Hari itu adalah hari kematian unta kesayangannya. Bersama unta itu ia telah menempuh banyak peperangan dengan mengucapkan pedang bait-bait puisi. Kini dia tak memiliki teman perjalanan lagi. Di samping itu, puisi miliknya yang membuat dia berada di ujung kematian. Ka'ab berdiri sendiri. Tak tahu harus berbuat apa. Pergi.....
Dia pun tiba di hadapan Rasulullah. Untuk pertama kali dalam hidupnya dia berlutut di dunia ini. Sambil membungkukkan badan dia berkata, "Aku berdiri di tempat itu. Jika seekor gajah berdiri di sana, niscaya ia akan melihat dan mendengar apa yang kulihat dan kudengar. Sisi lehernya bergemertak karena takut, terutama jika tidak ada ampunan karena rahmat Allah dari utusan Allah. "
Di tempat itu dia berlutut dan membungkukkan badan, lantas membacakan puisi hidupnya. Bait-bait puisi itu tercantum dalam sejarah sebagai "Baanad Su'ad".
<<< Bagi seekor rusa terluka berpisah dengan kota kelahirannya
Su'ad telah pergi. Sungguh tertegun hatiku!
Hilang dalam jejaknya,
Terbelenggu, tak tertebus
Seperti apakah Su'ad, yang pagi hari berangkat, lalu samar-samar terdengar lagu, keletihan di mata dan pelupuk mata
Segar bila dia tersenyum dengan deretan gigi miliknya. Putih giginya seakan selalu dicuci dengan perasan anggur.
Bercampur dengan embusan angin dingin, di bawah aliran air terjun, murni, didinginkan angin pagi utara
Tersaring derak angin, kemudian membanjiri bersama seorang pengembara malam, mengalir putih tiada henti
Duka lara, dia yang mungkin telah menjadi teman, pernahkah menepati janjinya, pernahkah mematuhi kata-kata ku
Dalam darahnya mengalir kejadian dan kebohongan, mengingkari janji, mendustakan cinta
Dari satu bentuk ke bentuk lain, dia berbalik dan berubah, seperti hantu yang tergelincir karena topengnya
Dia membuat janji, kemudian memegang janji itu bagai ayakan yang menyaring air
Janji-janji Urqub hanyalah cermin, janji-janji penuh kata manis, isinya omong kosong
Aku disini berharap, dan masih berharap, sedikit perhatiannya.
Aku tak membayangkan kau memberikan sesuatu kepada kami
Jangan tertipu dengan tawarannya. Keinginan dan mimpi hanyalah khayalan
Senja pagi hari, Su'ad telah mulai berjalan menuju tanah tak bertepi, kecuali bagi pemenang, pemberani, yang berdarah murni
Tanah itu melebihi jangkauannya, kecuali bagi unta berleher tebal, yang terus berjalan meskipun lelah
Keringat mengalir di balik telinganya, jaraknya tanpa tanda sampai,
Ia tak memiliki jalan, tak punya uang
Dengan mata dibalut kesepian, putih berkabut, menatap sudut tersembunyi, tanah yang keras dan terik panas puncak bukit pasir
Gelambirnya kuat, dengan kaki tegap menahan badan yang gagah dan besar
Pinggul lebar, badan tinggi menjulang, serta wajah tegas. Persis seekor unta jantan. Mungkin sebanding dengan Su'ad
Kulitnya tebal dan lebih cerah, jalas lebih kuat dibandingkan Su'ad. Kutu-kutu kelaparan di bawah terik panas matahari pun takkan sanggup mengganggunya
Menakutkan bagi mereka yang pertama kali melihatnya. Tinggi badannya, lincah kakinya, dan silsilahnya pun mulai
Kuat dan gagah, berotot kekar, betapa tegap badannya.
Kutu-kutu yang menggigit kulitnya pun hilang, jatuh satu per satu ketika berjalan, tampak di betis, paha, dan dada otot-otot nya bergerak lincah
Di antara kedua matanya, tali terikat. Pergelangannya keras dan padat seperti batu
Ekornya seperti cambuk, bagai ranting-ranting tak berdaun, mengibas di atas ambing yang tak meneteskan susu setitik pun
Dua kaki tombaknya yang hitam terbang seperti embusan badai.
Kini kau jatuh dalam keraguan. Apa kakinya menyentuh tanah atau tidak
Pipi halus, bengkoknya hidung dan telinga istimewa dari keturunan murni hanya dapat dilihat oleh mereka yang terlatih. Warna coklat sepanjang kukunya, kuku yang membelah serpih batu perbukitan terjal
Seolah-olah kedua kaki depannya bergelora ketika keringat menalir, ketika kabut ilusi menyelimuti gunung-gunung tinggi menjulang
Satu hari seekor bunglon terbakar di terik panas, tepat dibawah matahari, seperti besi didalam kobaran api
Ketika pemimpin rombongan berteria, belalang kejang di atas batu, lantas menjadi abu dibawah puncak terik matahari. " Istirahatlah para rombongan perjalanan, " teriak pimpinan itu. Tapi unta kami yang tersohor enggan menyelesaikan perjalanan di pertengahan hari, seakan-akan perjalanan baru saja dimulai satu langkah.
