Chereads / Detak jantung cinta kita / Chapter 46 - Galau

Chapter 46 - Galau

Satu hari telah berlalu dan Winda sudah pulang ke Indonesia tadi pagi. Luis memutuskan untuk tetap diam, hanya bilang bahwa lukanya ringan dan akan segera sembuh.

Luis melepas kepulangan Winda dengan berat hati namun disisi lain dia tidak ingin Winda melihat sisi lemahnya sekali lagi, Luis tidak ingin meninggalkan kenangan yang menyakitkan di benak Winda karena dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membahagiakan Winda. Sehingga Luis memutuskan untuk merasakan rasa sakitnya sendiri dan berjuang sekuat tenaganya memerangi sakit yang di deritanya.

Kondisi Luis terus menurun setelah Winda bertolak pulang pagi tadi, Niko dan kak Lisa setia menemani Luis di sampingnya

Lisa semakin khawatir dengan keadaan adiknya yang semakin melemah, ingin rasanya dia memaksa adiknya untuk segera melakukan operasi.

"Kakak mohon kamu jangan keras kepala, segera setujui untuk tindakan operasi itu karena akan mengurangi rasa sakit yang kamu derita" Kak Lisa coba membujuk.

"Aku takut tidak bisa menerima resiko kegagalannya kak"

"Kakak akan minta tim dokter ahli yang terbaik yang akan mengoprasimu".

"Kak..." Luis merengek untuk tidak berdebat lebih panjang lagi, namun dalam hati Lisa dia berjanji tidak akan berhenti untuk mengusahakan kesembuhan adiknya.

"Nik, kamu temani bayi dewasa yang keras kepala ini, aku ingin pergi membasahi tenggorokanku yang kering dengan sia - sia" kak Lisa merasa kesal dengan adiknya, jika tidak mengingat Luis sedang sakit, pasti sudah habis di ketok kepalanya.

"Siap nyonya".

Niko duduk di sofa yang semalam untuk tidur Winda. Dia duduk dengan siap siaga jika sewaktu - waktu dia dibutuhkan oleh Tuannya.

"Nik, maafkan aku jika selama aku menjadi Tuanmu pernah menyakiti perasaanmu" Luis berkata dengan suara lemah.

"Tidak Tuan, anda memperlakukanku dengan baik. Sebaikya anda istirahat agar tidak bertambah lemah kondisinya".

โ™กโ™กโ™ก

Rutinitas pagi di departemen IGD kembali dijalani oleh Winda, kesibukan akan pasien mulai bertebaran di sekelilingnya.

"Pagi.." sapa Ari dengan wajah tampannya. Ari mulai membantu Winda melakukan pemeriksaan fisik pada pasien baru.

"Hai, pagi juga" jawab Winda sambi tanganya terus melakukan anamnesa pada pasien di depannya.

"Kapan pulang? aku dengar kamu pergi ke malaysia" tanya Ari dengan pandangan yang masih fokus pada pasien tanpa melirik Winda.

"He'em, kemarin pagi aku sampai rumah".

"Kamu bawa oleh - oleh apa buatku?" Ari menggoda sambil tersenyum.

"Oleh - oleh? kamu pikir aku kesana jalan - jalan?" nada bicara Winda mulai meninggi tapi tidak marah.

"Ha..ha..ha..maaf, ngomong - ngomong gimana keadaannya?" Ari jadi penasaran sebab tiba - tiba Winda langsung memutuskan untuk pergi ke malaysia dengan tergesa - gesa padahal hari sudah malam dan dia baru saja pulang shift siang pasti dia kelelahan.

"Waktu aku ijin mau pulang kondisi dia terlihat baik dan dia berkata akan segera sembuh sebab kata dia dokter bilang hanya sakit ringan" jelas Winda yang telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap pasiennya.

"Syukurlah kalo begitu"

"Terima kasih perhatianya" Raut wajah Winda meragukan ucapan pria di depannya.

"Eitz..jangan dikira aku hanya basa - basi, aku betul - betul merasa empati" Ari protes sambil menyeringai kecewa sebab Winda belum sepenuhnya mempercayai perubahan dirinya.

