"Tante Gina itu teman Ibu saya," jawab Mira dengan malasnya. "Tapi Pak Dika jangan slaah paham dulu, saya benar-benar gak tahu kalau Pak Dika itu anaknya Tante Gina. Gak mungkin juga kan saya sengaja benci anak teman Ibu saya sendiri? Kalau saya tahu yang dipertemukan itu adalah Pak Dika, saya pasti bakalan nolak pertemuan ini dengan berbagai alasan." Gadis itu menjelaskannya secara rinci bagaimana dirinya bisa mengenal wanita tersebut.
Menurut pemahaman Dika, gadis ini tidak sengaja. Ibunya memang sering bercerita memiliki teman dengan anak perempuan yang cantik, namun ia juga tidak tahu kalau anak dari teman Ibunya itu. kalau tahu begini, Dika pasti langsung menolak kencan buta ini jika perempuan itu adalah Mira. Sebab, gadis itu selalu saja mengatakan bahwa dirinya sebal dengan pria itu di tempat kerja. Mana mungkin Dika menerima gadis yang seperti itu?
"Iya, saya juga gak tahu kalau perempuan yang mau ditemui sama saya itu kamu," kata Dika pada gadis itu.
"Saya juga gak akan berangkat kalau tahu saya mau ketemu sama Pak Dika," balas Mira. Suasana hening seketika, tidak ada yang bicara satu pun dari mereka. Mira berpikir bagaimana kelanjutan dari pertemuan ini.
"Jadi, gimana nih?" tanya Mira pada pria itu.
"Apanya yang gimana?" tanya Dika tidak mengerti.
"Duh, ituloh Pak Dikaaa, kita itu kan ditemuin gini karena mau dijodohin."
"Masa Pak Dika gak ngerti sih?" kata Mira menjelaskannya lebih detail lagi, nih orang pura-pura gak tahu kali ya?
"Ya mau bagaimana lagi? Saya sama sekali gak tertarik sama kamu," kata Dika dengan dinginnya. Entah kenapa Mira tidak tahu dirinya harus senang atau kesal. Ia memang senang kalau pria itu tidak menyukainya, karena dirinya juga tidak suka dengan pria itu.
Namun di sisi lain ia merasa direndahkan seperti dirinya adalah perempuan yang tidak bisa menarik perhatian. Mira pun kesal di buatnya seolah dirinya adalah perempuan yang paling buruk d mata laki-laki itu. gads itu tidak terima diperlakukan sepeerti ini, dirinya sudah di rendahkan di kantor sebagai pekerja, ia tidak mau direndahkan di sini sebagai perempuan.
Detik kemudian, gadis itu bangkit dari tempat duduknya. Ia menatap Dika dengan tatapan marah dan tidak suka, tatapan itulah yang selalu Mira berikan pada pria itu. Tatapan yang menunjukkan ketidak sukaannya pada pria tersebut. "Oh, jadi Pak Dika sama sekali gak tertarik sama saya? Kalau begitu sama, saya juga sama sekali tidak tertarik sama Pak Dika!" tegas gadis itu menunjuk wajah Dika kemudian pergi dari tempat itu.
Mira tidak menyangka Dika akan mengatakan hal seperti itu, ternyata pria itu buhan hanya menyebalkan di tempat kerjanya saja tapi dia juga menyebalkan di luar pekerjaan. Gadis itu benar-benar tidak menyangka bahwa anak laki-laki dari sahabat Ibunya adalah orang yang ia tidak suka di tempat kerjanya, sifat laki-laki itu sangat berbeda dengan wanita yang selalu baik padanya. Gadis itu pun mulai curiga bahwa Dika dan wanita tersebut tidak memiliki hubungan darah sama sekali karena sifat mereka yang berlawanan.
"Huh, nyebelin banget sih! Gue pikir anaknya Tante gina itu, ganteng, baik dan yang paling penting sifatnya berlawanan dengan Dika. Ia sudah berpikir laki-laki yang akan ditemuinya itu bukanlah laki-laki yang selama ini ia caci maki dan marahi meskipun kedudukannya jauh lebih tinggi daripadanya. Namun ternyata pikirannya seratus persen salah, laki-laki itu bukan hanya memiliki sifat yang mirip dengan pria itu, namun justru dia adalah pria itu sendiri. Bagaimana Mira tidak sebal coba?
Gadis itu berjalan menuju Halte Bus kemudian menunggu kendaraan umum selanjutnya yang akan ia tumpangi. Sambil menunggu gadis itu ngedumel atas kejadian barusan.
"Gue pikir anaknya Tante Gina itu siapa, ternyata Pak Dika," kesal gadis itu.
"Kalau begitu ceritanya mah gue gak bakalan mau dateng ke sini."
"Yang ada buang-buang waktu tahu gak ketemu pria sedingin batu es kayak dia."
Mira menghela napas panjang kemudian menhembuskannya secara perlahan, ia masih kesal dengan kejadian tadi.
Padahal kalau benar di jodohkan mungkin dirinya akan melepas masa lajangnya saat ini. tapi, karena laki-laki yang dikenalkan padanya tidak sesuai dengan ekspektasinya membuat gadis itu pun harus melanjutan statusnya sebagai jomblo.
*****
Ketika Mira pergi, Dika sama sekali tidak menahan gadis itu. Justru dirinya senang jika Mira pergi dan tidak membuang waktunya lagi.
Dika kembali ke kantornya. Di sana sekertarisnya member tahu bahwa dirinya akanada meeting jam 4. Ada juga laporan dalam divisi jurnalistik yang mengatakan bahwa ada 4 orang yang mengajukan resign secara mendadak.
Dika menanyakan alasan 4 orang itu keluar dari perusahaannya dan alasan yang tertulis pada form resign tidaklah jelas. Dika menhembuskan napas kasar, ia tidak suka dengan orang-orang yang tdiak tahu bagaimana membawa diri mereka sendiri.
"Besok mereka boleh tidak datang ke kantor dan untuk gaji berikan saja gaji full," kata Dika mengarahkan orang dalam divisi tersebut. Moodnya sedang tidak enak hari ini karena Mira yang ternyata adalah gadis yang akan dijodohkan olehnya, ditambah 4 pekerja yang mengajukan resign di hari itu juga.
"Tapi, Pak. Mereka baru bekerja 15 hari di bulan ini, apakah adil jika diberi gaji full?"
"Biarkan saja. Mereka yang ingin pergi ya pergi saja, kita tidak bisa menahannya."
"Saya tidak ingin memiliki karyawan seperti mereka. Yang plin plan dalam hidup"
"Berikan gaji penuh satu bulan untuk pelajaran mereka, supaya mereka berpikir bahwa perusahaan kita tidaklah main-main."