Chereads / T.I.M (treasure in murder) / Chapter 42 - Chapter 41; Case 2: Perdagangan organ bagian 29

Chapter 42 - Chapter 41; Case 2: Perdagangan organ bagian 29

"Rei jangan tidur dengan posisi kayak begini!!"

Protes Aileen pada Rei yang dengan seenaknya memeluk Aileen tiba-tiba dengan posisi berdiri dari belakang sambil menyandarkan kepalanya pada pundak Aileen yang membuat perempuan itu tampak kesal.

"Gak mau aku udah ngantuk. Jangan ganggu aku."

Gumamnya sambil mempererat pelukannya pada Aileen yang makin kesal dengan kelakuannya yang seperti anak kecil. Aileen menghela nafas melihat kelakuan Rei yang kekanakan, untung dia sedang sakit kalau tidak sudah dia banting laki-laki itu ke tanah karena kelakuannya ini. Apa lagi leher Aileen juga masih terasa sakit karena luka yang di dapatkannya beberapa waktu lalu. Aileen berjalan keluar lift dengan Rei yang terlihat masih 'menempel' di punggungnya, laki-laki itu tampak tidak terganggu dengan Aileen yang seakan menyeretnya ke ruang apartemennya untuk di periksa. Aileen juga tampak tidak kesulitan menopang tubuh Rei yang sekitar enam puluh dua kilogram. Sesampainya di ruangannya ia langsung pergi ke ruang kerjanya, melepaskan pelukan Rei dari lehernya dan membantunya berbaring di atas tempat tidur pasien yang ada di ruangannya.

Setelah Rei terbaring di tempat tidur ia mulai melakukan pemeriksaan padanya, untungnya penyakit jantungnya tidak kambuh dan jantungnya berdetak dengan normal. Iapun mengambil termometer dan memeriksa suhu tubuhnya. Ia kaget melihat suhu tubuh Rei ternyata menginjak 102 derajat celcius!! Dia ini benar-benar keterlaluan!! Bagaimana bisa dia bekerja tanpa mempedulikan kesehatannya seperti sekarang?!!

"Aku omelin setelah bangun tahu rasa ntar."

Gumamnya sambil mengompres dahi Rei dengan kompres tempel setelahnya ia pergi ke dapur untuk membuatkan bubur ayam dengan daun bawang dan secangkir susu hangat dengan madu untuk Rei. Setelah selesai ia kembali ke ruang kerjanya dan menemukan Rei tampak sudah bangun dari tidurnya sambil menggerakkan kepalanya seakan mencari sesuatu.

"Udah bangun?"

Rei yang mendengar suara Aileen menengok padanya dengan wajah polos baru bangun tidur yang tampak seperti anak kecil untuknya. Dia terlihat sangat lemah, keringat membasahi wajahnya, wajahnya tampak pucat dan tubuhnya tampak lemas. Dia bahkan tampak tidak bisa menggerakkan bagian tubuhnya selain kepalanya itupun tampak berat dilakukan olehnya. Aileen menghela nafas kembali melihat kondisi Rei. Tadinya ia ingin mengomelinya Rei saat dia bangun tapi melihat keadaannya yang seperti ini dia sama sekali tidak tega melakukannya.

"Ini semua salah kamu sendiri, mulai sekarang kamu dilarang memegang komputer selama seminggu."

"Aileen..."

Mendengar nada protes dari suara yang keluar dari mulut Rei perempuan itu tampak menatapnya dengan tatapan serius.

"Menangkap orang itu mungkin penting tapi ngejaga kesehatan kamu juga penting, jangan tatap aku kayak gitu. Kamu bukan anak kecil lagi. Liat apa yang terjadi kalau kamu enggak ngedengerin aku kan?"

Ujarnya dengan lembut sambil mengelap keringat dari pelipis laki-laki itu. Rei tidak menjawab perkataan Aileen dan menikmati sentuhan lembut di wajahnya. Sudah lama Aileen tidak menyentuhnya seperti ini. Terakhir kali empat setengah tahun lalu ketika Aileen merawatnya saat demam karena memikirkan nasib perempuan itu kalau anggota La chiave del cielo mengetahui hubungannya dengan Aileen. Dia juga merawatnya dengan cara yang sama seperti saat ini, bedanya saat itu dia dengan bebas bisa bermanja pada Aileen. Menjadikan kedua pahanya sebagai bantal dan Aileen akan mengusap kepalanya sampai dia tertidur. Dia selalu lakukan itu ketika ia sedang sakit atau pusing karena kelelahan.

