Sarah sedang menunggu Brandon di ruang tunggu rumah sakit. Sarah tadi baru selesai melakukan pemeriksaan rutin buat kandungan-nya. Brandon saat ini sedang mengambil mobil di parkiran. Sementara menunggu Brandon, Sarah melihat sekelilingnya.
Suara-suara dokter berbicara dengan suster, dokter dengan pasien bahkan dokter dengan dokter, samar-samar terdengar di telinga Sarah. Suara langkah kaki di koridor rumah sakit sudah bercampur dengan suara orang yang sedang berbicara.
Sementara Sarah memperhatikan keadaan di sekitarnya, tiba-tiba Sarah mendengar seseorang memanggil namanya. Sarah menoleh dan mendapati bahwa Brandon sedang memperhatikannya dengan tatapan yang tidak bisa di baca Sarah.
"What?" Sahut Sarah bertanya pada Brandon.
Ni cowok semakin dilihat ternyata semakin ganteng. Astaga mikir apa sih gue. Sadar Sar, sadar. Lo nikah sama dia cuma buat anak yang ada di kandungan elo.
Sarah menggelengkan kepalanya mengusir apa yang baru saja di pikirnya itu.
"Mobilnya sudah di luar" Brandon tersenyum. Sarah pun berdiri dan mengikuti Brandon berjalan ke luar.
Belakangan ini Brandon banyak tersenyum kepada Sarah. Dia juga banyak meluangkan waktunya demi Sarah, seperti sekarang ini. Sarah sedikit demi sedikit mulai terbiasa dengan keberadaan Brandon di sisinya. Tanpa Sarah sadari, dia mulai bergantung pada Brandon.
"Sudah sampai" Sahut Brandon menghentikan mobilnya di depan gedung apartement Sarah. Sarah menoleh dan menatap Brandon tepat di manik matanya. Lagi-lagi Brandon tersenyum dengan senyuman yang belakangan ini selalu membuat jantung Sarah berdebar-debar. Sarah langsung memalingkan wajahnya yang mulai terasa panas dan memerah.
Dia kemudian berdeham untuk menyamarkan rasa gugupnya itu karena Brandon "Gue masuk dulu"
Brandon kemudian melepaskan seat belt-nya dan mencondongkan tubuhnya ke arah Sarah. Jantung Sarah langsung berdebar-debar lebih cepat dari sebelumnya. Sarah menahan nafasnya masih menatap arah depan. Dia takut menatap Brandon. Tubuhnya diam tidak bergerak. Brandon lalu memegang dagu Sarah dengan lembut lalu mengarahkan wajah Sarah menatap Brandon.
Mata cokelat kehitaman Sarah bertemu dengan mata hitam pekat Brandon. Sarah merasakan bahwa atmosfir di mobil Brandon mulai terasa panas walaupun Brandon masih menyalakan AC mobilnya. Tanpa sadar, Sarah menelan ludahnya. Pria yang sedang menatapnya sekarang adalah pria yang sudah menghamilinya. Brandon mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Sarah.
Is he gonna kiss me??
Ketika Brandon mulai mendekatkan wajahnya, reflex Sarah menutup matanya. Sudah hampir semenit Sarah menutup matanya tapi masih tidak terjadi apa-apa. Sarah kemudian dengan kesal langsung membuka matanya. Dia melihat bahwa Brandon menyunggingkan senyum terlihat sedang menggodanya.
"What?" Ucap Sarah kesal menatap Brandon yang masih tersenyum kepadanya. Rasa-rasanya Sarah ingin sekali melukai wajah tampan yang ada di depannya ini. Brandon kemudian membuka seat belt Sarah. Sarah menatapnya dengan mata melebar.
Jadi si Brandon cuma mau bukain seat belt gue? Bodoh banget gue mikirnya dia mau nyium gue. Ngapain juga gue sampai berpikiran seperti itu?
Sarah kemudian memutar bola matanya karena memikirkan hal yang tidak patut di pikirkannya.
