Jenni tampak menghela nafasnya pelan, karena pemuda yang dihadapan dengannya nyatanya sama dengannya tak mengetahui keberadaan Ibu nya yang sebenarnya pulang atau tidak.
Jika tidak pulang, apa yang terjadi sebenarnya mengapa lembur nya lama sekali sampai menghabiskan waktu seharian, sedangkan jika pulang mengapa ibunya tak membangunkannya atau apapun agar mengetahui pada nya bahwa ia sempat pulang.
Itulah yang menjadi pikiran Jenni kalau itu.
Daniel yang menyadari nya, hanya dapat berusaha menahan emosi nya agar jangan sampai secara tidak sengaja ia membeberkan kejadian yang sebenarnya.
Dengan penuh kehati - hatian Daniel mengusap kepala Jenni lembut dan mengatakan padanya bahwa tak usah dipikirkan lebih jauh, yang perlu Jenni lakukan adalah meyakini bahwa ibunya dalam keadaan baik baik saja.
Mendengar perkataan Daniel yang menurut nya masih masuk akal akhirnya Jenni mau tak mau menganggukan kepalanya menyetujui perkataan Daniel.
Ada sedikit kelegaan di hati Daniel dengan begitu ia dapat menutupi hal yang sebenarnya terjadi.
Ia tahu pasti Rose juga tak ingin Jenni mengetahui hal yang terjadi padanya.
"Sayang, apakah kau ada jam kuliah hari ini ?" tanya Daniel.
Jenni terdiam sejenak, dan sesaat kemudian menggelengkan kepalanya pelan.
"Kau yakin ?" tanya Daniel kembali memastikan.
Lagi lagi Jenni hanya merespon Daniel dengan gerakan kepalanya dengan sebuah anggukan.
"Baiklah, kalau begitu hari ini kau tidak usah kemana mana jika tidak terlalu penting, dan aku akan ke kantor, karena ada beberapa urusan, terlebih aku harus menemui satu orang yang penting menurutku," ucap Daniel tegas.
Tanpa ada bantahan sedikit pun dari ucapan Daniel, Jenni justru mengiyakan semua perkataan Daniel.
Setelah itu Daniel menyuruh Jenni untuk sarapan terlebih dahulu, yang sebelumnya memang Daniel telah membuat sarapan yang ia bisa buat dengan bahan yang ia temukan di rumah itu.
"Ah kau membuatkan ku sarapan ?" tanya Jenni pelan dengan raut wajah bingung.
Daniel langsung menganggukan kepalanya mengiyakan pertanyaan Jenni padanya tersebut.
***
"Bagaimana ? Apa kalian masih memantau putraku ?" tanya Pria paruh baya yang sedang duduk di sofa nya berbicara pada 2 pemuda yang sedang berdiri tegap di hadapan pria paruh baya itu.
Kedua nya tampak menganggukan kepalanya dan menyodorkan beberapa foto yang sudah mereka persiapkan.
Jika seorang pemuda dengan rambut nya yang tampak sedikit berantakan dan pakaian kasual memberikan foto foto seorang gadis, maka pemuda lainnya dengan pakaian rapi terbalut jas justru menyerahkan foto pemuda tersebut dengan segala sudut.
Terkadang bahkan foto dari kedua pemuda itu tampak berkesinambungan satu sama lain.
'Jadi mereka masih bersama ... Apa memang nya kelebihan gadis itu,' benak Pria paruh baya itu tampak tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Dari foto itu pria paruh baya itu juga dapat menarik kesimpulan bahwa keduanya memang tengah jatuh cinta satu sama lain.
Pria paruh baya itu tampak menyenderkan badannya pada sofa tersebut, dan menghela nafasnya pelan.
"Cari waktu yang tepat agar aku dapat bertemu gadis itu tanpa sepengetahuan putraku," ucap Pria paruh baya itu pada kedua pemuda di hadapannya.
Keduanya serempak menganggukan kepalanya hormat pada pria paruh baya tersebut.
Setelah nya barulah Pria Paruh Baya tersebut memperbolehkan keduanya pergi dari hadapannya.
Tentu saja keduanya langsung menganggukan kepalanya keluar dari ruangan tersebut.
'Apa gadis itu cocok bersanding dengan putraku ?' benak Pria paruh baya itu, yang tak lain ayah kandung dari Daniel Alexander.
