Wanita tersebut terbangun karena merasa pegal di lehernya, posisi tidurnya yang membuat dia tidak bisa terlelap lama.
"Ah..kamu sudah bangun? maafkan aku karena terlambat menyadarinya. Apa yang sakit? disinikah?" Winda mengusap dahi Luis dan terus menghujaninya dengan banyak pertanyaan, matanya menampakkan kepedihan.
"Maaf..karena kecerobohanku, kamu jadi mengeluarkan air mata" Luis merasa jauh lebih pedih saat melihat air mata mengalir di pipi Winda.
"Berjanjilah..jaga dirimu baik - baik agar aku tidak perlu lagi menangis untukmu.." Winda menatap Luis dengan lembut.
"Iya sayang..".
Luis mengisyaratkan untuk memperoleh kekuatan dari bibir lembut wanita di depannya, Winda mendekatkan wajahnya seperti tau apa yang diinginkan pria di depannya.
Tinggal satu inci lagi bibir mereka berdua saling terpaut, bercumbu penuh gairah. Namun terhenti dan segera menjauh karena pintu kamar Luis tiba - tiba terbuka dan suara itu begitu mengganggu.
"Luis! Are you ok?"suaranya sungguh memekak telinga.
"Ehm..bisa nggak kakak datangnya mundur lima menit aja" Luis mnampak kesal.
"Emang kenapa?" tanya Lisa binggung.
"Kakak lihat nggak sih? aku sedang bersama Winda, kakak sungguh menganggu.. seharusnya tadi aku sudah mendapatkan bibirnya" Wajah Luis menampakkan kekecewaan. Winda lansung mencubit lengan Luis.
"Hahaha..ok silakan lakukan saja, kakak dukung, ayo Winda lakukanlah" Lisa masih tertawa.
"Aish...kakak ini, mana nikmat jika ada kak Lisa" Luis melirik Winda yang sudah merah padam karena malu.
"Halo Winda how are you honey?" Lisa mengabaikan protes Luis dan lebih memilih menyapa Winda.
"Alhamdulillah baik kak" Winda tersenyum menyambut kak Lisa yang mencium pipi kanan kirinya.
"Kamu tega Luis, tidak kasih kabar ke kakak tapi malah menghubungi Winda untuk datang" kini giliran kak Lisa yang protes.
Luis yang tersadar menoleh ke arah Winda, "Ohya bagaimana kamu tahu keadaanku?" tanya Luis penasaran.l
Pada saat bersamaan Niko masuk ke dalam kamar Luis dan tak kalah terkejut melihat Nyonya Lisa dan Nona Winda sudah berada di samping Luis.
Pandangan tajam Luis teralihkan ke Niko, Niko seperti tahu maksud tuannya, dia segera mengangkat kedua tanganya mengisyaratkan menyerah yang berarti dia tidak berdaya dan pasrah menerima hukunman.
"Bukan salah Niko, tapi salah kamu kenapa menghubungiku pakai ponsel Niko. Sebenarnya sepulang kerja aku penasaran kapan kamu akan pulang jadi aku menghubungimu tapi yang angkat Niko, terus aku jadi curiga kenapa kamu telpon aku pakai nomor Niko. Karena penasaran aku paksa Niko untuk menceritakan keadaanmu yang sebenarnya. Jadi aku langsung pesan tiket online karena khawatir dengan keadaan kamu". jelas Winda.
Luis langsung mraih tangan Winda, " Terima kasih sayang sudah datang, aku baik - baik saja. Beristirahatlah...kamu pasti capek, biar Niko mengantarmu ke hotel terdekat" Luis memperhatikan Winda.
"Aku datang kesini untuk menemanimu bukan untuk menginap di hotel" Winda sedikit cemberut.
"Aku ingin bermalam disini, di sampingmu" Winda sudah membulatkan pilihannya.
"Hahaha...baiklah" Luis nyerah jika Winda sudah ambil keputusan, dia pasti tidak bisa di tentang. Sebenarnya hatinya menari - nari kegirangan karena malam ini Winda berada di sampingnya.
"Maafkan bayi dewasa ini, dia selalu merepotkanmu" Kak Lisa nyindir Luis.
"Kakak.." suara Luis memekak telinga.
"Ok, kakak pulang saja, besok pagi kakak kesini lagi. Winda...tolong jaga bayi dewasa ini. Dan satu lagi untukmu.." mata kak Lisa tertuju pada Luis. "Jaga sikapmu...kalian hanya berdua di ruangan ini" kak Lisa masih menggoda. Lisa menyuruh Niko untuk mengantarkan dia pulang.
"Hah..emang apa yang bisa aku lakukan dengan keadaanku sekarang" Luis merasa kesal dengan kakaknya.
"Mana kakak tahu..." senyum kak Lisa penuh arti.
Winda hanya bisa diam dan tersipu malau. Kini tinggal Luis bersama Winda dalam ruangan, sesaat suasana di rungan menjadi canggung. Winda memainkan rambut hitam panjangnya yang lurus terurai untuk mengusir rasa canggungnya, mengesampinkan rambutnya ke sisi kanan semua hingga leher sebelah kiri yang mulus putih terpajang sempurna. Pemandangan menggiurkan tersebut menyita perhatian Luis, tanpa sadar dia menelan ludah , bibirnya sedikit membuka menginginkan leher putih mulus Winda yang menggoda hasratnya.
