•-----•
Semoga kamu mengerti...
Saya ingin menjaga kamu dengan cara yang halal...
•-----•
"Kak, kenapa kita nggak langsung ke apartemen aja? Khuma capek tau kak!" protes Khuma sambil memainkan ekspresinya.
Fathan yang ada di balik kemudi menoleh sekilas dan tersenyum memaklumi, lalu kembali menatap lurus ke depan. Mereka berdua dalam perjalanan dari bandara menuju kantor Fathan.
Pasalnya, Jeffry --sahabat Fathan sudah menunggu kedatangan mereka berdua. Ah, lebih tepatnya Khuma. Hm... apakah Jeffry akan memperkenalkan dirinya langsung pada Khuma? Atau malah sebaliknya?
"Kamu nggak kepo sama kantor kakak? Yakin nih?" sahut Fathan mencoba menggoyahkan rasa lelah Khuma.
Khuma mendesah pasrah. Memang, dia sangat penasaran bagaimana suasana kantor sang kakak. Dia juga ingin mengamati siapa saja perempuan yang sedang dekat dengan kakaknya itu. Siapa tahu calon kakak ipar Khuma ada di kantornya kak Fathan, pikirnya.
"Ya udah, tapi jangan lama - lama ya kak. Khuma laper, terus pengen mandi juga karena Khuma lagi pms hhhh...
... kak Fathan tanggung jawab kalau Khuma nggak betah nanti ya!" lanjut Khuma memprotes tanpa henti.
Terkekeh pelan, Fathan mengangguk sambil melirik sang adik. "Kalau misalkan nanti betah, gimana?"
"Ya... nggak gimana - gimana kak." Khuma menjawab sekenanya.
Fathan kembali terkekeh sambil sesekali melirik Khuma yang tengah memejamkan mata. "Udah, kamu tidur aja dulu sebentar. Lumayan lama untuk sampai ke kantor kakak. Nanti kakak bangunin," ucapnya.
"Nggak ah, nanti kak Fathan nggak ada yang ngajak ngobrol." Khuma memang sebal dengan sang kakak, tapi tak sampai hati.
Diliriknya Khuma, ternyata perempuan itu menguap lalu menyapu wajahnya yang terlihat begitu lelah. Sebenarnya Fathan tak tega, tapi mau bagaimana lagi? Fathan sudah terlanjur berjanji pada Jeffry akan membawa Khuma ke kantornya.
Beberapa menit kemudian, mobil Fathan tiba di parkiran kantornya. Setelah melepas seatbeltnya, Fathan menoleh dan mendapati Khuma yang tertidur pulas. Padahal tadi menolak, tapi ternyata rasa lelah menggoyahkan ucapannya sendiri.
Terkekeh, Fathan menepuk pelan tangan Khuma. "Khuma... bangun."
Tak ada respon sama sekali dari Khuma. Itu sudah biasa, karena Khuma memang susah dalam urusan bangun tidur. Harus menunggu beberapa menit untuk membangunkannya.
"Pasti capek banget ya... maaf ya, kakak udah terlanjur janji sama sahabat kakak. Semoga kamu dan dia berjodoh. Dia baik di mata kakak, semoga juga baik menurut Allah SWT ya..." monolog Fathan sambil memandangi sang adik yang tertidur sambil membuka mulutnya sedikit. Benar - benar definisi lelah yang hakiki.
Tok.tok.
Fathan menoleh ke arah kaca mobil. Ternyata Jeffry yang melakukannya. Laki - laki itu mengetuknya karena merasa penasaran, kenapa Fathan tak juga turun dari mobil.
Diturunkan sedikit kaca mobil oleh Fathan. "Iya Jeff, kenapa?"
"Harusnya saya yang bertanya. Kenapa kamu nggak turun - turun dari mobil? Saya lihat dari jendela ruangan, makanya saya langsung nyamperin kamu," jawab Jeffry sambil menyerngitkan dahinya.
