"Beraninya kamu berbicara seperti itu kepadaku!" Lusi semakin murka karena menahan malu kejahatannya terbongkar.
"Sudah cukup jangan membuat keributan di rumah sakit apalagi kita sedang berada di negara orang lain sekarang" Luis menengahi perdebatan.
"Tapi Tuan..." ucapan Niko terhenti, Luis mengisyaratkan Niko untuk diam.
"Lusi..apa kamu terluka?" Luis bertanya dengan lembut ke Lusi.
"Aku tidak apa - apa, hanya lecet sedikit" Lusi menampilkan senyum yang dibuat - buat, dia merasa masih punya harapan karena sedikit perhatian dari Luis".
"Luis..apa benar kamu baik - baik saja? disini sakit tidak?" Lusi mencoba memegang tangan Luis dengan niat menggoda.
"Hentikan Lusi, aku masih baik kepadamu tapi bukan berarti kamu bisa berbuat sesuka hatimu" sikap Luis berubah dingin.
Lusi nampak terkejut, kecewa..rencananya meleset semua, jadi Lusi memilih untyk pergi dulu karena tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang.
"Baiklah, aku akan pulang karena sudah ada yang menjagamu" Lusi menundukkan wajahnya, Lusi merasa malu untuk menatap wajah Luis, kemudian berbalik dan pergi dari ruangan tersebut.
"Tuan muda, apakah saya harus bertindak sekarang? nona Lusi sungguh keterlaluan kali ini, saya takut jika dibiarkan..nona Lusi akan bertindak lebih gila lagi dan bisa membahayakan keselamatan Tuan muda" api emosi dalam diri Niko masih membara.
"Tidak perlu, aku rasa dia sudah cukup malu karena kita bisa menggagalkan rencana gilanya. Jika kita membalasnya nanti hanya akan menciptakan rasa dendam di antara keluarga Adijaya dan Adikuasa" Luis berpikir dengan kepala dingin.
"Baiklah jika itu mahu Tuan muda".
"Nik, bisakah kamu pinjamkan ponselmu?" Luis meminta dengan sedikit malu.
"Tentu saja, silakan. Saya akan menunggu di Luar" Niko memberikan ponselnya dengan seyum penuh makna, dia bergegas keluar karena tidak ingin mengganggu Tuannya yang akan menghubungi cintanya.
"Ah..senyumanmu itu membuatku merasa tidak nyaman" Luis merasa seperti di ejek dengan senyuman Niko.
โกโกโก
Lusi merasa sangat kesal sebab rencananya telah diketahui Luis, pria yang sangat dia inginkan sejak lama.
๐จ"Sayang...papi sudah kirimkan dua bodyguard sesuai keinginanmu. Papi harap kamu tidak membuat kerugian untuk dirimu sendiri". Lusi membaca pesan dari orang tuanya.
Lusi mengabaikan pesan dari orang tuanya, dia merasa kesal, sebab rencananya para bodyguard itu akan dia gunakan untuk menjaga Luis dari para pengganggu namun sekarang terasa sia - sia karena rencananya sudah terbongkar.
"Aku tidak merasa rugi, hanya kurang beruntung. Aku akan memperbaiki rencanaku hingga dapat berhasil sesuai keinginanku. Luis tunggulah...kamu sudah terlanjur menyita perhatianku sejak kecil, maka kamu harus membayar semuanya..kamu harus menjadi milikku apapun caranya" Lusi berargumentasi sendiri sambil tertawa aneh.
Semoga saja kamu tidak menjadi orang yang tidak waras. Lusi...lusi...masih banyak pria lain yang dapat membuatmu bahagia, jangan hanya karena satu pria maka kamu menutup semua pintu hatimu untuk pria lain yang mencintaimu.
Lusi kembali fokus pada layar ponsel, tapi kini ponsel Luis yang berbunyi..Lusi nampak salah tingkah membaca nama yang tertera di ponselnya Luis.
