Chereads / Sekenario Cinta / Chapter 19 - putus asa

Chapter 19 - putus asa

berusaha mengembalikan kesadarannya dan berharap semua kembali seperti semula, tapi walaupun sekeras apapun dia berfikir tapi semuanya telah terjadi. hati dan fikirannya mulai bergejolak.

sesuatu yang harus dijaga telah hilang dengan begitu saja dengan cara yang sangat bodoh. serasa terguncang dengan hantaman batu besar, rasa malu dan kecewa yang menyelimuti hatinya tatkala membuat ia berfikir untuk mengakhiri hidupnya.

"ma, maafin Zia. maafkan anakmu yang tak berguna ini, maafkan aku yang sudah mengecewakan kalian,

aku takut, aku malu, mungkin bila aku menghilang bisa menghapus semuanya. rasanya aku ingin tidur selamanya."

Updatean terbaru Zia di akun sosmednya.

ada beberapa komentar yang bermunculan dari teman-teman Zia.

"ada apa?"

"kenapa setatusmu seperti ini?"

"Zia kamu kenapa?"

"mungkin Zia lagi ada masalah"

"Zia Zia Zia" tapi tidak ada respon. tubuh itu sudah lemas tanpa sebuah gerakan sedikitpun hanya matanya yang mengalirkan air mata tanpa henti dan sesekali berkedip. rasa putus asa yang teramat membuat tubuh itu mendingin tapi masih terlihat sehat. tangan kanannya masih memegang sebuah pisau, timbul sebuah rasa kekawatiran, rasa takut yang berlebih yang membuatnya kembali tersadar.

"kenapa , kenapa seperti ini, kenapa kau memberikan cobaan seperti ini tuhan, kenapa tuhan tidak memberiku rasa sakit yang amat parah dan sangat parah sehingga bisa menghilangkan rasa sakit di hati ini.

semua lamunan, semua fikiran itu menghilang oleh sebuah deringan di handphonenya.

"Zia, halo Zia" kamu tidak apa-apa kan? kamu kenapa ? apa yang sedang terjadi? kamu dimana sekarang?" Fandi melempari Zia dengan berbagai pertanyaan.

Zia hanya dapat merespon dengan suara pelan menahan air matanya dan dengan suaranya yang serak "hem, tidak apa-apa aku baik-baik saja" jawabnya.

"Zia, kenapa kamu menangis? kamu di mana sekarang? apa kamu di asrama?" okey aku akan kesana. kamu jangan lakukan hal yang aneh okey. tunggu aku..." pinta Fandi.

Fandi bergegas pergi setelah meraih kunci kendaraannya melaju dengan kencang dan sampai di asrama wanita.

Entah kenapa di saat-saat seperti ini hanya Fandi yang selalu ada dan masih berusaha mengerti dan selalu setia kepada Zia.

Fandi yang masih mau menerima Zia dalam keadaan apapun tapi tetap saja tak ada ruang di hati Zia, bahkan ketika Fandi memberi sebuah janji untuk menikahinya setelah lulus kuliyah nanti tentunya setelah Fandi mempunyai pekerjaan, tapi tetap saja semua itu tak cukup untuk membuat Zia merasa tenang.

entah apa yang difikirkan Zia dan dirasakannya saat ini, semuanya hampa, otaknya tak mau diajak untuk berfikir, hatinya membeku dan hancur berkeping-keping memikirkan tentang harga dirinya, kesuciannya yang sudah hilang.

Fandi masih memeluk erat tubuh gadis yang rapuh itu, seakaan-akan hanya dengan sebuah kata-kata saja dapat menghancurkan hidupnya karena sesuatu yang berharga yang harus ia jaga yang akan dia berikan hanya kepada suaminya nanti telah direnggut dengan kebodohan dan hanya menyisakan sebuah kehampaan serta penyesalan yang mendalam.

dalam sebuah tangisan yang teramat dalam, Fandi selalu bisa dengan usahanya untuk menenangkan gadis yang malang ini.

beberapa saat kemudian Zia mulai merasa tenang dan nafasnya mulai kembali normal.

disaat seperti inilah Fandi yang sudah lama mendambakan kebersamaan mereka kembali seperti dulu, kini ia tidak dapat menahan hasratnya untuk mencium gadis yang ada dihadapannya ini, entah kenapa ada rasa kerinduan yang teramat dalam yang ingin dia lampiaskan.

tapi gadis ini merasa sama sekali tidak ada rasa, semua terasa hambar. sebuah ciuman dengan hasrat dan perlakuan hangat Fandi yang terasa sangat hampa sehingga memberikan intruksi kepada tubuhnya untuk menolaknya.

"kenapa kamu menolak ku, apa yang dilakukan pria itu aku bahkan sebagai pacarmu tidak pernah merasakannya" kata Fandi kesal.

Zia tertunduk lesu dan menahan air matanya. Fandi mulai memeluk Zia lagi dan mereda amarahnya. "cobalah terima aku apa susahnya". pinta Fandi dengan suara lembut.

"aku akan membuatmu bahagia aku janji" lanjutnya.

Zia masih tidak merespon apapun, difikirannya yang kosong itu hanya ada kata maaf dan maaf.

"apa saja yang telah dilakukannya" tanya Fandi. Zia tidak bisa menjelaskannya. "sebenarnya aku juga pernah melakukanya bukankah kita sama terus kenapa tidak sekarang..." ucap Fandi.

entah kenapa Fandi yang biasanya bisa menahan diri kini mulai merasa terganggu dan rasa cemburu itu membutakan fikirannya, "ayo kita lakukan" kata fandi berbisik.

Dia mengeluarkan sesuatu yang telah membesar yang tersembunyi di dalam celananya, meminta Zia untuk memeganginya. Zia mulai merasa jijik dan mual. Zia berlari ke pintu keluar dan Fandi mengejarnya.

"kenapa apa kamu malu, kita bisa melakukannya di kamar" sambil menunjuk kamar yang ada di ruang tamu.

Zia menangis menjadi jadi, sontak Fandi menjadi bingung dan mulai sadar dan mulai menahan hasratnya itu. "baiklah... baiklah aku minta, maaf karena tidak bisa menahan diriku".

Zia masih kalut dan perasaan trauma muncul ketika memikirkan apa yang telah diucapkan Fandi, Zia memaksa untuk pulang entah bagaimanapun caranya, tapi Fandi pun memaksa untuk mengantarnya karena khawatir.