"Ok, aku terima. Asal kamu berjanji untuk tidak berbuat hal gila dan kamu menepati janjimu setelah satu minggu berlalu" Luis mengatakannya dengan perasaan kesal.
Lusi akhirnya senyum penuh kemenangan, "Kapan kamu mulai menemani hari - hariku?" Lusi bertanya dengan suara manja dan tak henti - hentinya dia memandang wajah tampan Luis.
"Lusi! Aku masih tak habis pikir, kenapa kamu bersikap seperti ini sekarang? Lusi yang Aku kenal sejak kecil sangatlah menjaga harga dirinya" Luis menatap Lusi dengan pandangan kecewa.
"Hah.." Lusi membuang muka dan mendesah menahan rasa sakit hatinya, pria yang dia sukai menyinggung harga dirinya. Dulu memang betul Lusi sangat menjaga harga dirinya, namun semua itu telah berubah sekarang, semua ego dan harga dirinya telah dibuang jauh - jauh demi mengejar cinta Luis.
"Kamu penasaran? ini semua hal yang wajar, aku korbankan harga diriku di depanmu...pria yang aku cintai dari dulu. Tidakkah kamu dapat merasakan betapa besarnya rasa ini..rasa cintaku padamu Luis..." Lusi sungguh mendalami perannya...dia begitu menunjukkan semua perasaannya demi mendapatkan perhatian Luis. Namun sebuah rasa tidak bisa dipaksakan..ini semua tentang rasa..rasa yang tumbuh dalam jiwa seseorang.
"Cukup Lusi, berapa kali harus aku bilang, aku hanya mencintai Winda dan tidak akan berubah" kata Luis begitu jelas.
"Tidak, kamu pasti akan berubah pikiran" Lusi menutup telinga, tidak mau mendengarkan penjelasan Luis.
"Hari ini sudah cukup, pulanglah dan bersiap untuk hari esok. Mungkin kamu akan kelelahan mengikuti kemauanku" Lusi tersenyum penuh makna, mengibaskan rambutnya dan masuk ke dalam kamarnya. Lusi tidak mau mendengar lebih banyak lagi penolakan Luis, sekarang dia tidak mau tahu itu semua, yang diinginkannya saat ini adalah memanfaatkan waktu yang ada untuk merebut kembali perhatian dan hati Luis.
Di dalam mobil perjalanan pulang menuju apartement Luis, "Nik, aku rasa kamu tetap harus mengikutiku dari jauh saat aku bersama Lusi, aku rasa mungkin saja Lusi akan tega berbuat hal yang gila terhadapku. Aku tidak ingin hal buruk terjadi, kalaupun itu terjadi...setidaknya kamu bisa menjadi saksi yang akan menjelaskan tentang kebenaran yang ada" Lusi berpesan kepada Luis.
"Siap Tuan, saya akan selalu memantau dari kejauhan" Niko mematuhi perintah Tuannya.
โกโกโก
Seminggu kebersamaan Luis dan Lusi, berbagai cara telah dilakukan Lusi untuk menarik perhatian dan mencuri kembali hati Luis, seperti selalu berpakaian modis dan cantik di depan Luis, tekun mengerjakan proyek pembangunan Rumah Sakit cabang di Malaysia, bahkan merayu Luis seraya berpakaian seksi pun dia lakukan, mengulang kejadian - kejadian manis di masa kecil, makan malam romantis, namun seperti sia - sia tanpa hasil sedikitpun. Satu nama yaitu Winda, tidak pernah luntur walau hanya sedetik pun dari ingatan Luis, wanita itu selalu duduk manis di singgasana jantung hati Luis.
Lusi sangat murka, hingga dia merasa kehabisan cara untuk memperdaya Luis. Lusi hampir frustasi di buat mati gaya oleh Luis, hingga kejadian siang ini..
"Sebelum kamu kembali ke Indonesia, kita makan siang di apartemenku dulu ya?" pinta Lusi setelah selesai meeting di kantor dengan beberapa pemilik saham.
Luis nampak malas melayani keinginan Lusi, sudah terlalu eneg dia dengan sikap Lusi selama seminggu belakangan ini. Semua ini Luis lakukan demi kelangsungan proyek disini dan demi Ayah Hermawan, sebab proyek ini adalah kontrak kerjasama pertama di luar Negara perusahaan Tuan Hermawan yang kebetulan Tuan Jhonas atau papinya Lusi adalah investor terbesar di perusahaan Tuan Hermawan. Jelas Luis tidak ingin merusak usaha keras Ayah Winda menembus pasar bisnis Luar Negara, sehingga dia bekerja keras melancarkan proyek ini agar kedepannya Tuan Hermawan dapat kepercayaan Investor manca negara dan perusahaannya bisa berkembang.