"Kamu masuk gi. Istirahat" Balas Brandon tidak mendengarkan nada sarkatis yang ada di dalam kalimat Sarah. Sarah menghembuskan nafas panjang lalu keluar dari mobil Brandon. Dia berjalan dengan sangat cepat berusaha meninggalkan mobil terkutuk itu. Dia merasa sangat malu akan apa yang terjadi tadi.
Ketika sampai di dalam apartementnya, Sarah merasakan ada yang aneh dengan keadaan apartementnya. Semuanya sama seperti sebelum Sarah meninggalkan apartementnya tadi pagi sebelum ke kantor. Tapi ada sesuatu yang Sarah rasa aneh dengan apartementnya ini. Dia kemudian menyipitkan matanya dan mulai berjalan memperhatikan sekeliling ruangan apartementnya.
Gelas yang semula berada di dalam lemari dapurnya sekarang telah berada di atas meja ruang TVnya. Sarah lalu berjalan ke arah meja dan mengambil gelas tersebut. Sarah menyipitkan matanya ketika dia mencium sisa aroma minuman yang ada di gelas tersebut. Sarah yakin sekali sisa aroma minuman apa yang ada di gelas tersebut. Dugaannya ternyata benar begitu Sarah melihat botol white wine yang tergeletak di lantai di samping mejanya. Sarah mengerutkan dahinya melihat itu.
Sarah pun berjalan ke arah kamarnya untuk memastikan dugaannya. Begitu dia membuka pintu kamarnya, Sarah melihat sosok seorang pria yang sedang tidur membelakanginya. Begitu Sarah ingin menutup pintu tersebut, pria tersebut berbalik menghadapnya dan memanggilnya.
"Sarah?"
Sarah menatap pria itu tanpa ekspresi. Dia tidak bisa memarahi pria tersebut karena dia tahu apa yang sedang di rasakan oleh pria ini. Dia tidak rela menambah luka buat pria yang sedang menatapnya dengan penuh kerinduan itu.
"Come here, please" Ucap Pria tersebut memohon. Sarah melihat mata pria tersebut sedikit merah. Dia tahu alasan mengapa mata pria tersebut bisa sampai seperti ini. Dia melihat pria tersebut bangun dan duduk di kasurnya. Sarah menarik nafasnya lalu di hembuskannya dengan perlahan. Dia akhirnya berjalan menghampiri pria tersebut.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini, Dimas?" Tanya Sarah menyilangkan kedua tangannya di dadanya setelah berdiri di depan Dimas. Sarah menatap Dimas dengan tatapan bertanya. Sarah sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan Dimas begitu Dimas memutuskan hubungan mereka.
"Kamu nggak ganti password kamu. Dan untuk pertanyaan kamu I miss you. I miss you so much, Sar" Dimas tiba-tiba menarik Sarah dan memeluk pinggang Sarah lalu membenamkan wajahnya di perut Sarah masih dengan keadaannya yang sedang duduk. Sarah merasakan bahwa tubuh Dimas mulai bergetar. Dia mulai merasakan baju yang di pakainya mulai sedikit basah.
Sarah hanya mengelus kepala Dimas dengan pelan berusaha menenangkan Dimas. Dia tahu kenapa Dimas seperti ini. Hari ini adalah hari dimana Adiknya meninggal dunia empat tahun lalu. Dimas selalu menyalahkan dirinya akan apa yang terjadi kepada Adiknya itu. Menurut Dimas kalau saja dia menjemput Adiknya itu, pasti Adiknya itu masih akan bersama-sama dengan dia.
Rangga adalah Adik Dimas. Walaupun kelakuan mereka berbeda sangat jauh seperti bumi dan langit tapi mereka berdua saling menyayangi. Usia Dimas dan Rangga juga tidak terlalu jauh, mereka berdua cuma berbeda empat tahun. Dimas sangat menyayangi Adiknya itu.
Empat tahun lalu ketika Rangga minta tolong untuk menjemputnya di club tempat biasa dia nongkrong bersama teman-temannya, Dimas tidak bisa menjemputnya karena ada urusan pekerjaan. Dia tidak tahu bahwa Rangga adiknya itu sedang mabuk berat dan berusaha membawa mobilnya sendirian. Akibatnya Rangga mengalami kecelakaan yang sangat parah dan tidak bisa terselamatkan. Dimas selalu menyalakan dirinya karena kejadian tersebut.
