Chereads / Aku Dipinang Tentara / Chapter 15 - Dua Puluh Empat

Chapter 15 - Dua Puluh Empat

Setelah menempuh waktu sekitar tiga pulug menit tempat yang dituju akhirnya sampai, sebuah taman pinus yang menghijau, di samping taman pinus itu ada sebuah taman bunga yang saat ini telah mekar memenuhi taman. Berbagai macam warna bunga tersenyum manis menatap matahari yang hampir sore ini.

"bagus" kata Mega ketika ia menatap takjub dengan pemandangan di depan mata.

"pohon pinusnya juga bagus, sejuk di bawahnya" sahut Mega lagi. Abdi sedikit melirik perempuan di sampingnya ini yang selalu menawarkan senyuman yang teramat manis.

"maka nikmat manakah yang kamu dustakan" kata Abdi berujar mengutif arti dari ayat yang ada dalam surah Ar Rahman, surah yang di kagumi oleh hampir semua penduduk bumi. sambil mengikuti arah pandang mata istrinya yang begitu takjub memandang keindahan yang ada.

"terimakasih " sahut Mega lagi ketika dia mengalihkan pandangannya kepada Abdi.

"kamu menyukainya? " tanya Abdi

"sangat, bahkan sangat menyukai tempat tenang dan indah seperti ini"

"aku mau ke sana" tanpa perintah Mega langsung mengarahkan kakinya ke sebuah ayunan kayu yang baru saja di tinggalkan oleh orang lain.

Sebuah ayunan di bahan pohon pinus, entah bagaimana caranya para pengelola taman ini menyediakan ayunan yang cukup cantik.

Abdi mengikuti langkah istrinya itu, terlihat Mega begitu senangnya.

Setelah sekitar 30 menit mereka di sana hari sudah mulai senja.

"kita pulang sekarang! " pinta Abdi kepada istrinya itu yang masih asik dengan pandangannya di taman bunga.

"sebentar lagi ya! " pinta Mega dan langsung mendapat anggukan dari Abdi.

Dari kejauhan ada sepasang mata yang mengawasi setiap gerak-gerik mereka dan rona kebencian di wajah perempuan itu. Tempat yang dulu hampir di milikinya kini telah di miliki oleh orang lain.

"apakah dia telah melupakan ku? " tanya perempuan itu pada dirinya sendiri.

***

"sudah ku bilang berhenti mengikuti keinginan bodohmu itu, mereka sudah menikah dan kamu tidak di harapkan menjadi bagian darinya" Kata Jec berapi-api menasehati wanita yang hampir prustasi itu karenanya cintanya terabaikan.

"Lihat keadaan kamu sekarang begitu menyedihkan, apa susahnya menerima kenyataan Mala. kamu menyakiti dirimu sendiri" hampir putus asa Jec menasehati perempuan yang telah lama menjadi sahabatnya itu.

saat ini Mala telah terlihat begitu menyedihkan karena Abdi sekarang mulai mengabaikan panggilan telponnya, mengabaikan Pesan singkatnya. Semuanya bahkan saat ini dia sakit Abdi tidak perduli sama sekali. Justru kepedulian itu malah datang dari Jec sahabat baiknya.

"tapi aku ingin dia" sahut Mala lemah

"baiklah aku akan pinta Abdi untuk datang ke sini tapi ingat ini hanya pertemuan biasa dan kamu jangan pernah meminta macam-macam kepada Abdi"

Cukup lama Jec menghubungi Abdi tapi telpon itu terputus tanpa ada sahutan dari seberang sana. Awalnya Jec ingin membiarkan saja seperti ini tapi Mala sakit yang dia butuhkan itu Abdi bukan yang lain setidaknya ketika Abdi datang Mala mau sedikit membuka mulutnya untuk makan.

Setelah berjuang dengan selalu menelpon Abdi akhirnya telpon itu mendapat sahutan dari seberang sana tapi yang menerima bukan Abdi tapi isyrinya Mega.

"assalamualaikum " sapa Mega dengan sopan karena dari panggilan nomer tanpa nama. Awalnya Jec ragu untuk mengatakan tapi Mala sedang sakit sekarang.

