seorang lelaki berbadan hitam legam,rambut keriting berantakan sambil sesekali menghisap batang rokok ditangannya tengah asyik menyusun rencana untuk memprovokasi para warga. " pokoknya,sampeyan mesti meyakinkan warga,khususnya para ibu ibu buat berhenti di perusahaan itu."ucapnya.
"laah piye to boss,opo iso...ikuu.." tunjuk nya pada segerombolan laki laki berkacamata hitam dan jas hitam.
"owalahh..iki bocah bocah tengik silaturahmi lagi toh.."ucap lelaki berbadan besar.
"iku..tamu toh boss" ucap lelaki berbadan agak kurus lagi.
"ndasmu..! heyy..ngopo sampeyan ngene,kami ra sudi nrimo tamu yang ora hormat sama kami" ucapnya pada lelaki berkacamata hitam itu yang tak lain adalah pengawal Kwang. yang memasuki sebuah bangunan tua dengan berbagai besi besi tua di dalamnya. tanpa banyak bicara pengawal Kwang melangkah maju dan mencengkeram leher pemuda yang berbadan besar,membuat para preman melotot dan memasang kuda kuda hendak menyerang. namun tak sempat bergerak maju, 10 orang anak buah pengawal Kwang sudah maju duluan membawa alat pemukul besi.
"bocah edan! iso ne keroyokan" ucap lelaki berbadan hitam legam sambil melempar sisa batang rokok dan mengeluarkan sebuah pisau tajam. sambil mengacungkan kepada para anak buah pengawal Kwang. namun usahanya sia sia, pisaunya langsung melesat melayang kemudian terjatuh jauh begitu sebuah pukulan mengenai tangannya. hingga membuat teman temannya yang lain ketakutan. tak bisa dielakkan lagi berbagai pukulan mengenai tubuh mereka, hajaran demi hajaran membuat mereka lunglai tak mampu membalas. ujungnya mereka berada terikat di sebuah kursi kayu. pengawal Kwang menyiramkan air dingin berisi es yang hampir mencair. membuat mereka sadar keadaan mereka sangat memprihatinkan.
"kau sudah menyentuh orang yang kami hormati, bahkan melukainya,tidakkah kau membuat galian lubang jurangmu sendiri,jadi..jangan sesekali ikut campur dengan apa yang kami kerjakan, your understand!!"ucap pengawal Kwang tajam sambil memegang dagu lelaki berbadan hitam legam yang mukanya penuh dengan luka luka.
"sopo sampeeyaan..." ucapnya terbatas bata sambil meringis kesakitan.
"kami...mautmu! ucapnya pengawal Kwang sambil mengeluarkan sebuah pistol.
*****
Zhi han yang menikmati makannya bersama riri mendapatkan kiriman foto dari pengawal Kwang. sambil mengernyitkan dahinya ia kemudian menutup handphonenya.
"kamu kenapa.." ucap riri
"ada sesuatu yang terjadi diperusahaan."
"mmm...inii" ucap Zhi han yang memperlihatkan sebuah foto undangan dengan bentuk oval elegan dan tertulis nama perusahaan besar riri dan Zhi han.
"ayo kita ke shanghai" ucapnya lagi.
riri hanya meangguk, dan menyuap makanannya,padahal ia sudah tau perihal undangan tersebut, hanya saja yang membuatnya malas itu adalah tempatnya, shanghai.
"heyy...kenapa..kamu kok diam gitu" ucap Zhi han memandangi ekspresi istrinya yang biasa biasa saja setelah memperlihatkan undangan penerimaan penghargaan kompetensi global internasional.
" bukankah..ini yang kita tunggu tunggu, apa kamu tak yakin kita bakal menang kali ini." ucap zhi han.
" aku yakin kok" ucap riri ragu. dalam hatinya ia terus menggerutu, kenapa shanghai menjadi tempat pilihan para pihak penyelenggara,membuat ia sangat malas untuk kesana.
"sweetyy...sweetyy..." ucap Zhi han membuyarkan lamunan istrinya. riri yang tersadar, langsung menaruh sendok garpu di pinggiran piring. menandakan ia tak ingin menghabiskan makanannya.
"lohh..kurang enak masakannya." ucap Zhi han yang heran melihat perubahan sikap istrinya.
"gak kok...udah kenyang" ucap riri beralasan.
di kamar, riri mondar mandir memikirkan apa yang harus ia lakukan di shanghai, kota yang banyak memberikan kenangan buruk buatnya. otomatis james pasti mengetahui perihal ini. tak mungkin james menyerah untuk membujuk riri kembali dalam menata perusahaan majalah di sana.
Zhi han yang sehabis mandi melihat tingkah istrinya yang sangat serius mendekati, kemudian meniup lembut telinga istrinya. membuat riri tergidik dengan kelakuan suaminya barusan.
"kenapa sih..dari tadi seperti ada sesuatu yang kamu sembunyikan" ucap Zhi han memandangi serius istrinya.
"mmm...cuma memikirkan satria az kok, ini kan pertama kali aku bepergian tanpa dia"..ucap riri berbohong.
