Chereads / Mutiara Hitam / Chapter 8 - Bimbang

Chapter 8 - Bimbang

Mereka sampai di rumah Zara. "Loh loh.. Kok sudah pulang lagi Ra?" tanya Nadia yang telah membuang sampahnya tadi. Ia heran dengan sikap Zara yang pendiam.

"Eh ada kak Nadia toh.. Bagaimana kabarnya kak?" tanya Nifa, kemudian ia turun dari motornya untuk memberi salam. Sedangkan Zara langsung terduduk di atas teras untuk melepaskan sepatunya.

"Baik, Alhamdulillah.. Nifa, Zara kenapa lagi?" tanyanya penuh telisik.

"Kak.. sepertinya aku sudah menyerah. Tak habis pikir dengan isi pikirannya." ucap Nifa sambil memperhatikan gerak-gerik Zara. Dan Zara yang melihat Nifa sedang berbincang dengan kakaknya memutuskan untuk tidak menggangunya dan masuk ke dalam rumah. "Aisshh.. anak itu begitu menyebalkan." Gerutunya.

"Haha.. Jadi sepertinya hasilnya tidak memuaskan ya?" tanya Nadia secara perlahan.

"Tau gak kak? Dari CVnya ikhwan (laki-laki) itu terlihat begitu sempurna, bisa dikatakan pria idaman. Tapi dia menolaknya, alasannya karena terlalu sempurnalah, ia tak mampu menandinginyalah.. Padahal hal itu bisa sebagai ajang dia untuk memperbaiki dirinya kan?" papar Nifa, yang ditanggapi dengan anggukan-anggukan kecil dari Nadia.

"Yasudah.. terima kasih ya Nifa.. Kau begitu setia pada Zara. Aku tau pasti akan terjadi hal-hal seperti ini. Maafkan dia ya.." ucapnya lembut, menggantikan Zara memintakan permintaan maaf pada Nifa.

"Hmmm.. tak apa kak. Aku sebagai sahabatnya juga paham, sangat paham kelakuan dia." ucapnya. "Sampai rasanya mau ngebejek-bejek itu orang hahaha.." Tawanya disusul oleh tawa Nadia.

"Yasudah kak, harus pulang nih. Entar My husband nyari-nyari.." ucapnya. "Assalamualaikum." Lalu Nifa mengendarai motornya dan menghilang dari pandangan Nadia.

***

Tok tok tok.

"Zara.. ayo makan dulu." Ajak Nadia. Sambil beberapa kali mengetuk pintunya.

"Iya kak, lagi ganti baju." balasnya. Nadia meninggalkan Zara dan menuju kamar suaminya dan mengajaknya untuk makan siang juga. Sedangkan Ayah dan Bundanya sedang ada urusan yang entahlah apa itu.

Zara keluar dari kamar mengenakan sweater berwarna hijau tua dengan jilbab yang melindungi lekuk tubuhnya. Tak lupa ia mengenakan rok hitam kesukaannya. Sangat santai. Ia berjalan menuju meja makan dimana ada Abang dan Kakak iparnya itu.

"Kau lesu sekali.." Cibir Abangnya, yang tidak ditanggapi sama sekali. Zara fokus mengisi piringnya dengan nasi dan lauk pauk yang ia inginkan. Lalu dengan khusyuk memasukan setiap sendok ke dalam mulutnya. Nadia dan suaminya hanya saling pandang.

"Zara.. gimana hasilnya? Lanjutkah?" tanya Nadia selembut mungkin, menghindari untuk membuat Zara tersinggung.

"Kakak juga pasti tau hasilnya." jawabnya cuek.

"Kau ini.." ucap Fadli tertahan. Ia berusaha untuk mengatur emosinya. "Trus mau mu sekarang bagaimana? Mencari lagi? Abang sudah diskusi sama Ayah, tapi nyatanya gak bisa diubah lagi jadwalnya. Jadi ya, minggu ini kau harus ketemu keluarga calon suamimu." jelasnya.

"Abang.. aku tak tau siapa dia. Tapi.." ucapnya tertahan. Semua orang masih menunggu Zara untuk melanjutkan. "Tapi.. aku pun tak mampu memilih dan menemukan seseorang yang cocok." lanjutnya. Ia kembali memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.

"Bagaimana dengan hasil istikharahmu?"