak untuk tanda tangan kontrak dalam mengikuti party. Tapi mereka menerima dan yang mengadakan hanya mengangguk dan mengiyakan penuh makna.
"Gila ya... Karena makin banyak freelance perempuan cantik disIni udah kaya surga. Nggak bisa dilewatin." Celetuk Bara disebelah gue.
Menoleh kebelakang dan melihat Della tengah mengobrol dengan perempuan yang dibawa oleh Bara. Badan Bara besar tapi lebih tinggi gue dari dia ketika kami berdiri bersisian seperti sekarang, di dekat meja kudapan memandang kearah ballroom dimana perempuan dan laki-laki menari layaknya dalam club.
Mereka tertawa sambil memainkan games yang entah apa. Gue malas ikut, kesini hanya untuk menemui Ara. Della dan perempuan yang dibawa Bara mendekat kearah kami dan gue melihat Della menggosok-gosok kedua lengan kedinginan.
"Dingin, seharusnya kamu gunakan baju yang lebih tertutup." Ujar gue yang mana setelah itu kami berdua menatap dalam diam dan gue menoleh untuk melihat sekitar sampai kemudian gue melihat seseorang yang membuat hati gue terasa kosong.
.
.
.
Ara marah dengan raut wajah memerah, suaranya sangat jelas menggebu tak dapat mengontrol emosi. Gue membuat dia pergi dari hadapan gue karena ucapan gue yang mengintrupsi James memeluk pundak ringkih Ara.
Gue memang brengsek, layaknya serigala menatap mangsa yang sudah dibidik namun diambil oleh kawanan gue yang lain. Gue marah dan masih sempat merasa cemburu melihat hal itu didepan mata gue, padahal kita sudah tidak memiliki hubungan lagi. Dalam hati gue memaki diri sendiri. Dulu gue sangat bodoh dengan mengambil keputusan disaat rasa nyaman gue terhadapa Della menggebu-gebu dimana ketika itu cinta yang gue miliki masih subuh, emosi itu masih ada sampai saat ini.
Luapan cinta dan kasih sayang tidak dapat gue tutupi jika berhadapan dengan Ara. Dulu gue tidak pernah berpikir, bagaimana hidup gue tanpa memiliki Faras. Sekarang gue menyadari, tidak ada rumah senyaman ketika bersama Faras. Semuanya benar-benar berbeda 180 derajat dan gue berteman dengan sesal saat ini.
Selalu ada bagian yang kosong dalam diri gue. Dan saat ini gue ingin menjadi rumah tempat Faras pulang berkeluh kesah, dulu dia pernah bilang. Kalau dia merasa ketika bepergian tidak tenang sebab dalam perjalanan dia selalu memikirkan orang lain lebih dulu, memikirkan akan membeli apa dia disana, apakah cukup untuk orang-orang dirumah. Apakah sesuatu yang dia beli akan disukai oleh orang rumah dan banyak hal.
Itu adalah contoh kecil. Dia menomor duakan dirinya sendiri dan begitupun orang-orang disekitarnya yang berlaku seperti dia memperlakukan dirinya sendiri. Menjadi yang kesekian dan tidak pernah menjadi prioritas pertama.
Dan gue melakukan itu, menomor duakan perasaannya.
Perbedaannya sangat mencolok. Dulu Faras akan selalu menatap sebanyak apapun lelaki mendekati dan mencoba menikung gue, sekarang untuk menatap saja sepertinya dia sudah muak dan akan muntah melihat bajingan seperti gue masih merecoki setiap perkaranya.
Hanya satu yang gue inginkan sekarang. Memiliki cintanya kembali untuk diri gue, gue hanya menginginkan dia lebih dari yang gue kira.
.
.
.
Kami berdua berdiri ditaman belakang vila pukul empat subuh dimana sebagian orang divila masih tidur. Gue yang tak dapat tidur berjalan dengan jaket dan celana training untuk menghalau hawa dingin kemudian bertemu dengan Abi yang tengah duduk menatap hamparan langit yang masih gelap.
"Gimana kabar lo?." Gue buka suara dengan pertanyaan klasik.
"Baik."
Dan kita berdua diam kembali, gue ikut memandang kearah langit gelap dengan gemerlap bintang yang masih telihat pukul empat pagi ini. Cukup lama hening menyelimuti Abi memulai duluan dengan ucapan yang membuat gue mematung.
"Apa lo sadar. Kalau sekarang lo takluk dengan penyesalan yang lo perbuat sendiri."
"Maksud lo bagaimana?."
"Mengacaukan jalan hidup seseorang atas sikap lo. Apa lo pernah mikir itu?. Dengan menjegal tiap laki-laki yang ingin mendekati Ara, dengan alasan tidak bisa move on. Apa lo pernah mikir kalau hal itu bisa mengobati luka yang lo buat pada Ara?."
Gue manatap Abi, kawan Ara paling santai, yang sesekali gemulai itu terlihat begitu gentle dan auranya sangat dewasa. Lu tau bagaimana dia berucap tegas dan penuh ancaman.
Dia adalah kawan paling perhatian dengan Ara. Gue tau itu, sebab dia pernah mengancam gue dan menyuruh seseorang untuk memukul gue. Karena gue meninggalkan Faras dengan cara mempermalukan dia didepan banyak orang.
Dia adalah orang yang tidak ingin kedua tangannya kotor untuk membalas. Dia licik dan cerdik. Gue tau dan perlu hati-hati. Tapi ucapannya benar-benar tepat menusuk jantung dimana kekosongan itu ada. Tepat menghancurkan kepingan asa yang sempat gue bangun untuk mengokohkan kepercayaan diri bersanding dengan Ara lagi.
"Apa lo perlu bertindak begitu jauh hanya untuk menarik kembali Faras kedalam masalah hidup lo?. Sedang perkara hubungan lo dengan Della saja belum lu perjelas. Apa mau membuat Faras lebih sakit sampai tidak berdaia lagi?. Apa itu yang lo mau?."
Gue benar-benar kehabisan kata sambil meremas kedua tangan yang saling menggenggam. Gue tidak berpikir sampai kesana, hanya agar Faras kembali pada gue. Itu yang selalu gue pikirkan.
"Dengan membuat Faras mati karena cinta lo. Membuat Faras terancam karena lo membuat musuh mendekat melihat kelemahan lo ada pada Faras?"
Dan gue tterasadar seketika, bahwasannya gue telah mengambil langkah yang salah. Melupakan ancaman dari beberapa orang yang menginginkan kekuasaan perusahaan yang tidak rela gue menggantikan papa menjadi CEO.
Gue lupa kalau hidup gue memiliki banyak ancaman sedang gue tidak memiliki kekuasaan tetap untuk melindungi Fasar.
"Sialan!! Gue nggak berpikir sampai sana..."
"Berhenti, itu cararanya."