"Ha..lloo..." Lusi menjawab dengan ragu.
"Siapa ini?!" tanya wanita di ujung panggilan.
"Ehm..ini Lusi kak"
"Kenapa ponsel Luis ada padamu? dimana dia..? Lusi! aku peringatkan kamu...jangan berbuat macam - macam kepada adikku. Aku tahu kamu sangat terobsesi dengan adikku tapi tidak seperti ini caranya. Aku tidak segan - segan memburumu jika kamu melakukan kesalahan!. Kamu berani menyebabkan adikku satu - satunya dalam masalah maka aku pun bisa menyebabkan hal yang sama kepada orang tuamu. Kamu seharusnya memikirkan hal itu jika tidak ingin jadi anak durhaka! tidak mengenal budi orang tua". Lisa menjadi sangat marah terhadap Lusi karena wanita tersebut bertingkah kelewat batas.
Tangan Lusi bergetar, wajahnya penuh kecemasan..dia tidak berfikir panjang selama ini, dia terlalu egois memikirkan dirinya sendiri.
"Aa...aku..ti..dak seprti ituuu kak.." ucapan Lusi terbata bata. "Maaa..afkan..a.." //tut..tut..// ponsel segera di tutup oleh Lisa sebelum Lusi menyelesaikan kalimatnya.
โกโกโก
Kesibukan di departemen IGD akan segera berakhir bagi Winda sebab sebentar lagi dia kembali bertugas di bangsal vip tempat seharusnya dia berada.
Kesibukannya mengurus pasien yang sperti air mengalir tiada henti sungguh menyita tenaga dan fikirannya. Winda meneguk segelas air, menyeka keringat di dahi sembari membuka ponselnya yang barusan berbunyi, keningnya sedikit bergelombang menatap nomor asing di layar ponselnya, Winda lebih terkejut lagi setelah membaca isi pesannya...
๐จ"Sayang..apa kamu sedang sibuk?"
Uhm...siapa yang mengirim pesan ini, tapi kalau di lihat dari gaya bahasanya sepertinya aku tau..fikir Winda dalam hati.
๐จ"Siapa ini?" Winda bertanya untuk memastikan. Si punya nomor tersebut malah menelponnya kemudian. Winda mengangkat dengan ragu.
๐"Hallo...siapa ini?" Winda menjawab panggilannya.
๐"Hallo sayang, bagaimana kabarmu disana? kamu merindukanku kah?"
๐"Sudah aku duga pasti kamu, kenapa pakai nomor baru? Apa kamu takut ketahuan kekasih barumu jika menghubungi ku?" tanya Winda dengan nada sinis.
๐"Apa yang kamu bicarakan sayang? aku tidak mengerti..bagaimana bisa kamu menuduhku memiliki kekasih baru? Hahaha...Apakah kamu protes karena aku tidak segera pulang? Sebesar itukah rindumu padaku?"Luis menggoda Winda.
๐"Apa kamu sudah lupa? baru beberapa jam yang lalu kamu memintaku untuk melupakanmu sebab kamu lebih memilih untuk bersama Lusi sekarang!" Winda balas menyindir Luis.
Luis mulai faham situasinya, kemungkinan tadi Lusi sudah mulai menjalankan rencananya dengan mengirim berita yang tidak benar ke Winda.
๐"Haha...aku tidak mungkin meminta itu darimu, sebab yang aku ingin hanya..memintamu untuk menjadi SAJADAHKU" Luis berkata dengan mantap.
๐"Sajadah? kenapa sajadah? kenapa kamu memintaku untuk menjadi sajadahmu?"
๐"Karena suatu hari nanti aku ingin beribadah di atasmu" Luis berkata dengan lembut dan sungguh - sungguh, memang itulah pengharapan Luis suatu hari nanti.
๐"Berdirilah di hadapanku dan ucapkan kalimat tersebut secara langsung" kata Winda setelah terdiam beberapa saat, mata Winda mulai berkaca - kaca.