Minggu ini Bulan memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua nya. Sekitar 2 jam perjalanan dari kota. Beberapa kali Leo mengantarnya saat ia pulang. Biasanya Leo akan langsung pulang setelah satu atau dua jam beristirahat, berbincang-bincang dengan keluarga Bulan. Kemudian dia akan langsung balik untuk kembali ke kota. Bulan hanya akan menginap 2-3 hari di rumah orang tuanya, dan beberapa hari setelahnya Leo akan menjemputnya kembali.
Namun sekarang semua akan berbeda. Tidak ada lagi Leo yang menemaninya. Dan Bulan juga tidak ingin ada siapapun untuk menemaninya saat ini. Dia merasa cukup tangguh untuk menjalani semuanya sendiri. "Tanpa Leo aq masih bisa menjalani hidup q dengan normal se normal-normalnya. Beruntunglah aq selama ini tidak bergantung padanya. Sehingga saat dia pergi aq msh memiliki sepasang kaki yang kuat untuk q berdiri dan melakukan semuanya sendiri."
Yaa..Bulan memang tidak membiasakan diri bergantung pada siapapun kekasihnya saat itu. Walaupun kekasihnya dengan senang hati mengantarnya ke mana pun dia mau, namun dia lebih memilih ditemani sesekali saja. "Aq bukan tipe wanita yang terlalu bergantung pada kekasihnya. Setidaknya pada saat-saat seperti ini, aq tetap bisa berjalan sendiri."
Hari ke dua di rumah orangtuanya..sehari Bulan bisa makan sampai 4x. Ibu nya selalu beralasan bahwa Bulan sangat kurus, dan lagi pula saat pulang adalah saatnya perbaikan gizi. Bulan sangat tidak berkeberatan, karena ibunya sangat pandai memasak masakan kesukaannya.
Waktu itu masih jam 10, matahari cerah. Bulan bersama adik satu-satunya, Rama, pergi ke supermarket berjarak 3 km dari rumah.
"Kak, nanti mampir sebentar ke kedai mie ayam di dekat sekolah q ya."
"Ok." Bulan menjawab sambil masih menjawab pesan dari teman-temannya.
"Siapa,Kak? Kak Leo ya?" Rama penasaran..
"Leo? So yesterday.." Bulan tersenyum.
"Putus, Kak!?Ada apa? Kapan?" Rama terkejut mendengar pengakuan kakaknya.
"Sekitar seminggu menjelang ujian skripsi." Bulan menjawab dengan nada acuh tak acuh.
"Serius?? Seingat q nilai test kakak bagus-bagus aja." Rama makin penasaran.
"Kakakmu ini cukup tangguh, kau tau? Untuk apa mengorbankan nilai ujian hanya karena putus cinta? Putus nyambung, mendapatkan pasangan baru, itu biasa dalam proses mencari pasangan hidup. Kalo gak pantas untuk dipertahankan ya sudah. Jangan dipaksakan. Sakit hati, kecewa, menangis, marah, gak papa, sewajarnya saja. Nanti pasti ada gantinya." Bulan tersenyum saat mengucapkan kalimat terakhir. Pikirannya melayang ke sosok Darius. Dia ingat, malam itu sepertinya dia setengah bermimpi, antara sadar dan tidak sadar, di dalam mobil Darius selesai dari pemotretan. Sepertinya Darius mengatakan sesuatu padanya. Tetapi dia tidak ingat karena sangat mengantuk. Oh, seandainya aq tidak seletih itu. Beberapa hari setelah malam itu, Bulan mendapati Darius seringkali menatapnya dengan tatapan mendalam. Seperti berkata dalam diam, hanya rasa yang berbicara antara mereka berdua. Namun Bulan hanya mampu menerka-nerka. Bahkan lebih sering mengabaikannya. Karena dia masih ingin menyendiri. Tidak ingin disentuh hatinya oleh siapapun. Mungkin baik untuk menyembuhkan luka. Walau ia tidak tau pasti. Setidaknya dalam ruangan yang ia bangun sendiri mampu memberikan udara yang cukup untuknya bernafas dan untuk nya berfikir jernih.
Rama memarkirkan kendaraan di tempat parkir sebelah selatan. Mereka berdua segera disibukkan dengan daftar belanjaan titipan Ibunya dan beberapa barang kebutuhan pribadi mereka masing-masing.
Setelah menyelesaikan pembayaran di kasir, Rama mengambil mobil dan Bulan menunggu di depan supermarket. Sembari membawa satu tas belanjaan besar, Bulan berjalan perlahan. Dia tidak memperhatikan keadaan jalan saat itu. Walau tidak terlalu ramai, namun tetap saja membahayakan. Dan tiba-tiba sebuah sepeda motor honda sport hitam muncul begitu saja. Bulan terkejut setengah mati. Tubuhnya mendadak kaku. Dia sempat melihat sekilas kepada sang pengendaranya Dari balik helm yang menutupi hampir semua bagian wajah terkecuali area mata dan sebagian hidung, pria itu pun memandangnya. Hanya kurang dari 2 detik yang menegangkan tatapan mata mereka bertemu. Dengan cepat pria pengendara menghindari tubuh Bulan. Nyaris sekali. Seandainya pria itu tidak cepat bertindak menghindar, mungkin tubuh Bulan sudah terpelanting saat ini.
Bulan merasakan lututnya lemas..dia menyadari, seharusnya dia lebih hati-hati saat di tempat umum begini.
Seorang wanita di dekatnya menghampiri.." Jangan melamun, dhek..sedikit saja kau maju tadi nyawamu bisa melayang."
"Iya, maafkan saya..tadi saya sibuk dengan barang-barang belanjaan saya." Bulan menghela nafas nya yang memburu.
"Kak, kau kenapa?" Rama tiba-tiba muncul di sebelahnya. Bulan masih sedikit shock sehingga tidak memperhatikan kedatangan adiknya.
Di dalam mobil, Bulan terdiam.. Mata itu..sepertinya aq pernah melihatnya. Di suatu tempat. Ada sepercik rasa aneh yang tiba-tiba melanda hati nya. Ini bukan karena akibat shock atas kejadian tadi. Karena rasa ini lebih menarik..membawanya untuk menerka-nerka..sang pemilik mata tajam yang baru saja membahayakan jiwanya. Bulan merasa akan ada suatu jalan takdir yang mempertemukan nya kembali dengan pria bermata tajam tadi. Dan sepertinya waktu itu akan hadir tidak lama lagi.