Tak.. tak.. tak.. suara sentakan bolpoin yang beradu dengan meja membuat keheningan di dalam ruangan semakin mendebarkan.
hari sudah larut tapi Luna masih mengerjakan dokumen yang menumpuk tinggi dimejanya, sambil sesekali melirik ke arah meja dimana bosnya duduk dengan ekspresi tidak sabar.
"Lapar.. kenapa bos kejam sekali padaku." Luna bergumam dalam hatinya sambil mengetikan jemarinya yang terasa kaku karena sejak pagi dia berjibaku dengan pekerjaan yang terus bertambah.
"Oh tuhan, kumohon buat dia mengantuk." Gumamnya dalam hati lagi, tentu saja dia akan tamat jika mengatakanya secara langsung karena kepekaan telinga bosnya yang bak seorang diktator ini.
"Saya tidak akan mengantuk sampai kamu selesaikan pekerjaan kamu." Astaga hampir saja dia mengalami serangan jantung karena tiba-tiba saja bosnya itu berada disebelahnya.
"Baik pak!" lidah tajam Luna menjadi kelu saat Kevin mendekatkan wajahnya dan mengecek pekerjaannya.
"Ini hukuman untuk kamu yang senang membully saya dulu." Bisik Kevin, matilah sudah suara beratnya sungguh membuat Luna sesak nafas belum lagi deru nafasnya yang membuatnya merinding.
"Kejadian saat masih anak-anak sebaiknya tidak perlu di ingat pak." Luna menahan nafasnya sambil tersenyum menatap Kevin.
"Baiklah, kalau begitu!" Akhirnya pria menakutkan itu berjalan menjauhi Luna membuat Luna dapat bernafas lega.
"Kalau begitu ini adalah hukuman karena kamu tidak dapat mengenali saya selama dua tahun belakangan."Ucap Kevin setelah menambahkan setumpuk berkas di atas meja Luna.
"bos, Anda sungguh kejam!" gumam Luna pelan.
"Berbicaralah dengan jelas!" Kevin mendekatkan wajahnya membuat Luna menarik wajahnya mundur.
"Em aku berkata Anda sangat baik hati pak!" Luna tidak tahu apa yang dikatakanya yang terpenting dia tidak ingin berada di dekat Kevin sedekat ini.
"Baiklah, karena aku sangat baik akan ku tambahkan lagi."
"Aku sangat murah hati bukan?" Kevin menambahkan Setumpuk dokumen lagi yang membuat wajah Luna tertutup.
"Kevin sialan.." Luna berteriak dalam hatinya, ia ingin sekali memakan bosnya ini hidup-hidup karena sangat tega menyiksanya tanpa belas kasih.
...
"Kevin Wijaya, aku akan memakanmu hidup-hidup mematahkan tulangmu hingga remuk hingga hancur lebur. Bos gila.... kyaaaaaaaa!" Luna mengacak rambutnya karena frustrasi.
Bagaimana dia begitu bodoh tidak mengetahuinya selama ini bahwa Kevin bosnya adalah teman sekolahnya sewaktu SMP dulu, si cupu yang selalu diganggu olehnya.
"Aku harus mengundurkan diri, pokoknya harus." Luna meyakinkan hatinya untuk mengundurkan diri dari perusahaan yang dipimpin oleh Kevin jika tidak maka ia akan cepat mati jika terus bersama dengan bosnya yang terus menekannya. Sudah dua tahun ia menjadi sekretaris Kevin yang selalu menggodanya tapi juga sekaligus bersikap kejam padanya.
"Kamu kenapa?" Tanya Mia teman satu kamarnya saat baru saja keluar dari kamar mandi lantas duduk disebelahnya, ia bingung mengapa sahabatnya yang anggun tiba-tiba menjadi berisik seperti anak kecil yang tengah merengek karena permennya diambil orang lain.
"Aku mau berhenti kerja." jawab Luna ketus, ia masih kesal dan kepalanya masih terasa pusing karena tadi saat di kantor ia harus berkutat dengan banyak sekali berkas yang bahkan memakai bahasa inggirs yang membuatnya terlambat pulang hari ini.
"Ada masalah apa? bukankah kamu sudah lama bekerja di sana ?" tanya Mia tidak mengerti mengapa sahabatnya tiba-tiba ingin berhenti bekerja dari perusahaan yang sangat membantu keuangannya selama ini.
"Dan lagi kamu hanya lulusan SMA, perusahaan lain mungkin hanya menempatkanmu menjadi petugas kebersihan.." lanjut Mia, ia ingin sahabatnya berubah pikiran karena keluar dari perusahaan bukanlah ide yang bagus.