Lalu, atensinya langsung terfokus pada seseorang di samping Fathan. "SubhanAllah..." ucap Jeffry tanpa sadar.
Fathan mengikuti arah pandang Jeffry. "Itu Khuma, dia lelah sepertinya. Sudah saya bangunin tapi nggak bangun - bangun, jadi saya biarkan dia tidur beberapa menit lagi...
... makanya, saya nggak turun - turun dari mobil," lanjut Fathan.
Ternyata dia lebih manis dari foto yang Fathan tunjukkan waktu itu... astaghfirullah, batin Jeffry.
Jeffry langsung membuang pandangnya, karena dalam agamanya memandangi yang bukan mahramnya itu tak boleh. Lalu dia menatap Fathan. "Kenapa nggak langsung ke apartemen saja? Biarkan dia istirahat dengan nyaman. Saya sudah cukup melihatnya."
Masih dalam keadaan di mana Jeffry berdiri di sisi kaca jendela mobil dan Fathan duduk di balik kemudi. "Kamu yakin? Saya sengaja membawa Khuma ke sini untuk berkenalan denganmu, Jeff." Fathan melirik ke arah Khuma dan Jeffry bergantian.
"Nggak perlu buru - buru, saya yang akan menemuinya nanti. Ya udah, kamu lebih baik pulang. Saya juga akan pulang setelah selesai dengan rancangan dari sekertarismu," ucap Jeffry mencoba meyakinkan Fathan.
Dalam hati, Jeffry tak henti - hentinya mengucap syukur karena akhirnya dia bisa bertemu dengan Khuma walau dalam keadaan yang tak memungkinkan untuk berkenalan.
Mungkin, ini belum saatnya Jeffry melangkahkan niatnya untuk mendekati Khuma dengan cara berteman. Dia percaya, bahwa Allah SWT sudah memiliki rencana lain yang lebih hebat dari hari ini.
"Ya udah kalau gitu Jeff. Saya antar Khuma ke apartemen, nanti malam saya akan meminta sekertaris Juna untuk mengirim berkas yang ada di email saya," sahut Fathan pada akhirnya.
Benar kata Jeffry, lebih baik dia membawa Khuma ke apartemen. Lihat saja, perempuan dengan hijab segitiganya itu tidur sambil mendengkur halus. Kasihan 'kan?
Jeffry mengangguk dan sedikit menjauh dari sisi mobil. "Hati - hati, Fathan. InsyaAllah, besok saya yang akan menemui Khuma. Berjanjilah, kamu harus ikut dan ajak Aisyah. Agar adikmu ada teman perempuannya."
Ya, Aisyah Alissa Putri adalah sahabat Fathan dan Jeffry. Dia perempuan keturuan Indonesia - Jerman. Saat ini sedang melanjutkan jenjang karirnya sebagai model.
"Oke, saya pamit Jeff. Assalamu'alaikum..." ucap Fathan, lalu melajukan mobilnya dan membawa Khuma menuju apartemen.
Setelah menjawab salam Fathan, Jeffry menghela napas pelan lalu tersenyum simpul. Sebelumnya, dia sudah merencanakan pertemuan untuk besok itu. Sebab, dia sangat tahu kalau Fathan menyukai Aisyah --sahabat mereka berdua. Jadi, apa salahnya menyelam sambil minum air?
Selama berjalan - jalan tidak hanya berdua antara laki - laki dan perempuan, tidak apa 'kan? Toh, di luar sana juga banyak orang - orang yang berlalu lalang.
Memasukkan satu tangannya ke saku celana, Jeffry masuk ke dalam kantor. Namun, sebelum itu ponselnya bergetar.
"Siapa?" monolognya sambil merogoh saku di balik jas hitamnya.
Terpampang di layar ponsel, nama seseorang yang baru saja dia bicarakan. Siapa lagi kalau bukan Aisyah.
[Assalamu'alaikum, Aisyah.]