'Seandainya aku gak jatuh cinta sama kamu aku mungkin masih berada di jalan yang salah sekarang...'

Pikirnya sambil menatap Aileen yang terlihat sibuk mengukur tekanan darahnya. Mengagumi wajah cantiknya meski kesan ceria yang dulu menghiasi wajahnya sudah tidak ada dan digantikan oleh kesan serius di wajahnya.

"Tekanan darah kamu juga rendah, kayaknya pekerjaan kamu bener-bener harus di ambil alih buat sementara waktu."

"Aileen... berhenti ngomong... kepala aku sakit..."

Keluhnya dengan nada lemas sementara Aileen tampak tidak mendengarkannya

dan melepas alat pengukur tekanan darah itu dari lengannya.

"Udah aku bilang ini salah kamu sendiri, kapan terakhir kali kamu makan? Tadi siang aku udah nyuruh kamu makan tapi kamu terus aja bilang nanti."

"Um... tadi pagi?"

Aileen berdecak mendengar perkataan Rei, dia ini kalau sudah bekerja benar-benar bisa lupa segalanya. Iapun pergi dan memasukkan bubur yang di buatnya kedalam mangkuk dan menuangkan susu hangat yang sudah di campur dengan madu kedalam sebuah mug dan membawanya ke ruang kerjanya untuk Rei makan.

"Ayo makan biar aku suapin."

Ujarnya sambil meletakkan nampan yang di bawanya di atas meja kecil dan membantu Rei untuk duduk dengan menaikkan tempat tidur elektriknya menggunakan remot membuat Rei dapat duduk tanpa menggerakkan tubuhnya. Setelah ketinggiannya dirasa cukup Aileen meletakkan remote tempat tidur dan mengambil mangkuk yang ada di atas meja. Aileen menyendok bubur yang ada di dalamnya dan mengarahkannya pada mulut Rei.

"Buka mulut kamu."

Rei melakukan perintah Aileen dan gadis itupun memasukkan sesuap bubur kedalam mulutnya. Laki-laki itu tampak mengunyah daging dan bawang daun yang ada di dalam buburnya dan membuka mulutnya kembali saat makanan di mulutnya habis. Mereka mengulangi hal yang sama beberapa kali dan setelah bubur itu habis Aileen membantu Rei untuk meminum susu hangat yang dibuatkan Aileen untuknya sampai habis, setelah selesai Aileen meletakkan mug itu kembali ke atas nampan bersama dengan mangkuknya dan membawanya ke wastafel untuk di cuci nanti. Setelah kembali ia melepaskan kaca mata yang masih terpasang di wajah Rei.

"Sekarang kamu tidur ya?"

Rei hanya mengangguk dan menutup kedua matanya sambil memegang tangan Aileen yang duduk di sampingnya. Aileen berdecak melihat kelakuan Rei, iapun membiarkan Rei memegang tangannya sementara Ia menelpon Aksa.

***

Aksa sedang berada di kamarnya ketika permintaan video call dari Aileen masuk ke dalam handphonenya. Iapun mengambil handphone yang ia letakkan di atas meja dan menerima panggilan itu. Di layar terlihat wajah Aileen yang tampak kaku seperti biasanya. Gadis itu sepertinya sedang berada di ruang kerjanya terlihat dari perabotan dan tempat tidur pasien yang ada di sana. Namun Aileen sepertinya tidak sendiri, ada sesorang yang sedang berbaring di tempat tidur pasien itu.

"Aileen, ada apa?"

Tanyanya sambil duduk di ruang tamunya.

"Rei udah nemuin orang yang membeli organ-orgab itu dari mahesa tapi sekarang dia ambruk. Suhu tubuhnya benar-benar panas dan dia gak bisa gerak sekarang. Apa mas bisa urus sisanya?"