"bisa bicara dengan Abdi! " pinta Jec dengan sangat sopan.

"mas Abdi lagi mandi nanti telponlagi saja mungkin sekitar 10 menit akan selesai" sahut Mega.

"tidak... kalau begitu saya bicara dengan kamu saja" kata Jec lagi

"iya bicara saja" sahut Mega lagi tanpa menghilangkan kesopananya.

Sejenak Jec menelisik hatinya "ternya istrinya Abdi begitu sopan"

"begini kamu tentunya tau siapa Mala" kata Jec berujar dia menjeda sebentar menelisik respon lawan bicaranya. Tak ada respon berarti dari Mega di seberang sana tapi jujur ketika nama itu di sebutkan dia teringat dengan tamparan dan mulut pedas perempuan yang berparas cantik itu.

"ada apa dengan dia? " tanya Mega

"dia sakit"

"kalau sakit kenapa menelpon kemari? " tanya Mega

"yang dia butuhkan itu bukan dokter tapi Abdi" kata Jec berujar sebenarnya dia agak berat bicara seperti ini.

"suami saya bukan dokter jadi tidak ada gunanya menelpon kemari"

"izinkan mereka bertemu? saya mohon untuk kali ini saja" Permohonan itu terdengar tulus tapi Mega berusaha mati-matian menahan air matanya dia tidak habis fikir pesona apa yang di miliki suaminya ini hingga Mala perempuan secantik itu tergila-gila dengan suaminya.

"itu bukan hak saya memberi izin"

"tapi setidaknya saya mohon bujuk Abdi untuk datang setidaknya sebagai teman"

"maaf saya masih ada urusan, selamat Malam. assalamualaikum " tutup Mega secara sepihak, hampir saja ia roboh dalam pertahanannya. Apakah dia terlalu dalam mencintai suaminya secara diam-diam bagaimana dengan suaminya itu apakah merasakan hal sama.

Abdi yang baru keluar dari kamar mandi menggunakan baju tidurnya yang sudah lengkap berjalan pelan mendekati perempuan yang sudah menjadi bagian hidupnya ini. Terlihat bahu Mega berguncang dia menangis, menangis dalam kesendirian. Abdi menyentuh pundak istrinya itu ada kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya.

"ada apa? " tanya Abdi yang berjongkok di depan istrinya yang ketika itu duduk di sisi tempat tidur. Mega mengangkat wajahnya ada buliran air mata.

"ada apa? " tanya Abdi sekali lagi, Mega bungkam dan bingung mau menceritakan. Abdi menghapus buliran air mata yang mengalir di mata wanitanya itu. Mega menyentuh tangan suaminya itu mencari ketenangan.

"Mala... Mala sakit" kata Mega berujar

"terus apa hubungannya dengan kita? " tanya Abdi

"dia ingin bertemu denganmu"

"saya tidak ingin bertemu dengannya " sahut Abdi cepat.

"Mas... tidak apa-apa jika kamu ingin bertemu dengannya dia sakit sekarang "

Abdi terdiam sejenak ini yang dari dulu ia takutkan, Mala akan lebih mengacau hidupnya mengapa perempuan itu tidak pernah puas dengan apa yang telah dia lakukan dulu dan sekarangpun masih saja merecoki hidupnya bahkan dengan alasan sakit, dengan mulut manisnya dia hampir menipu istrinya.

"baik saya akan temui dia, tapi kamu juga harus ikut" putus Abdi tanpa perduli penolakan Mega

"Mega tidak mungkin ikut mas... dia hanya ingin bertemu denganmu " tolak Mega yang tak di gubris sama sekali oleh Abdi.

"kamu ikut atau tidak sama sekali"

"tidak... Mega tidak mau... " sahut Mega keras kepala. Terlihat Abdi frustasi menghadapi istrinya itu tanpa fikir panjang dia mendorong istrinya itu ke ranjang membentengi sisi kanan dan kiri tubuh istrinya itu menggunakan kedua tangannya agar istrinya tidak memberontak.

"apa yang kamu lakukan mas?" Mega begitu ketakutan melihat kilatan kemaran suaminya yang sekarang sedang mengurungnya di atas kasur. Wajah mereka begitu dekat bahkan nafas Abdi begitu terasa berhembus di wajah Mega.