"Aku laporan ke dr.Vian dulu ya?" Winda berlalu dari hadapan Ari.

Di kantin...

Winda makan siang bersama Intan sahabatnya yang bekerja di bagian apotek rumah sakit yang sama dengan Winda, dia seorang apoteker muda namun handal dalam meracik dan mempelajari obat.

Intan seorang sahabat wanita yang masuk dalam daftar orang terdekat Winda, mereka saling mengenal semasa sekolah menengah atas, mereka sama - sama di kelas IPA selama dua tahun dan kuliah di Universitas yang sama hanya berbeda jurusan, Winda mengambil jurusan keperawatan karena sikapnya yang ramah dan mudah akrab dengan orang serta memiliki rasa empati yang tinggi sedangkan Intan yang sedikit tomboi lebih memilih jurusan farmasi karena sebenarnya dia sangat takut jarum dan melihat darah.

Pernah dulu waktu di SMA pihak sekolah bekerjasama dengan PMI kota untuk mengadakan donor darah, si Intan sahabatnya ini dengan badan yang berisi dan terlihat gagah karena dia sedikit tomboi membuat dia tidak bisa berpura - pura lemah dan tidak ikut donor. Saat itu Intan sudah terbaring di tandu khusus tempat pengambilan darah oleh tenaga ahli PMI, seluruh badannya gemetaran hebat saat tenaga medis mengeluarkan jarum yang akan ditusukkan ke lengan Intan, tiba - tiba dia berteriak sangat kencang hingga memekak telinga seluruh penghuni sekolah, dengan sekuat tenaganya dia mendorong tenaga medis hingga tersungkur ke belakang dan jatuh ke lantai sementara itu Intan langsung berlari pergi pulang kerumah. Hahahaha..Winda masih sering tertawa dan meledek Intan jika teringat masa itu.

"Kapan Luis pulang ke Jogja?" Intan membuka obrolan, dia sudah mengetahui kepergian Winda ke malaysia dan kondisi Luis sebab sahabatnya itu selalu curhat tentang hubungan asmaranya dengan Luis setiap saat.

"Entahlah...tapi aku rasa tidak lama lagi, sebab dia bilang sudah membaik, tadi pagi -pagi sekali dia menelponku dengan suara yang bergembira dan sempat menggodaku" Winda melirik sahabatnya yang duduk di sampingnya serta memamerkan senyum kemesraan kisah cinta mereka berdua.

"Iya..iya percaya deh..kalian pasangan teromantis saat ini" Intan sedikit cemberut.

"Hahaha..makanya jangan ngejomblo terus, cepat cari sang pangeran agar kita bisa double date. Atau...aku bantu carikan?" Winda menggoda.

"Ogah! nanti kau jodohkan pula aku dengan mantan pacarmu yang tak tau malu iiituuu.." Intan tambah cemberut, ingin rasanya Winda mengucir bibir sahabatnya itu pakai karet.

"Eits...jagan salah, dia sekarang sudah jadi pribadi yang baik". Winda coba membela mantanya yang kini berubah status sebagai temannya.

"Dari mana kamu bisa pastikan itu?".

"Iyalah, sekarang kami berteman semenjak obrolan sehat beberapa waktu lalu. Dia juga rajin beribadah dan tidak jelalatan lagi liat wanita" diam - diam Winda mengamati perubahan Ari, ya semoga saja selamanya baik.

"Uhm...kalo aku pikir - pikir dia lumayan, tampan juga.."

"Tuh..kan...kamu diam - diam sudah memperhatikan dia ya?" Winda sepontan memotong kalimat sahabatnya yang belum mencapai titik.

"Sabar..jangan cepat ambil kesimpulan, aku belum selesai bicara. Tapi...sebenarnya aku sudah punya seorang pria yang aku sukai" Intan mengucapkannya dengan mata bersinar dan senyum yang merekah cantik di wajahnya.

"Ohya...siapa dia?" Winda jadi penasaran.

"Dia adalah...." Intan tersenyum semakin lebar.