"bukankah...oughh" ucap Zhi han yang kemudian tersenyum karena riri mengabulkan keinginannya untuk pergi berdua.
" mr.Zhi..bukankah ini sangat kebetulan sekali, kau ingin mengajakku pergi ke shanghai, kemudian...pihak penyelenggara juga mengadakan penempatan penerimaan penghargaan di sana. bukankah terlihat aneh" ucap riri sambil duduk di tempat tidur.
Zhi han yang di beri pertanyaan tersebut, nampak sedikit gugup.
"mmmm..ya kebetulan...mungkin..itu cara tuhan agar kita bisa sekalian berlibur" ucap Zhi han meyakinkan istrinya. ia pun mendekat dan semakin dekat dengan tubuh istrinya, yang mulai perlahan lahan merebahkan diri di tempat tidur. kini posisi riri tepat berada di bawah tubuhnya.
"yaa...kau mau apa" ucap riri
" menyambung sesuatu..."ucap Zhi han memainkan sebelah alisnya.
riri memicingkan matanya, mengingat apa maksud Zhi han.
yang mengingatkan ia akan ciuman di teras apartemen Zhi han beberapa minggu yang lewat.
"omg...itukan..aku yang...ouhh noo..dia mau ngebalas kayaknya nih???!." ucap riri dalam hati.
Zhi han yang menunggu reaksi istrinya memandangi nya dalam dalam.
"bukankah makanan kesukaanku itu kamu,sekarang ijinkan aku melumatnya" ucap Zhi han tajam penuh gairah.
"yaa... bukankah kita sudah makan.."balas riri yang mendorong tubuh Zhi han ke samping nya.
"yaaa...makananmu tak habis tadi..alangkah..." ucap Zhi han yang terpotong dengan belaian lembut riri yang kemudian mendaratkan ciuman di pipinya.
"aku sudah menghabiskan makananku barusan".ucap riri yang memandangi langit langit kamar.
"lalu...kapan aku bisa menghabiskan sisanyaaaa" ucap Zhi han sambil memeluk tubuh riri di pembaringan.
"mmmmm....tak tauuuu" ucap riri yang melepaskan pelukan Zhi han dan menarik tubuhnya perlahan membenarkan posisinya.
"rii...menurutmu keluarga itu apa" ucap Zhi han yang mengikuti istrinya memposisikan diri di pembaringan sambil melanjutkan pelukannya.
"keluarga...adalah jari, jari jari tangan yang terdiri dari jempol sampai kelingking,yang di sambung urat saraf dan aliran darah hingga mereka saling berhubungan satu sama lain" ucap riri menjelaskan pada Zhi han.
"menurutmu..." balas riri
"keluarga... aku tak memiliki yang lengkap sepertimu, jadi keluargaku ya kamu.." ucap Zhi han menerawang jauh sisi masa lalunya yang tak panjang dalam mengenal kasih sayang orangtua sesungguhnya.
"apa yang ingin kamu lakukan di shanghai" ucap riri memalingkan tubuhnya ke arah Zhi han.
"banyakk...salah satunya hanya ingin memiliki kamu" ucap Zhi han yang mendaratkan kecupan di bibir riri.
"kamu..kamu sekarang sepertinya sangat leluasa melakukannya..."
"maksudnya...aku tak mengerti" balas Zhi han.
"peluk aku,gendong aku,cium aku" ucap riri yang kemudian menyadari sesuatu.
"bukankah kamu juga leluasa menciumiku" balas Zhi han tak mau kalah.
"oke...bagaimana.." ucapan riri terpotong sewaktu kecupan Zhi han kembali mendarat di bibirnya bertubi tubi. kemudian ia jatuh di pundak riri.
"yaa..neoleul michyeoss-eo, nega naleul salangha su-iss-eul ttae" ucap Zhi han setengah putus asa. riri mendengarkan apa yang di ucapkan Zhi han dengan nada setengah berbisik barusan. mereka terdiam lama, kemudian
riri menyunggingkan senyumnya tanda ia mengerti yang di ucapkan Zhi han barusan bahwa ia sangat tergila gila pada riri dan menanyakan kapan riri akan mencintainya.
"aku pun demikian...dan tak bisa menjawabnya" ucap riri sambil melirik Zhi han yang telah tertidur di sampingnya. riri membelai lembut rambut Zhi han.
" maafkan aku mr.Zhi...aku belum siap untuk itu, belum sepenuhnya" ucap riri berbisik di telinga Zhi han kemudian melelapkan dirinya di samping Zhi han.
yang tanpa riri sadari Zhi han tak terlelap sepenuhnya. Zhi han yang mendengar bisikan istrinya mengerti ketidaksiapan istrinya menerimanya. meski sepenuhnya ia berfikir akankah ini sangat panjang untuk di nanti, sedang hasrat hati tak kuasa memendamnya.
"salanghae...sweety,,love you forever...please..cintai saya apa adanya" ucap Zhi han membelai lembut wajah istrinya yang sudah terlelap sambil mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya. hasrat yang lama ia pendam selama bertahun tahun, entah kapan akan terbalaskan.