"I miss you and i need you. Aku akan bertanggung jawab atas anak yang ada di dalam kandungan kamu jika hal itu bisa membuat kamu kembali dan memaafkan aku" Dimas terisak.
"No, Dim" Gumam Sarah dengan perasaan terluka. Dia tidak mau Dimas bertanggung jawab karena itu bukan tanggung jawabnya. Apalagi sekarang sudah ada Brandon.
"Why? I''m in love with you Sar" Sahut Dimas mengangkat wajahnya menatap Sarah.
Jantung Sarah terasa berhenti begitu Dimas mengatakan hal tersebut. Meskipun mereka dulunya seorang kekasih tetapi Sarah dan Dimas tidak pernah mengatakan kata cinta.
Sarah mencoba melepaskan pelukan Dimas. Kaget karena pengakuan tiba-tiba Dimas.
"Aku baru sadar bahwa aku mencintai kamu, Sar. Aku baru sadar ketika aku terpisah dari kamu. Aku baru sadar bahwa aku benar-benar mencintai kamu. Tolong maafkan aku Sar" Sahut Dimas memohon menatap Sarah.
Sarah menggelengkan kepalanya kepada Dimas, "Aku nggak bisa, Dim" Ucap Sarah menatap Dimas menyasal kemudian menatap lantai "Aku akan segera menikah"
"Apa?" Teriak Dimas kaget, "Dengan siapa?" Sahut Dimas dengan suara keras. Sarah terlonjak kaget begitu mendengar Dimas berteriak.
"Tolong jangan berteriak" Ucap Sarah menaruh tangannya di perut. Dimas melihat Sarah dengan mengerutkan alisnya.
"Siapa orang yang akan kamu nikahi itu? Apakah dia pria yang telah menghamili kamu?" Tanya Dimas terlihat geram.
"Tolong Dim, jangan sekarang. Aku capek" Jawab Sarah lelah. Dia tidak mau berdebat dengan Dimas tentang Brandon.
"Jawab Sar" Tuntut Dimas.
Sarah hanya menganggukan kepalanya membenarkan dugaan Dimas. Dia tahu bahwa Dimas juga akan mengetahuinya. Sarah cuma heran kenapa Dimas mencarinya setelah lima bulan menghiraukannya. Dia melihat bahwa Dimas bangkit berdiri dari kasurnya dan berjalan keluar meninggalkan kamarnya. Dimas membanting pintu kamar Sarah ketika menutup pintunya.
Sarah hanya berharap bahwa Dimas bisa menemukan orang yang benar-benar mencintainya. Pengakuan Dimas tadi sudah membuat Sarah kaget luar biasa. Meskipun dia menyayangi Dimas tetapi Sarah tidak mencintai Dimas. Dia tidak tahu kalau Dimas benar-benar mencintainya. S
Ketika Sarah akan tidur, tiba-tiba handphonenya yang ada di atas nakas berbunyi. Dia kemudian mengambil handphonenya itu. Sarah mengerutkan dahi ketika melihat ID yang menelponnya malam-malam seperti ini, Dimas. Sarah pun mengangkatnya dan menjawab telpon tersebut.
"Hallo?" Sahut Sarah.
"Dengan mbak Sarah?" Tanya suara yang tidak dikenal Sarah dari seberang telpon.
"Ya. Ada apa?" Tanya Sarah bingung. Dia tidak tahu kenapa orang yang tidak di kenalnya menelponnya dengan handphone Dimas.
"Pemilik ponsel ini baru saja kecelakaan" Ucap suara yang tidak di kenal Sarah dari seberang telpon.
Mata Sarah langsung terbuka lebar. Badan Sarah langsung terasa dingin. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat begitu mendengar berita tersebut. Handphone yang di pegangnya itu terjatuh ke lantai karena tubuh Sarah yang tiba-tiba lemas begitu mendengar kabar tersebut.