"Ok, tapi tidak lama, hanya makan siang dan aku harus segera pergi sebab jadwal penerbanganku dua jam lagi. Satu lagi...jangan ingkari janjimu" Luis mengingatkan.
"Iya..iya...aku tahu, maka dari itu kamu ku ajak makan siang biar aku bisa menunjukkan kalau aku akan menandatangani kontrak kerjasamanya di depanmu" Lusi masih menempel - nempel terus ke Luis.
Lima belas menit kemudian mereka sampai di apartement, Lusi mempersiapkan makanan yang sudah dia pesan ke meja makan. Lusi tau kalau setiap bersamanya di apartement Luis hanya mau minum air putih, maka dari itu Lusi mencampurkan obat perangsang ke makanan Luis.
Luis makan dengan santai tanpa rasa curiga sedikit pun terhadap Lusi, sebab Lusi tadi sudah menandatangani kontrak, jadi Luis pikir sudah tidak ada masalah lagi di antara mereka dan pasti Lusi sudah pun menyerah kini.
Luis tidak menyadari jika itu semua hanya kedok Lusi untuk mengelabui Luis.
Beberapa saat kemudian Luis merasa kepalanya semakin berat, pandangannya mulai kabur dan dia merasa gerah...udara di ruangan terasa semakin panas. Luis segera berfikir pasti ada yang tidak beres dengan apa yang dia makan, dengan badan sedikit limbung Luis menuju kulkas Lusi, mengambil susu kotak dan meminumnya. Untung Luis bergerak cepat sehingga beberapa menit kemudian dia mulai mendapatkan kesadarannya.
"Aku..tidak sangka.., kamu.. begitu licik... Tega sekali..kamu mempermainkanku" Tatapan Luis tajam melesat tepat di mata Lusi.
"Aku hanya tidak ingin jika kamu pergi meninggalkanku dan berlari ke peluk Winda, aku ingin memilikimu!" Lusi meninggikan volume suarannya.
Luis pergi dari apartement tersebut dengan langkah yang masih sempoyongan. Sayang sekali Niko sedang tidak berada di sisinya sebab Luis pikir sudah selesai masalahnya.
Lusi mengejar Luis hingga ikut masuk ke dalam mobilnya, Lusi khawatir sebab Luis belum sepenuhnya sadar.
"Stop, kamu jangan nyetir dulu, lihat kondisimu" Lusi sedikit berteriak.
Luis menoleh dengan kasar ke arah Lusi, "Apa? cukup Lusi! tidak perlu sok baik di depanku, semuannya sudah jelas, keluar kamu dari mobilku" Suara bentakan Luis hampir membuat Lusi pingsan.
Luis nampak meraih ponselnya, menghubungi Niko untuk menyusulnya.
๐"Nik, aku sedang menuju bandara, segeralah menyusul. Aku merasa Was - was sebab si Rubah mengikutiku terus".
๐"Baik Tuan muda" Niko mendengar sedikit lamat - lamat suara Lusi yang masih terus mengomel dan merayu Luis.
Luis masih merasa kepanasan seluruh badannya, dia membuka dua kancing atas kemejanya dan menyalakan AC di dalam mobil.
Lusi hilang kendali melihat dada bidang Luis yang berotot, dia terus merayu bahkan semakin berani memegang paha Luis, sontak Luis kaget dan terus menepis tangan Lusi sementara pandangannya yang masih sedikit kabur begitu mengganggu konsentrasi menyetirnya hingga tiba - tiba mobil box datang dengan kecepatan tinggi dari arah simpangan sebelah kanan, Luis kerepotan dalam menghandle kemudi karena konsentrasinya terpecah sebagian menyinkirkan tangan Lusi.
Suara dencitan ban mobil, klakson dan rem begitu memekak telinga hingga //Cciiiiiiiitttss Bbrrraaaakks Ddduuuuarrr// mobil box menabrak dari samping kanan dan mobil di belakang juga menabrak mobil Luis karena kejadian begitu mendadak hingga semua tidak terkendali.
Asap mengepul dari mesin mobil, Luis tidak sadarkan diri, kepala berdarah karena benturan keras, kedua kaki terjepit body mobil yang penyok karena tertabrak. Lusi juga mengalami beberapa Luka di tubuhnya namun dia masih sadarkan diri.
Dalam keadaan masih syok, Lusi masih sempat bersyukur atas kejadian ini, setidaknya itu bisa membuat Luis tertahan bersamanya untuk beberapa hari ke depan fikirnya. Lusi merasa keberuntungan sedang menghampirinya.