Seorang pria tua dengan sebuah tongkat di tangan kanannya tampak berjalan perlahan menuju sebuah ruangan di mana terdapat cucu nya berada.
Ceklek
Pria tua itu membukakan pintunya perlahan.
"Jadi ... seperti ini kelakuan mu saat kutinggalkan," decak Pria tua itu sambil mengedarkan pandangannya pada seluruh ruangan tersebut.
Pemuda yang awal nya hendak membanting botol wine nya kembali, langsung terkesiap mendapati sosok yang bisa di bilang menakutkan untuknya.
"Ka...-kek ??!l ucap Pemuda itu.
Degup jantung dan deru nafasnya kini sudah tak karuan.
Sungguh hal ini yang ia hindarkan.
'Aish ... bagaimana jika kakek mengetahu—'
Belom sempat pemuda itu menyelesaikan segala apa yang ia fikirkan, suara tegas dan dingin kini terdengar jelas di telinganya.
"Apa yang kau lakukan dengan perusahaan ku ? Money Laundry ? Dari mana uang itu dan kemana uang itu ?" ucap sang Pria Tua itu menatap lekat cucunya menunggu jawaban yang akan di keluarkan dari mulutnya.
Pemuda itu meneguk saliva nya kasar.
Apa yang harus kukatakan ?
Satu kalimat itu yang terbesit di pikirannya.
"A...-aku tak melakukannya ... kau salah sangka padaku kek," ucap Pemuda itu berusaha mengelak.
Brak !!
"Lalu ini ?! Bisa kau jelaskan padaku ?" ucap Pria Tua itu sambil membanting berkas berkas yang sedari tadi diselipkan di balik jasnya.
Manik pemuda itu membulat, dan mematung.
Ia tak dapat bergerak sedikit pun bahkan mulut nya langsung terkatup rapat rapat.
Bagaimana tidak , kini semua dokumen mengenai transaksi ilegal yang selama ini ia lakukan diluar pengetahuan kakeknya terpampang nyata jelas di berkas
berkas tersebut.
"Dari mana semua ini kakek dapatkan ?" tanya pemuda itu dengan suara bergetar.
Sang kakek menatap cucunya dengan tatapan tajam, serta sikap acuh tak acuh.
"Ck, kau pikir kakek mu ini bodoh, dan tak memantaumu !" bentak sang kakek pada akhirnya.
Lagi lagi pemuda itu terkesiap.
Sungguh dia tak memikirkan hal yang ia lakukan akan sejauh ini, dan dapat di ketahui oleh kakek nya sendiri.
"Kau serahkan dirimu pada pihak kejaksaan, Aku tak mau perusahaan ku menjadi tercemar karena ulahmu," telak sang kakek tegas, setelah nya kakek tersebut membalikkan badannya dan melangkahkan kaki nya perlahan dengan tongkatnya.
Seketika tubuh pemuda itu lemas, dan tumpuan kaki kaki nya seakan tak bertenaga.
Sungguh ia tak menyangka jika kakek nya sendiri akan menyudutkannya seperti saat ini.
Apakah ia benar-benar cucu dari pria tua itu ?
Oh ayolah apakah dirinya sangat merusak citra perusahaan ?
Kalimat kalimat itu tiba tiba saja memenuhi otak nya.
'Maafkan kakek mu ini ... ini hanyalah salah satu caraku untuk tidak menjatuhkan mu lebih jauh..., kau bertahan sebentar di ruangan sesak itu, dan nanti kakek akan membebaskanmu,' benak pria tua itu dalam hati.
Sebenarnya tak semua ucapan kejam itu ingin ia utarakan begitu saja pada cucunya, namun yang terpintas saat ini itulah hal yang terbaik untuknya.
"Kek ! Kau akan menyesal memperlakukan ku seperti ini !" Teriak pemuda itu pada Pria Tua yang terus melangkah kan kaki nya menjauhi dirinya.
Brugh ...
'Kek ... Sialan ! semua gara gara pengacara itu !'
***
"Ahh ... ternyata rumah mu terasa nyaman," ucap Daniel sambil mendudukkan badannya di salah satu sofa yang berada di sana, sedangkan Jenni langsung masuk ke dapur hendak menyiapkan minuman untuk Daniel.
Ya seperti yang di katakan Daniel sebelumnya, ia akan menemani Jenni hingga ibunya pulang.
Pandangan manik Daniel memperhatikan seluruh ruangan yang ada disana.
Rumah yang simple dan tak terlalu banyak perabotan yang ada itulah gaya classic rumah Jenni yang dapat di gambarkan.
Beberapa kali Daniel menganggukan kepalanya dan tersenyum saat melihat foto Jenni yang terpajang saat masih kecil.
Sebuah kanvas, dengan beberapa warna yang tampak menyatu dan goresan goresan cantik yang menurut nya bagaikan seni terpampang nyata di hadapannya, bahkan Daniel yang tadinya duduk kini benar benar berdiri memerhatikan lukisan tersebut.
Ia tertarik akan kanvas yang berada di sana.
"Sedang melihat apa bang ?" tanya Jenni yang tiba tiba saja datang di belakang Daniel dengan dua gelas coklat panas di kedua tangannya.
Daniel langsung menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.
"Aaa..-ah aku hanya kagum dengan lukisan ini, apa ini lukisan mu ?" tanya Daniel pada akhirnya sambil mengambil salah satu gelas yang ada di tangannya, yang memang ditujukkan untuknya.
Jenni dengan senyuman manisnya langsung menganggukan kepalanya pelan.
"Indah ... ternyata kekasih ku benar benar berbakat," ucap Daniel sungguh sungguh.
"Terimakasih ..., aku tak tahu jika kau akan menyukai lukisan ku ini," ucap Jenni jujur.
Daniel menggelengkan kepala nya pelan, dan mengatakan bahwa ia benar benar menyukai lukisannya, bahkan jika suatu saat Jenni benar benar memiliki studio sendiri maka nanti nya dia yang akan menjadi pembeli pertama disana, dan akan menjadi penggemar nomer satu untuk Jenni.
Mendengar jawaban panjang dari kekasih nya itu tentu saja membuat dirinya senang bukan main, bahkan manik Daniel memperlihatkan kesungguhan dan tak adanya kebohongan dari apa yang di ucapkan itu.
"Terimakasih bang," ucap Jenni lembut sambul mengecup pipi Daniel tiba tiba.
Entahlah gadis itu sudah terlalu senang dengan setiap apapun yang di utarakan oleh kekasih nya itu.
Daniel yang mendapat perlakuan itu hanya menganggukan kepala nya canggung.
Baginya keberadaan Jenni di hidup nya sekarang selalu merupakan kado terindah sendiri untuknya.
'Aku yang seharusnya mengucapkan terimakasih padamu,'
———
Leave Comment, and Vote