Aksa menghela nafas mendengar perkataan Aileen. Ia tahu cepat atau lambat Rei akan segera ambruk karena kebiasaan buruk yang dimiliki olehnya selama empat tahun belakangan ini. Ketika sudah bekerja dia selalu melupakan segalanya dan akan marah kalau seseorang mengganggunya. Ia mmang memberi Rei banyak tugas tapi biasanya semua tugas yang ia berikan tenggat waktunya tidak mepet, Rei mungkin bisa mencari lebih dari dua ratus informasi perminggunya kalau dia sedang benar-benar niat bekerja. Tapi kali ini mungkin karena yang di incar adalah Aileen dia terlalu memaksakan dirinya dan berakhir ambruk seperti sekarang.

'Seandainya kamu tahu dia ngelakuin ini semua buat kamu Aileen...'

Pikirnya sambil tersenyum memikirkan Rei yang sekarang mungkin sedang mencari kesempatan dalam kesempitan oleh Aileen.

"Biar aku yang urus. Jaga si bodoh itu Aileen, jangan biarkan dia memegang laptop, komputer atau handphonenya mengerti?"

"Roger, oh iya dia juga harus istirahat seminggu atau mungkin lebih apa gak apa-apa?"

Pertanyaan Aileen di balas anggukan oleh Aksa.

"Itu gak masalah, mas bisa urus pekerjaan Rei. Kamu rawat aja dia gak usah khawatirin anggota yang lain. Kita bisa beli makan di luar."

"Eh aku masih sempet masak kok."

Protesnya sambil mengembungkan pipinya namun tidak tampak rasa sakit-sedikitpun di wajahnya mengingat otot lehernya juga ikut tertarik saat melakukannya.

"Aileen, kamu izin buat istirahat kan? Kamu juga harus istirahat. Dulu aku juga pernah dapet luka kayak gitu rasanya sakit banget sampe ngegerakin leher aja aku gak bisa. Adara ngelarang aku ngegerakin leher aku selama sebulan waktu itu, aku yakin rasa sakitnya sama."

"Iya tapi aku sering mengalami hal begini mas gak perlu khawatir."

Jawabnya dengan santai. Hal ini membuat Aksa keheranan sebab ia tidak ingat kalau Adara pernah datang sambil menangis padanya tentang hal ini.

"Sering? Apa maksud kamu?"

"Aku pernah pergi ke Sumatra untuk menangkap pemburu dan perdagangan hewan langka secara ilegal di sana kan? Nah di sana aku sama temen-temen aku yang lain udah sering di ancam buat di bunuh. Aku bakal bohong kalau aku bilang kulit aku masih mulus dan bersih."

Mendengar hal ini ia terkejut , siapa orang bodoh yang berusaha melukai adik iparnya di sana?!! Aileen tidak pernah cerita padanya atau Adra tentang hal ini!!

"Kamu gak nyeritain hal ini ke Adara?"

"Nggak, kakak itu khawatiran orangnya. Kalo dia tahu dia pasti bakalan nangis, Mas kan tahu aku paling gak suka liat kak Adara nangis."

'Kamu salah Aileen kakak kamu mungkin agak cengeng tapi dia itu serem. Kalau dia tahu hal ini begitupula dengan Rei sekalipun waktu itu hubungan mereka agak renggang mereka pasti bakalan kerja sama dan membantai para orang bodoh itu'

Pikir Aksa dengan senyuman di wajahnya. Sementara Rei yang sebenarnya setengah tidur dapat mendengarkan pembicaraan mereka dan ia sudah menyusun strategi untuk membasmi siapa saja yang berani menyentuh kulit mulus pacarnya.

'Liat aja nanti, aku akan buat mereka menyesal masih hidup di dunia ini'

"Aku inget seberapa bangga dia waku kamu pergi ke Sumatra. Kalau gak salah itu terjadi sekitar satu tahun yang lalu kan? Waktu kembali kamu datang sambil bawa Luna yang waktu itu masih bayi dan kamu rawat sendirian."

"Gak, kak Adara juga bantu aku kok. Dia suka banget sama Luna dan memperlakukan dia kayak bayi betulan, aku punya fotonya kok mau liat?"

Tanya Aileen sambil tersenyum jahil yang di balas anggukan oleh kakak iparnya.

"Oh makasih banyak adik ipar aku tunggu kiriman filenya."

"Oke"

Baru saja Aileen ingin mengakhiri panggilan video call nya tiba-tiba Aksa kembali bertanya.

"Oh iya Aileen, apa kamu udah ngunjungin mereka?"