Chereads / Tuan CEO, Lukis Cintaku Di Hatimu / Chapter 21 - Carl Alexander

Chapter 21 - Carl Alexander

Daniel secara tenang menceritakan mengenai dirinya, begitu juga dengan hubungannya dengan Jenni.

Rose dengan antusias mendengar cerita Daniel. Ia senang putrinya mendapatkan kekasih yang baik, dan berani seperti Daniel.

"Sekarang aku sadar mengapa putriku memilih dirimu menjadi kekasihnya," celetuk Rose tiba tiba ditengah tengah Daniel yang masih asik bercerita.

Spontan Daniel terdiam, dan menatap Rose dengan tatapan bingung.

Ia tak mengetahui apa maksud dari perkataan Rose yang tiba tiba itu.

Sebuah kekehan pelan keluar dari mulut Rose. Ia tak menyangka bahwa kekasih putrinya bisa dikatakan polos menurutnya, sebab ia tak mengetahui maksud perkataan Rose yang sebenarnya sudah memberi lampu hijau pada Daniel.

"Kau pemuda yang baik, pantas saja putriku menyukaimu," ucap Rose meluruskan sambil menggenggam tangan Daniel.

Daniel tersenyum kaku.

'Ahhh ... bukankah berarti Nyonya Rose menyukai ku ? dan memberikan lampu hijau padaku ?' Monolog Daniel saat menyadari perkataan Rose.

Dengan penuh semangat Daniel mengucapkan terimakasih atas pujian yang di berikan Rose padanya.

Setelah nya Daniel terdiam sejenak, sebab sekilas ia mengingat akan kebohongannya pada Jenni mengenai keadaan Rose, untuk itu Daniel langsung menimbang apakah ia harus bertanya terlebih dahulu pada Rose atau tidak.

Alhasil, Daniel yang terbiasa terus terang akhirnya memilih untuk menceritakannya pada Rose mengenai Jenni yang tidak mengetahui keberadaan Rose yang sebenarnya.

Rose yang mendengar nya tentu saja langsung berterimakasih pada Daniel.

Sejujurnya ia pun tak ingin bahwa putrinya mengetahui hal tersebut, ia tak ingin putrinya malah mengalami ketakutan yang tak mendasar, sekaligus khawatir padanya.

"Terimakasih nak Daniel," ucap Rose.

"Tak masalah Nyonya Rose...," balas Daniel pada Rose.

Rose yang mendengar panggilan Daniel yang tampak terlalu formal, akhirnya mengatakan pada Daniel, agar memanggilnya dalam sebutan 'Mom atau Mommy' saja sama seperti panggilan Jenni padanya.

"Tapi Nyo- eh Mom ? Apakah tidak aneh ?" tanya Daniel pada Rose, yang dibalas dengan gelengan kepala dari Rose.

Mau tak mau Daniel mengiyakan perkataan Rose.

"Aku senang, akhirnya bisa memiliki anak laki laki," ujar Rose.

Mendengar hal itu tentu saja membuatnya bangga akan dirinya sendiri, dan jangan lupakan senyuman yang sedari tadi terus mengembang di wajah tampan Daniel.

"Kapan Mom bisa keluar dari sini ?" tanya Rose pada akhirnya pada Daniel.

Sejujurnya Rose juga tak betah terlalu lama disana, apalagi meninggalkan putrinya sendirian, yang walaupun pada kenyataannya Jenni kini memiliki bodyguard yang khusus menjaga nya untuk memantaunya dari jauh suruhan Daniel tentunya.

Hal tersebut tak diketahui oleh Jenni, dan juga Rose, yang mengetahuinya hanyalah Daniel seorang.

"Nanti akan ku tanyakan Mom," ujar Daniel membalas pertanyaan Rose.

Rose hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Daniel.

Tak lama, Daniel segera beranjak dari tempatnya dan langsung mencari dokter, untuk mengetahui perkembangan Rose, apakah memang Rose jauh lebih baik dan diperbolehkan pulang, atau justru sebaliknya.

Dokter yang ditemui oleh Daniel sempat mengatakan pada Daniel bahwa sebanarnya Rose jauh lebih baik dari sebelumnya, hanya saja Rose memiliki sedikit kecenderungan akan trauma secara psikis nya, walaupun sampai saat ini Rose belum menunjukkan hal tersebut, tapi tak menutup kemungkinan hal tersebut dapat terjadi jikalau Rose mendapat kan tekanan atau ancaman hampir serupa dengan sebelumnya.