[Wa'alaikumsalam Jeff. Maaf aku mengganggumu. Apa kau sedang sibuk?]
[Ada apa? Tidak juga, saya lagi ada di kantor Fathan.]
[Begini, kamu tau 'kan cowok yang pernah aku ceritakan waktu itu? Dia nekat dateng ke Jerman, Jeff.]
[Maksud kamu, mantan pacar kamu? Iya saya inget, lalu kenapa?]
Jeffry menerima panggilan Aisyah sambil berjalan menuju ruangan Fathan.
[Ya, nggak apa - apa. Hm... bisa tolong mampir ke apartemenku? Aku ingin masakan Indonesia yang ada di restoran dekat kantor Fathan.]
Menyerngitkan dahi, Jeffry menepis rasa curiga atas ucapan Aisyah. Tumben sekali perempuan itu ingin masakan restoran dekat kantor Fathan.
[Ya udah, nanti saya mampir ke sana. Sudah dulu ya, assalamu'alaikum.]
Setelah mendengar jawaban salam dari Aisyah, Jeffry melanjutkan pekerjaannya.
•-----•
"Astaga, ini koper milik Khumayroh?...
... kenapa bisa ketuker? Ck," gerutu Arnan setelah mengobrak - abrik isi koper hitam yang mirip dengan koper miliknya.
Sangat jelas, saat di bandara tadi koper tersebut tertukar dengan milik Khuma. Karena terburu - buru, Khuma maupun Arnan tak menyadarinya.
Dilihatnya kartu identitas Khuma. "Ah, dia ada di sini juga? Apa ini suatu kebetulan?" monolognya, antara senang dan bingung.
"Abaikan, gue harus menemui Aisyah segera!" seru Arnan, dia langsung bergegas menuju apartemen Aisyah tanpa mandi atau membersihkan diri lebih dulu.
Arnan masih memiliki tabungan yang bisa dia gunakan untuk membeli beberapa pakaian. Jadi, setelah dari apartemen Aisyah kemungkinan dia akan berbelanja.
Di sepanjang jalan, Arnan membayangkan bagaimana dirinya saat bertemu dengan Aisyah nanti. Apakah perempuan itu semakin cantik? Bagaimana reaksinya bila mengetahui dirinya menyusul ke Jerman?
Ah, membayangkannya saja sudah membuat Arnan tak henti - hentinya tersenyum. Aisyah... kali ini gue yang akan memperjuangkan lo, batinnya.
Tak butuh waktu lama, Arnan tiba di gedung apartemen Aisyah. Dia sudah menyelidikinya lebih awal untuk alamatnya. Jadi, tak perlu acara tersesat.
Namun, setibanya di depan pintu apartemen Aisyah. Arnan kalah lebih cepat dari seseorang yang sudah berdiri di ambang pintu sambil membawa beberapa paper bag. Siapa seseorang itu?
Detik berikutnya, Aisyah yang tak berhijab dengan celana panjang dan kemeja kerjanya membuka pintu dan tersenyum ke arah seseorang itu. Tapi, kemudian matanya tertuju pada Arnan yang berdiri tak jauh dari sana.
Memberanikan diri, menepis kekhawatiran tentang seseorang itu. Arnan melangkahkan kakinya mendekat ke arah Aisyah.
"Aisyah... dia siapa?" tanya Arnan sekenanya.
Seseorang itu menoleh.
"Dia kekasihku, Jeffry namanya," sahut Aisyah.
Ya, seseorang itu adalah Jeffry Ibnu Bukhari. Laki - laki itu membulatkan matanya tak percaya dengan ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Aisyah. Begitu juga dengan Arnan yang tak kalah terkejut, bahkan kedua bahunya merosot seketika.
Bagaimana rasanya, saat tekad ingin memperjuangkan tapi baru selangkah maju sudah harus didorong mundur sepuluh langkah?
Itulah yang dirasakan Putra Arnan Ramadhan.
•-----•