Terik panas bertambah, langkah kakinya berubah, langkah sigapnya mengingatkan pada seorang ibu yang menghentak-hentak dada ditinggal mati, sementara ibu-ibu menangis menatapi dirinya
Perjalanan itu, gerak langkah itu, adalah derap langkah seorang ibu tua yang menyayat dadanya
seorang ibu yang berpikir perpisahan ketika terdengar kabar buruk tentang putranya
Kabar yang membuat seorang ibu menangis darah di dalam dadanya, dengan rambut tergerai berantakan
Syair bermuka dua berisi dendam para musuh sukuku: "Ya putra Abi Sulma, habis sudah dirimu, " ucap mereka. Seakan-akan perkataan Su'ad tak cukup "Ya putra Abi Sulma, ketahuilah dirimu sudah mati. " Aku lari menuju sahabat-sahabat yang aku percaya.
Tapi, ketika aku pergi menuju mereka, mereka berkata, "Kami tak ikut campur dalam masalah ini. Pergi dan uruslah dirimu sendiri. " Aku pun berkata kepada mereka: "pergilah, tinggalkan aku sendiri. Apa pun yang akan terjadi, terjadilah. Yang memberikan hukuman adalah Allah.
Meskipun berusia seribu tahun untuk mengetahui apa itu hidup, bukankah akhirnya manusia akan masuk ke dalam kubur? kabar telah datang. " Betapa berat Rasulullah akan menghukummu! " Terserah kalian wahai orang-orang malang! Sekarang aku berada di hadapannya. Dalam hatiku ada pengharapan ampunan.
Aku datang untuk meminta maaf kepadanya. Aku datang untuk meminta ampunan-Nya, Dia mengetahui rahasia ku, menerima semua alasan-alasanku. Dia adalah maha Pemaaf dari pemaaf.
Berikan kesempatan kepadaku untuk Allah. Ia menghadiahkan Al-Quran berisi nasihat-nasihat hidayah yang Agung kepadamu. Jangan dengarkan perkataan orang-orang yang cemburu padaku. Kau yang menentukan sesuai dengan kebenaran, bukan mereka. Mungkin aku juga merupakan bagian dari kesalahan. Tapi, aku sekarang berada di hadapanmu, yang gajah-gajah pun gemetar takut. Aku berdiri di tempat itu, yang jika seekor gajah berdiri disana, niscaya ia pun akan melihat dan mendengar penglihatan dan pendengaran ku. Sisi lehernya bergemeretak karena takut jika tiada ampunan karena rahmat Allah, dari utusan Allah.
Akupun mengulurkan tangan kananku ke tangan ampunan dan keadilannya.
Hanya dia yang bisa menyelamatkan ku. Hanya dia. Sekarang, keputusan ada padanya. Tapi, jika dia berkata, "kau bersalah, kau akan mendapatkan hukuman yang sesuai, " aku akan tunduk di hadapan keagungan keadilan.
Ini adalah pemandangan menakjubkan bagiku
aku berada di tempat paling dasar dipenuhi singa
Dia adalah kepala suku para singa yang memimpin negeri agungnya. Seekor singa, pergi berburu di pagi hari, memberi makan anak-anaknya daging manusia
Ketika bertemu dengan musuh yang sama kuat, dia terus bertarung, haram baginya meninggalkan medan perang
Rasa takut kepadanya membuat mereka kelaparan, menjauhkan diri dari makanannya
Manusia tak melewati lembah, kecuali para pemberani dan tegas
Rasulullah adalah pedang yang menyinari jalan. Pedang Allah, tajam terhunus, membawa kami pada keselamatan tiada akhir. Merupakan Nur dan hidayah
Para Sahabatnya adalah orang-orang terkemuka Bani Quraisy yang mengimani Islam di lembah Mekkah. Tiada yang menandingi kedermawanan dan keberanian mereka.
Di hari-hari pertama ketika baru hijrah, mereka segera hijrah, tanpa merasakan keraguan secuilpun
Meninggalkan negeri asal, pekerjaan, dan harta kekayaannya
Orang-orang yang tertinggal ialah mereka yang tak memiliki kekuatan. Mereka lemah tak bersenjata, dikelilingi hinaan di sekelilingnya, menanti hari ini.
Ya, mereka adalah para pemberani di atas yang paling berani. Memakai baju perang besi Nabi Daud, mengalir dalam susunan kumparan ganda seperti ranting tanaman.
Ketika mengalahkan musuh-musuhnya, mereka tak mengenal arti bersenang-senang. Ketika kalah, mereka tak mengenal apa arti menyerah. Mereka takkan pernah melarikan diri! Mereka pergi seperti unta-unta putih, terlindung dari serangan besar. Tombak mendarat di dada mereka. Mereka tak takut dengan ombak besar lautan kematian >>>>.
Rasulullah menepuk Ka'bah yang membaca syair ini dengan suara lantang.
Pemberian ampunan kepada Ka'bah bin Zuhair cukup untuk mengguncangkan Mekkah. Rasulullah adalah rahmatan lil'alamin... rahmat bagi seluruh manusia. Rasulullah mencium keningnya dan memberikan jubahnya kepada Ka'bah bin Zuhair.
Jubah penyesalan Ka'bah telah tertulis dalam buku-buku sebagai syair.....
Fakta bahwa Ka'bah menjadi Muslim, bertobat, dan beriman membuat kami senang. Syair terakhir itu tersebar luas dengan cepat, menambah keterpurukan moral kaum musyrik.