Daniel mendengarkan seksama akan ucapan dokter tersebut. Ia tahu bahwa apa yang dikatakan dokter tersebut adalah benar adanya, sebab ia sendiri saja yakin Jenni kekasih nya juga sedikit paranoid akan hal yang menurut nya dapat mengancam jiwa nya, untuk itu Daniel menempatkan bodyguard disamping Jenni agar dapat melindungi kekasih tercintanya itu.

"Baiklah kalau begitu Mom boleh pulang bukan ?" tanya Daniel kembali memastikan maksud perkataan sang dokter.

Dokter tersebut menganggukan kepalanya, dengan syarat Rose dalam beberapa minggu ke depan tetap mengontrol dirinya memastikan keadaannya bahwa dalam keadaan baik.

Tentu saja Daniel langsung menganggukan kepalanya, dan mengatakan bahwa ia yang akan menjamin Rose untuk datang mengontrol dirinya ke rumah sakit.

Setelah pembicaraan tersebut, barulah Daniel kembali ke ruangan Rose, dan mengatakan pada Rose mengenai hal yang dikatakan oleh dokter sebelumnya.

Sebuah senyum tipis dapat terukir diwajah Rose.

"Terimakasih," ucap Rose singkat, yang dibalas dengan anggukan kepala dari Daniel.

Daniel senang pada akhirnya semua nya kembali berjalan baik, dan dia harap cucu dari kolega nya dapat memenuhi janji nya dalam kurun waktu 3 hari, yang telah di sepakati antara keduanya.

***

Jenni sedari tadi sibuk membaringkan tubuhnya ke kanan dan kiri.

Tak ada hal yang hari ini ia kerjakan, terlebih hari ini ia tak memiliki jadwal yang mengharuskannya berkuliah.

"Apa yang harus kulakukan ?" tanya Jenni pada dirinya sendiri.

Sungguh ia sudah kehabisan ide untuk mengisi waktu senggang nya itu.

Sebenarnya bisa saja Jenni kembali menguhubungi kekasih nya itu, hanya saja Jenni tau diri, ia tak mungkin mencoba mengganggu Daniel yang menurutnya sangat sibuk, bahkan ia saja seharusnya cukup bersyukur Daniel yang notabene sibuk, masih memberikan waktunya untuk menelfon dirinya, ataupun hal lainnya yang berkisaran hal pribadi.

Ddrrt

Ddrrt

Sebuah panggilan telefon tiba tiba memecahkan pikirannya yang masih bingung dalam menentukan hal yang dapat mengisi waktu luang nya itu.

Dengan manik bingung Jenni menatap layar handphone nya.

'Nomer siapa ini ? Aku tak mengenalnya,' lirih Jenni dalam benak.

Ragu ragu Jenni akhirnya memutuskan untuk mengangkat telefon tersebut.

"Hallo"

"Hallo, apakah ini Jennifer Dean ?"

Deg

'Siapa ini ? Mengapa ia mengenal nama panjang ku ?' Monolog Jenni dalam hati.

"I ...-iya ..,a.-"

Belum sempat Jenni menyelesaikan kalimat pertanyaannya, suara diseberang telefon dengan cepat memperkenalkan dirinya.

"Saya Carl Alexander ... bisa aku bertemu denganmu ?"

Jenni yang tak paham, hanya terdiam, dan setelah beberapa lama akhirnya Jenni menemukan kejanggalan yang menurutnya memungkinkan.

"Kau ... a—"

Lagi lagi Jenni yang belom sempat menyelesaikan perkataannya, langsung diselak dan dari seberang telefon sudah jelas mengatakan kata 'Iya' pada Jenni.

Seketika Jenni membeku, dan tubuhnya terasa lemas, ia tak tahu mengapa pria itu mengetahui nomernya.

Sungguh ia belum siap.

Dengan suara bergetar Jenni mengiyakan perkataan pria itu, dan menyetujui tempat pertemuan keduanya.

'Aish bagaimana ini ? Bang Daniel ... tolong aku,'

——

Leave Comment, and Vote