***
Siang hari nya seperti yang sudah Daniel rencanakan sebelumnya, kini ia sudah berhadapan dengan pria tua yang menurut nya adalah seseorang yang dapat mempertanggung jawabkan atas perbuatan seseorang yang ia yakini adalah penyebabnya, terlebih sudah terbukti, berkat data dan bukti yang di berikan oleh anak buahnya padanya.
Pria tua yang berada dihadapan Daniel tampak menghela nafasnya pelan beberapa kali, dan menatap sendu kecewa pada sang cucu yang sudah ia peringatkan dengan jelas sepenuhnya oleh nya.
Ia tahu secara baik mengenai resiko yang akan ia dapatkan jika saja ada yang mengusik orang yang sedang berhadapan dengan pria tua itu.
"Maafkan Cucuku ... ia tidak dewasa, dan kuakui dia memiliki emosi yang tidak stabil," ucap Pria Tua itu sendu dengan nada rendah.
Daniel tak menjawab, melainkan sikap nya seolah dingin dan tak bergeming.
Jujur sebenarnya ia tak tega jika Pria Tua yang ada dihadapannya yang meminta maaf padanya bukan cucunya sendiri si pembuat ulah.
"Kau salah Tuan, seharusnya kau meminta maaf pada korbannya, yang tak lain ibu dari kekasihku, bukankah sempat aku memberitahumu mengenai identitas pengacara wanita itu padamu, dan mengatakan dengan jelas padamu untuk tak mengusik sedikit pun orang penting untukku ?" tanya Daniel tegas.
Pria Tua itu lagi lagi menundukkan kepalanya.
Dengan segala pertimbangan akhirnya sang pria tua akhirnya memberitahukan pada Daniel bahwa sesungguh nya dia telah menyuruh cucunya sendiri untuk menyerahkan diri, dan tak mengusik Rose, maupun Jenni hanya saja ia baru tahu bahwa cucunya mengabaikan semua ucapannya.
Daniel memikirkan masak masak setiap perkataan Pria Tua yang dihadapannya.
Setelah menimbang baik baik, akhirnya Daniel sedikit melunak, dan mengatakan pada Pria Tua itu ia akan memaafkannya jika pemuda yang tak lain cucunya mendatangi dirinya dan Rose untuk meminta maaf maka ia akan membiarkan permasalahan yang tengah terjadi, namun jika sebaliknya maka ia tak sungkan untuk memutuskan kerja sama yang selama ini telah di bentuk tanpa pengetahuan cucunya, dan membongkar seluruh Money Laundry yang ada di perusahaan tersebut tanpa terkecuali.
Dengan berat hati sang pria tua menyetujui perkataan Daniel, dan meminta pada Daniel untuk memberinya beberapa waktu untuk mengatakannya pada sang cucu.
"3 Hari dari sekarang ... tidak lebih, aku tak ingin kekasih ku terus merasa terancam," ucap Daniel tegas, tanpa bisa dibantah sedikit pun oleh Pria Tua itu.
Jika selama ini menurut cucunya, ia dan Daniel adalah musuh, maka tidak dengan Daniel dan Pria Tua itu, keduanya merupakan partner lama tanpa ada yang mengetahuinya, untuk itu Daniel berani langsung bernego dengan pria tua itu, terlebih selama ini Daniel lah yang berkontribusi padanya.
Setelah percakapan panjang yang penuh dengan keseriusan, maka Daniel lebih memilih untuk kembali ke mobil nya, dan mencoba menghubungi kekasih tersayang nya agar dapat mendengar suara indahnya untuk melunakkan emosi nya yang masih membara.
"Hallo Sayang !"
Jenni yang berada di seberang telefon terdengar terkekeh pelan mendengar suara Daniel.
"Hng, Ada apa ? Apa kau sudah merindukanku ?"
Tanpa pikir panjang sedikit pun Daniel langsung mengiyakan perkataan Jenni, bahkan Jenni yang ada di seberang telefon langsung tersedak dan terbatuk beberapa kali.
"Kau tak apa ?" Panik Daniel.
Jenni hanya mendengung sejenak, setelahnya Daniel hanya menghela nafasnya lega mendengar perkataan Jenni tersebut.
Entahlah Daniel terlalu takut jika ada hal buruk yang menimpa kekasih pertama nya, dan mungkin akan menjadi kekasih terakhirnya juga jika kisah cinta mereka berjalan mulus.
——-
Leave Comment, and Vote