Luna berpikir sejenak, perkataan Mia ada benarnya, sebelum bekerja di perusahaan dan bertemu dengan Wijaya yang tidak lain adalah ayah Kevin, ia hanya bekerja sebagai petugas kebersihan yang tidak sengaja menemukan dompet Wijaya di toilet dan mengembalikannya dan membuat Wijaya yang saat itu baru merintis perusahaannya yang mulai dari pabrik kecil menjadikannya sekretarisnya dan mengajarinya banyak hal. Hingga sekarang perusahaan Wijaya yaitu Furniture K maju dan Luna telah diangkat menjadi kepala sekretaris perusahaan.
"Pikirkan baik-baik, jangan sampai kamu menyesal. Kamu sudah melangkah sejauh ini, masalah sebesar apa pun aku yakin kamu dapat melaluinya dengan baik." Saran Mia.
"Sebenarnya bukan masalah pekerjaan yang menggangguku, tapi masalah aku dan bosku. Bosku ternyata adalah Kevin, teman sekolah yang dulu pernah ku ceritakan, teman SMP ku yang dulu selalu aku bully." Jelas Luna, pikirannya sangat kacau, ia tidak ingin kehilangan perkerjaannya tapi sikap Kevin membuatnya jengkel setengah mati.
"Kevin yang katamu culun itu?" Tanya Mia tidak percaya.
Luna mengangguk lemas dan kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Aku sungguh sial... mengapa Tuhan mempertemukan kami kembali dengan cara seperti ini?" Gerutu Luna kesal sambil menggulingkan tubuhnya di kasur tanda tidak berdaya dengan keadaan yang menjebaknya. Mia hanya diam memperhatikan tingkah sahabatnya yang sedang frustrasi kini.
....
Luna terus berpikir sepanjang malam, memaki dirinya setiap kali ingat akan kebodohannya di masa lalu. Apa ini karma? Mengapa harus Kevin yang menjadi bosnya saat ini? Apakah dunia ini begitu sempit? Dari jutaan manusia yang hidup di dunia ini mengapa harus Kevin yang menjadi bosnya kini.
"Aku harus berhenti kerja!" Luna mengubah posisi tidurnya sambil terus berpikir keras, ini sudah seminggu semenjak ia mengetahui identitas Kevin yang sebenarnya dan semenjak itu Kevin menjadi menyebalkan secara terang terangan, memang selama ini Kevin sering menggodannya dan mengganggunya di luar jam kerja dan di saat jam kerja ia selalu bersikap menjadi bos yang tegas dan tidak suka di bantah ya memang Luna selama ini sering membantah jika ada sesuatu yang menurutnya tidak sesuai. Tapi ada kisah lama yang sekarang terungkap membuat Luna menjadi gundah karena takut Kevin akan membalas dendam padanya.
"Tapi, gaji disana besar sekali." Pikir Luna kembali, otaknya rasanya sudah tidak lagi keriting tapi telah menjadi lurus kini karena hati dan pikirannya selalu bertentangan seperti ini.
"Kenapa Pak Wijaya harus pensiun dini?" Luna beranjak bangun, memikirkan jika saja atasannya yang dulu tidak pensiun secara tiba-tiba di usia yang belum menginjak enam puluh tahun dan masih terbilang sangat muda, maka sekarang ia tidak akan terjebak dalam posisi yang sulit bersama Kevin yang selalu menatapnya penuh arti yang Luna tidak pernah dapat pahami.
"Luna kenapa kamu begitu sial?" Luna kembali merebahkan tubuhnya, ia menyesal kini, jika saja dulu ia tidak membully Kevin maka hidupnya akan sangat tenang sekarang.
Luna mengacak rambutnya hingga kusut, perasaan ini tidak pernah muncul sebelumnya, karena situasi telah berbeda kini.
"Apa aku harus minta maaf padanya?" Luna mencoba berpikir jernih kini. Meminta maaf mungkin hal yang terbaik yang bisa ia lakukan saat ini.
"Tapi bagimana jika aku membangkit luka lama dan akhirnya dia memecatku?" Luna kembali berpikir, bagaimana jika permintaan maafnya hanya akan memperburuk suasana? membayangkan Kevin berdiri bercacak pinggang dengang tatapan matanya yang mengintimidasi akan membuat Luna mati saat itu juga.
"Huaaa aku ingin menangis." Luna berteriak frustasi, ia begitu gundah dan menyesali perbuatannya di masa lalu, karena dulu Kevin selalu mengikutinya seperti se ekor buntut membuatnya menjadi bahan ejekan yang akhirnya ia merubah sikapnya menjadi kasar kepada Kevin.
"Tetapi jika dia menyimpan dendam padaku harusnya aku sudah di pecat sejak dua tahun yang lalu bukan?" Luna membuka pikirannya lagi dan mencari jalan pikiran yang lebih positive.
"Baiklah Luna semua bukan masalah, kamu bisa tidur sekarang lagi pula besok adalah weekend kamu bisa bebas darinya." Akhirnya senyum terukir di wajah cantik Luna yang memutuskan untuk tidur dan melupakan sejenak situasi buruk diantara dirinya dan atasannya itu.