Chereads / Detak jantung cinta kita / Chapter 41 - Kecerobohan diri

Chapter 41 - Kecerobohan diri

Bibir tipis Lusi berubah seketika, senyum liciknya terlukis jelas di wajah cantiknya. Sekarang tinggal menyingkirkan wanita pengganggu...

Lusi meraih ponsel Luis dan mulai melancarkan aksinya, dia melakukan satu persatu rencananya dengan rapi agar tidak mudah di curigai. Namun Lusi lupa, sepandai pandainya dia menyembunyikan bangkai, cepat atau lambat pasti akan tercium bau busuknya, dan sepandai - pandainya tupai melompat suatu saat akan jatuh juga.

♡♡♡

//Ppyaaaaarrrr//

Gelas yang di pegang Winda tiba - tiba lepas dari genggamannya, airnya tumpah dan pecahan gelas berserahan di lantai. Pikirannya menerawang jauh memikirkan Luis untuk sesaat, tangan kanannya memegangi debaran jantung yang memburu cepat, "Semoga kamu baik - baik saja sayang.." ucap Winda dalam hati.

"Kamu tidak apa - apa?" Ari mendekati Winda yang masih berdiri mematung di sekitar serpihan gelas.

Winda tersentak dari lamunannya, "Ah..aku baik - baik saja" Winda mulai membersihkan serpihan gelas yang tercecer di lantai.

"Biar aku saja, kamu duduklah" kata Ari penuh perhatian.

Ari menggantikan Winda membersihkan serpihan gelas dan membuatkan secangkir capucino hangat untuk Winda, "Minumlah..biar suasana hatimu membaik" Ari mengulurkan cangkirnya di meja depan tempat duduk Winda.

"Terima kasih".

"Ada apa denganmu, dari tadi Aku lihat...kamu banyak melamun dan melakukan kesalahan". Ari melihat Winda yang masih melamun tanpa memberikan respon kepadanya.

"Apakah kekasih barumu mulai menyakitimu?" tanya Ari penasaran.

Winda menghentikan tangannya untuk mengantarkan capucino hangat ke bibirnya dan malah meletakkan kembali cangkirnya di meja. "Maaf tapi itu bukan urusanmu dan aku tidak perlu berbagi cerita denganmu" ucap Winda seraya bangkit dari kursinya dan meninggalkan Ari sendirian di dapur karyawan departemen IGD.

Para perawat berkumpul di ruangan dokter, kepala perawat pun nampak duduk di samping dr.Vian. Winda berdiri diantara perawat - perawat lain yang berjajar rapi di depan dr.Vian, hatinya bertanya - tanya ada apa gerangan..

"Terima kasih atas kesediaan rekan - rekan untuk hadir" dr.Vian membuka pengumuman.

"Saya mengumpulkan kalian semua untuk memberitahukan bahwa kondisi kesehatan dr.Dirga saat ini semakin memburuk, saya harap rekan - rekan semuanya berkenan untuk bersama - sama mendoakan agar dr.Dirga di beri keajaiban dan bisa segera sembuh hingga dapat bekerja bersama kita lagi disini" dr.Vian nampak begitu sedih, matanya mulai merah dan berair.

"Mari kita menundukkan kepala dan mulai mendoakan yang terbaik untuk kesehatan dr.Dirga" kepala perawat mulai menundukkan kepala yang di ikuti semua staf departemen IGD.

"Berdoa selesai, terima kasih rekan - rekan semuanya, silakan untyk melanjutkan kerja kalian masing - masing" ucapan Bu Sukmawati kepala perawat membubarkan meeting singkat.

Sebenarnya ini bukan gayanya, namun Winda akhirnya mendekati Risa karena penasaran, mungkin Risa bisa memberikan info yang dia cari, secara Risa kan perawat tukang gosip.

"Sa, sebenarnya dr.Dirga itu sakit apa sih?" tanya Winda sambil menyejajarkan langkahnya dengan Risa.

"Ehm..kurang tahu pasti sih tapi ada yang bilang kalo dr.Dirga itu sudah punya penyakit jantung bawaan dari kecil. Pantas saja kan dia terlihat putih diantara para pria, ternyata karena pucat" jelas Risa.

"Begitu ya.." Winda merasa kasihan tapi sekaligus kagum. dr.Dirga tetap semangat hidup bahkan menjadi dokter pula. Walau dia lemah di dalam namun tetap terlihat kuat di luar bahkan suka menolong orang tapi tidak ikut campur urusan orang. Winda teringat kejadian di dapur perawat saat Ari berlaku kurang ajar padannya waktu itu.

"Ugh...sayang sekali kan pria serampan itu, kaya, dokter pula, keren dan baik hati seperti dr.Dirga ternyata berumur pendek" Risa mulai merepek kayak kerupuk habis digoreng.

"Jangan bilang gitu Sa, semoga masih ada harapan untuk dr.Dirga" Winda mengakhiri pembicaraannya dengan ratu gosip agar tidak menjalar kemana - mana, Winda berjalan lebih crpat meninggalkan Risa di belakang.

📨"Kamu harus belajar melupakanku mulai sekarang, Aku sudah putuskan untuk bersama Lusi. Aku harap kamu dapat menerima keputusanku, satu lagi..jangan hubungi aku lagi!" Winda membaca pesan dari Luis.

"Ups...hahaha...apa - apaan ini. Uhm..pasti Luis mau mengerjaiku. Dasar! ok aku akan ikuti permainanmu sayang.." Winda masih tersenyum - senyum sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku.

♡♡♡

Di rumah sakit Sunway Medikal Centre Kuala Lumpur, Lusi memasuki ruang rawat inap Luis.

Betapa terkejutnya Lusi sebab di dalam ruang tersebut ada Niko yang sedang duduk di samping Luis dan mereka nampak mengobrolkan hal penting masalah bisnis.

"Bagaimana bisa kamu ada disini? Bukankah Luis sudah menyuruhmu pulang ke Yogyakarta?" Lusi berkata dengan nada khawatir, terkejut dan kesal yang bercampur menjadi satu.

Niko dan Luis berbarengan menoleh ke arah Lusi, dengan santai Niko menjawab, " Dari mana nona Lusi tahu kalau Tuan muda Luis menyuruhku pulang ke Yogyakarta?bahkan Tuan Muda pun tidak tau dengan pesan itu sebab belum bertemu dengan ponselnya setelah kecelakaan tadi siang".

"Ehm..dan kamu Luis, kenapa kamu nampak begitu sehat? kepalamu tidak apa -apa?ehm..syukurlah..aku pun ikut senang.." Lusi mengalihkan pembicaraan agar tidak ketahuan jika dia yang sedang menyimpan ponsel Luis.

"Aish...sudahlah..cukup sandiwaranya nona..kami sudah tahu kalau nona Lusi yang menyimpan ponsel Tuan muda Luis, karena apa? karena perawat yang memberikan ponsel Tuan muda Luis sudah menceritakannya kepada kami".

"Satu lagi, Nona pasti penasaran kenapa saya bisa ada di sini? karena kecerobohan Nona sendiri yang memakai ponsel Tuan muda, sehingga saya bisa disini. Terima kasih telah membiarkan ponsel Tuan Muda tetap menyala karena otomatis terhubung dengan ponsel saya dengan pengatur otomatis share location ponselnya Tuan muda ke ponsel saya". Niko tidak bisa menahan diri lagi atas ulah wanita licik di depanya itu.

"Beraninya kamu berbicara seperti itu kepadaku!" Lusi semakin murka karena menahan malu kejahatannya terbongkar.