"Mengapa kamu terlalu baik, dia sudah menyakiti kamu Mega. apa kamu fikir saya tidak tau apa yang dia lakukan kepadamu. dia menamparmu bahkan kamu tidak mau menceritakan itu kepada saya, kamu tutupi semuanya. Megapa? " tanya Abdi, terlihat kilatan kemarahan di wajahnya, Mega menangis dalam diamnya.

"Maaf mas" Hanya kata itu yang keluar dari mulut istrinya. Abdi bangkit dari ranjang itu melepaskan kungkungannya kepada istrinya itu.

"kamu ikut saya sekarang kita selesaikan masalah ini"

***

Rumah itu terlihat sepi hanya ada satu buah mobil terparkir di depan rumah sejenak Abdi melirik Mega yang m dari tadi diam saja.

"kita sudah sampai, ayo turun! " perintah Abdi

Mega mengikuti perintah itu tanpa mau berkomentar apapun.

Abdi berjalan lebih dulu setelah di ambang pintu rumah itu dia mengetok pintu itu dengan penuh penekanan agar orang di dalam mendengarnya.

Seorang perempuan paruh baya membukakan pintu dan memeprsilahkan mereka untuk masuk.

"silahkan masuk tuan, non Mala ada di kamarnya" Ternyata yang membukakan pintu itu adalah pembantu di rumah Mala.

terlihat Mega ragu untuk masuk tapi Abdi langsung menarik tangan istrinya itu menyatukan jari-jari, mengalirkan kehangatan dari telapak tangannya.

"apakah ada orang lain di rumah ini? " tanya Abdi memastikan

"oh ada... tuan Jec temennya non Mala juga ada kalau nyonya tadi pergi sebentar "

"siapa mbok? " tanya Jec yang kebetulan saat itu ingin keluar.

" Abdi.., Syukurlah kamu datang... Mala ingin sekali bertemu denganmu.. ayo silahkan masuk" kata Jec dengan ramahnya tapi dia sempat melirik perempuan manis di samping Abdi yang begitu rapi dengan kerudungnya.

Ketika pintu kamar itu terbuka, Mala terlihat lemah di atas tempat tidur wakahnya yang selalu terlihat cerah kali ini meredup seperti tak ada cahaya di wajah itu.

"Abdi" sapanya penuh dengan bahagia dia bahkan seperti sudah sangat lama tidak berjumpa dengan laki-laki ini.

Mega menyembunyikan dirinya di balik punggung Abdi, terbersit rasa bersalah pada dirinya" apakah dia telah mencuri kekasih orang lain"

"kemari! tolong lebih dekat! " pinta Mala pada Abdi, perempuan itu dengan susah payah duduk di ranjangnya. Entah mendapatkan kekuatan dari mana hingga dia merasa kuat untuk duduk.

Abdi mendekat tanpa melepaskan genggaman tangannya pada wanita di sampingnya. Mala mengalihkan pandangannya kepada Mega, perempuan cantik yang dia anggap telah mencuri kekasihnya.

"kamu datang dengan dia" tanya Mala

"dia istriku sudah pasti saya akan bawa dia kanapun" kata Abdi terlihat dingin seperti biasanya.

"megapa... megapa seperti ini Abdi, aku tulus dengan perasaan ini tidakkah kau melihat itu" kata Mala dengan penuh rasa sakit.

"kamu salah menempatkan perasaanmu" sahut Abdi, Mega dia seribu bahasa apalgi Jec yang berdiri kaku di ambang pintu. Jec tidak pernah mencintai seseorang sedalam itu .

"tidak... aku tidak salah" sahut Mala dengan keras kepalanya.

"apakah kamu masih membenciku ketika Tania meninggalkanmu? aku melakukan itu karena.. "

"saya tidak mau mendengar nama itu lagi"

Tania siapa lagi nama yang di sebutkan Mala, Mega bahkan tidak pernah tau seperti apa masalalu suaminya itu bahkan ibu mertuanya juga menutupi itu, siapa Tania apa hubungannya dengan saya tidak mau mendengar nama itu lagi"

Tania siapa lagi nama yang di sebutkan Mala, Mega bahkan tidak pernah tau seperti apa masalalu suaminya itu bahkan ibu mertuanya juga menutupi itu, siapa Tania apa hubungannya dengan Abdi. Berbagai macam pertanyaan membuncah di kepala Mega.