Luis buru - buru menguasai emosinya, memalingkan wajahnya ke sisi lain. "Sayang...aku takut" kata Luis lirih, namun masih terdengar oleh Winda.
"Takut kenapa?" Winda sedikit heran pria di depanya yang nampak gagah dan selalu bisa dia andalkan ternyata bisa merasa takut juga.
"Ehm..aku takut tidak bisa menahan hasratku untuk mencumbu lehermu" wajah Luis mulai memerah sambil melirik ke arah leher Winda yang terbuka.
Winda mengikuti arah tatapan Luis dan kemudian merapikan rambutnya menutupi lehernya lagi. Sesaat kemudian Winda menahan tawa, "Hemm Ppfftt, kamu baru lihat leher sudah seperti itu..gimana kalau lihat bagian lain yang lebih..." Winda menggantung kalimatnya.
Winda merasa tingkah Luis lucu bagi seorang pria dewasa yang tampan dan mapan tentu bisa mendapatkan gadis mana saja yang dia inginkan dan melakukan apapun yang dia mau, Winda jadi tertarik untuk menggodanya.
"Kamu menantangku?" Luis mulai menarik tangan Winda.
"Emang apa yang bisa kamu lakukan sekarang?" Winda mengamati kondisi Luis yang masih lemah.
Luis tidak menjawab, wajahnya malah berubah menjadi sangat serius, tatapan misteriusnya membuat Winda salah tingkah, "Ada apa dengan wajahmu?" Luis bertanya sangat serius.
Winda jadi meraba - raba wajahnya, memastikan apa yang salah. Winda jadi kepikiran kejadian di tempat kerja tadi, apa tanpa sengaja Ari telah melukainya, tapi Winda tidak merasa ada yang sakit.
"Mendekatlah...biar aku periksa" Luis masih memasang wajah serius.
Luis meraih leher Winda dengan tanganya dan //cup// bibir Luis mendarat secepat kilat di bibir lembut Winda, kehangatan menjalar keseluruh tubuh mereka berdua, hasrat yang tertunda kini terlampiaskan, desahan - desahan lembut Winda membuat pergerakan bibir Luis semakin liar menyusuri tiap sudut lidah Winda. Kerinduan yang beberapa hari terpendam kini timbul ke permukaan. Cukup puas keduanya saling bersilat lidah menyalurkan hasrat kasih sayang mereka.
Setelah beberapa saat, keduanya berhenti bercumbu dan mulai mengatur nafas yang masih memburu.
Luis memandang Winda penuh rasa cinta, perlahan Luis mendekatkan lagi bibirnya..mencium kembali bibir manis wanita yang dia cinta sambil mengusap lembut lehernya yang terasa begitu halus dan hangat, Luis menyerongkan kepalanya coba meraih bagian lain, dia menjamah leher yang sendari tadi menggoda nafsunya. Winda menerima perlakuan Luis, tiada sedikitpun rasa Winda untuk menolaknya.
Setelah dirasa cukup memberi kekasihnya sedikit obat rindu, Winda segera mendorong dada Luis perlahan, Luis yang memahami maksud Winda segera menghentikan kesenangannya. Winda tersenyum begitu manis sambil menatap kekasihnya itu.
Malam ini Winda tidur di sofa penunggu yang lumayan empuk untuknya melepas penat seharian. Luis memandang Winda yang mulai terlelap di atas sofa panjang samping kanan bed tempat dia terbaring.
♡♡♡
Keesokan harinya begitu kak Lisa datang, dia segera disuruh ke ruangan dr.Faisal yang menangani Luis. Ada beberapa hal yang harus dia beritahukan kepada keluarga pasien.
Kak Lisa buru - buru melangkah menuju ruangan dr.Faisal diantar oleh salah satu perawat.
"Silakan masuk, dr.Faisal sudah menunggu di dalam" kata perawat tersebut mempersilakan kak Lisa.
"Selamat pagi dokter, perkenalkan saya Lisa, kakaknya Luis" kak Lisa tersenyum ramah.
"Oh..silakan duduk, saya dr.Faisal yang menangani Luis. Langsung saja ke intinya ya, seperti yang pernah saya sampaikan kepada tunangan adik anda sebelumnya bahwa..." ucapaan dokter tersebut dipotong oleh kak Lisa.
"Maaf dokter bisa ulangi lagi? sebab wanita waktu itu bukan anggota keluarga kami, dia hanya teman biasa adik saya. Jadi saya sama sekali belum tahu kondisi kesehatan adik saya saat ini, tolong diulang penjelasannya" kak Lisa berkata hati - hati takut menyinggung dr.Faisal.
"Baiklah, tidak masalah..akan saya ulangi lagi. Jadi begini..."(dr.Faisal menjelaskan secara terperinci kondisi medis Luis).
"Begitulah Nona Lisa, perdarahan dikepala Luis yang terus menekan batang otaknya sungguh sangat membahayakan jiwa Saudara Luis.