"Saya mau langsung pulang, kamu masuk aja ke dalam rumah," jawab Dika.
Mendengar itu Mira pun mengangguk pelan. "Kalau gitu hati-hati di jalan," katanya.
Dika menganguki apa yang diucapkan gadis itu kemudian menutup kaca jendelanya.
Dika segera mengendarai mobilnya kembali untuk pulang, Lala melambaikan tangannya pada pria itu sebagai tanda perpisahan.
Di dalam hatinya, ia bernapas lega karena laki-laki itu akhirnya pergi juga. Kalau berlama-lama sama Pak Dika bia gila gue, ucap Mira dalam hati. setelah mobil Dika menjauh Ibu Mira datang dan melihat apa yang dilakukan oleh anaknya.
"Itu bukanya mobil Dika?" tanya Ibu Mira pada anaknya. Mira mengangguk mengiyakan pertanyaan wanita itu dan seketika saja dirinya mendapatkan sebuah jitakan di kepalanya. "Kenapa kamu gak suruh dia mampir dulu sebentar? Malah dibiarin pergi gitu aja, calon istri macam apa sih kamu ini?!"
"Iih, Mama apaan sih? Jangan pikiran negative begitu sama anak, aku tuh udah ajakin dia buat mampir dulu tapi dianya gak mau. Katanya mau langsung pulang aja," kata Mira membela diri. Ia mengatakan pada Ibunya bahwa dirinya sudah menawarkan pria itu untuk mampir sebentar namun Dika menolaknya. Jadi, itu bukan salah dia dong?
"Yasudah, kamu masuk aja dulu sana. Mandi terus siap-siap untuk makan malam," perintah Ibu Mira pada anaknya.
"Iya, iya," ucap Mira melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya.
Gadis itu pun segera membersihkan diri kemudian bersiap untuk makan malam.
Sementara Dika mengendarai mobilnya menuju rumahnya.
Setelah sampai, pria itu menandapati sang Ibu berdiri di depan gerbang rumahnya. Dika sudah tahu, wanita tersebut pasti ingin menanyakan perihal kesehariannya dengan Mira hari ini.
Calon menantunya itu sudah menarik perhatiannya sehingga Dika tidak bisa menolaknya lagi. Lagi pula, karena gadis itu adalah karyawan di perusahaannya ia jadi bisa bekerja sama dengan gadis itu demi kelangsungan hidupnya, namun sialnya Mira tidak ingin bekerja sama dengannya.
Dika mencari cara bagaimana agar dirinya bisa membuat Mira bekerja sama denganya, pasalnya gadis itu sangat tidak menyukainya. Mira selalu memakinya dan mengatakan bahwa gadis itu tidak menyukai dirinya di tempat kerja. Dia selalu mengatakannya bahkan ketika Dika hanya lewat di depannya, Dika tidak pernah menanggapi gadis itu karena diirnya tidak masalah untuk tidak disukai oleh seseorang.
Gina melihat mobil anaknya yang datang dan masuk ke pekarangan rumah. Wanita itu tidak sabar menunggu Dika keluar dari kendaraannya karena dirinya ingin menanyakan beberapa pertanyaan pada anak laki-lakinya itu.
"Dika, bagaimana keseharian kamu sama Mira di perusahaan?" tanya Gina pada Dika.
Sudah seperti yang diduga oleh pria itu, Ibunya pasti menanyakan hal tersebut.
Dika keluar dari kendaraannya, namun enggan untuk membalas pertanyaan tersebut.
Tidak dijawab oleh anaknya, Gina pun kesal. Ia kembali menanyakan hal yang sama pada anaknya sampai pertanyaannya di jawab.
"Dika, kamu ini ya ditanya sama orang tua bukanya jawab malah diam aja, gimana tadi keseharian kamu sama Mira di perusahaan? Apa ada kejadian romantis di antara kalian? Terus-terus gimana sama karyawan yang lain? apa mereka terkejut setelah tahu kalau kamu akan menikah dengan Mira?" tanya Gina bertubi-tubi. Bukanya membuat Dika menjawab pertanyaannya, pria itu malah tambah kesal dengan berbagai pertanyaan itu.
Dika menghela napas panjang kemudian menghembuskannya seara perlahan untuk menahan emosinya, kalau wanita ini bukanlah Ibunya pasti dia akan meninggalkannya tanpa mengatakan apa-apa. Wanita itu sudah tahu kalau dirinya tidak memikirkan apa pun tentang pernikahan, jadi bukankah sudah ketahuan bahwa dirinya sama sekali tidak ingin menerima perjodohan ini? Ibunya selalu memaksa dirinya untuk mencari kekasih bahkan sampai membuatkannya kencan buta dengan para gadis, emosi Dika sudah di ujung tanduk namun pria itu tidak bisa meluapkannya.
"Bu, aku tuh gak tahu harus apa. Aku gak pernah memikirkan sama sekali tentang pernikahan, jadi aku juga gak bisa kasih komentar apa pun tentang perjodohan ini," kata Dika sedikit memarahi Ibunya. "Saya tidak bertemu dengan Mira karena di jauh berada di bawah saya, kita juga sepakat untuk tidak mengatakan pada siapa pun tentang perjodohan ini jadi tidak ada komentar apa pun tentang karyawan karena mereka semua tidak ada yang mengetahuinya dan saya juga tidak mau ada yang mengetahuinya selain keluarga kita dan keluarga Mira."
"Dika kamu gak boleh kayak begitu, kasihan dong Mira kalau dia mau menikah tapi tidak di umumkan," ucap Gina merasa kasihan dengan gadis itu.
"Saya saya tidak menyetujui pernikahan ini, bagaimana bisa diselenggarakan?" kata Dika.
"Dika, bukanya kamu menyukai Mira? Kamu menerima perjodohan ini kan?"
"Ngga. Saya tidak menerimanya sama sekali."
"Tapi bukanya kamu menyukai gadis itu? apa sih yang kurang dari Mira? Kamu lihat sendiri kan bagaimana cantinya dia malam itu?"
"Pokoknya saya menolak," tolak Dika tentang perjodohan ini. Dari awal sang Ibu membuat kencan buta untuknya dirinya memang tidak tertarik dengan sebuah pernikahan "Aku gabisa bilang apa kekurangan gadis itu karena dari awal saya tidak tertarik dengan pernikahan."
Setelah mengatakan hal tersebut Dika melangkahkan kakinya menuju kamar. karena hanya di situlah tempat di mana privasinya akan aman dan ia akan terbebas dari pertanyaan yang berhubungan dengan percintaan karena dirinya sangat tidak menyukai hal hal yang berhubungan tentang cinta.
****