"adakah aku di hatimu? " tanya Mala yang sudah kehabisan cara untuk menghadapi Abdi.

"maaf... " jawab Abdi singkat, ini memang menyakitkan tapi Mala harus di sadarkan dia harus sadar bahwa tidak semua keinginannya dapat terpenuhi.

Tanpa fikir panjang Abdi menarik serta istrinya keluar dari kamar itu. Mega terlihat kelimpungan dengan tarikan Abdi yang begitu mendadak.

Saat sampai di ambang pintu Mega dan Abdi siap untuk keluar Jec yang dari tadi mengikuti mereka tak bisa tinggal diam untuk menyuarakan isi kepalanya, apa yang di katakan Mala itu pasti menyakiti hati istri Abdi tapi di sini Jec ingin meluruskan.

"tunggu sebentar? " pinta Jec yang sudah mulai mendekat ke arah mereka, gengaman tangan Abdi menggerat seolah tak mau melepaskan perempuan di sampingnya ini.

"ada apa lagi? " tanya Abdi jengah

"kamu masih sama seperti dulu" kata Jec berujar

Ada tatapan kebencian di wajah Abdi ketika melihat Jec di depannya, dulu mereka bertiga bersahabat baik tapi semua itu hancur gara keegoisan masing-masing.

"ini sudah sangat lama Abdi, tidakkah kamu memaafkan kami? " tanya Jec penuh harap

"maaf" Abdi seolah mencela kata maaf yang di inginkan kawan lamanya ini.

"tidak ada yang perlu di bahas lagi apalagi berhubungan dengan masalalu yang tidak ingin sama sekali ku ingat" kata Abdi lagi berujar.

"kita harus luruskan ini" kata Jec tak mau kalah

"apa lagi yang mau di luruskan, saya sudah melupakan itu. Kita semua sudah hidup masing-masing selama ini aku masih mengizinkan Mala terlibat dalam hidupku hanya untuk menepati janji bodoh yang telah ku ucapkan, tapi dia... Dia dengan seenak hatinya menggangu istriku, menggangu kehidupanku. Apalagi yang dianinginkan, aku sudah jawab dari dulu kita bisa berteman tapi tidak bisa bersama" kata Abdi panjang lebar Jec tak berani menyela sebenarnya orang yang paling di benci Abdi adalah dirinya.

Mega bingung melihat ketegangan yang mulai memana antara dua orang yang ternyata berteman lama dan hal apa di masalalu yang belum di ceritakan Abdi kepadanya. Tidak Abdi tidak pernah menceritakan apapun itu yang berhubungan dengan masalalunya. Masalalu itu harus di kubur dalam-dalam agar rasa sakit yang di tinggalkan tidak menggerogoti lagi.

"ayo Mega kita pulang!" Ajak Abdi sambil menarik tangan isyrinya yang dari tadi tidak berani berkomentar apapun.

***

"ternyata kamu sudah menikah Mega" gumamnya dalam temaram kamar yang gelap wajah yang sama sekali tak terlihat.

Terlihat seorang perempuan memandang sebuah foto melihat dari aura yang dintimbulkannya perempuan itu sangat membenci apa yang terlihat di dalam foto itu.

"Tunggu kehancuran mu kali ini kamu akan hancur sama seperti ku, hancur tanpa sisa sama sekali" Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka lebar menampilkan sosok perempuan.

"kamu benar dia mengambil yang dulunya harus menjadi milikku, aku kesini menagih janjimu untuk membantuku"

"itu tidak jadi masalah" kata perempuan itu yang menjadi lawan bicaranya

"tapi bukankah wanita itu teman lamamu? " tanyanya menyelidik

"itu dulu tapi sekarang aku ingin melihat dia hancur hingga dia takmampu lagi untuk menatap mentari di siang hari"

"aku pegang janji mu, dan jangan pernah menghianatiku" ancamnya

"kamu bisa pegang kata-kata ku "

***