Seorang gadis berambut hitam panjang sedang duduk di perpustakaan kota. Matanya yang hitam menatap buku di hadapannya dengan tatapan serius sambil membolak balik halamannya sesekali ketika dia telah selesai membaca salah satu halaman dalam buku tersebut. Gadis itu sama sekali tidak menyadari sepasang mata berwarna merah sedang memperhatikannya dari sudut ruangan. Laki-laki berambut hitam itu juga sebenarnya sedang mencari buku di sana, namun kedua matanya entah mengapa tidak bisa berhenti memperhatikan gadis itu. Ia sudah memperhatikan gadis itu selama setahun belakangan ini. Dia selalu datang di jam yang sama dan duduk di tempat yang sama pula. Yang dia baca bukan buku novel ataupun komik yang berisi kisah romantis seperti remaja perempuan seumurannya melainkan buku yang bertema kedokteran. Mulai anatomi tubuh manusia, zat-zat kimia, sampai penyakit-penyakit di dunia dia membaca semuanya. Awalnya dia tidak sengaja melihat gadis itu dari balik rak buku sekitar setahun yang lalu, ia masih sangat ingat gadis itu menggunakan masih menggunakan seragam SMP. Kulitnya yang putih tampak halus seperti sutra, rambutnya yang hitam panjang sesekali tertiup oleh angin dari luar jendela, matanya yang coklat juga tampak menatap buku di tangannya dengan serius dan bibirnya yang mungil tampak tersenyum sesekali ketika menemukan hal yang di anggapnya menarik.
Jari-jarinya yang lentik tampak menulis semua hal yang dia anggap penting ke dalam buku catatan yang selalu di bawanya. Entah mengapa dia tidak pernah sekalipun bosan melihat gadis itu. Gadis itu adalah hal paling menarik yang ia ketahui selain buku-buku yang di bacanya dan cerita kekacauan yang di buat teman-temannya di kota. Baginya tidak ada hal yang lebih menarik dari ekspresi kesengsaraan manusia tapi gadis itu terlalu menarik baginya. Dia seperti cahaya yang dapat menarik banyak serangga di sekitarnya. Dengan wajah yang cantik dan tubuh yang bagus seperti itu akan mudah orang jahat mencari kesempatan untuk melakukan hal tak senonoh padanya, namun sudah selama setahun ini dia mengikuti gadis itu pulang jika dia datang ke perpustakaan. Ketika gadis itu pulang dari perpustakaan ia selalu melindungi gadis itu dari belakang dan menjaganya tanpa di ketahui perempuan itu. Gadis ini selalu pulang sore hari dan rumahnya juga cukup jauh namun dia tidak pernah datang dan pergi menggunakan transportasi, dia selalu berjalan kaki jadi memakan waktu sampai dua jam untuk sampai ke rumahnya.
Memang keselamatan gadis itu tidak ada hubungannya dengan dirinya, ia bahkan tidak kenal bahkan tahu siapa namanya namun ia merasakan sebuah dorongan untuk menjaga gadis ini. Dia sendiri tidak mengerti apa alasannya tapi dia ingin menjaga gadis itu apapun yang terjadi. Tapi hari ini, satu tahun kemudian. Gadis itu tampak sudah tidak menggunakan pakaian SMP namun SMA, lebih tepatnya SMA dimana ia bersekolah. Dia jadi semakin penasaran namun dia tetap tidak mendekati gadis itu dan duduk di sudut ruangan sampai ia melihat gadis itu entah sengaja atau tidak menengok ke arahnya. Gadis itu menatapnya lebih tepatnya mungkin menatap kedua matanya yang memang memiliki warna yang tidak biasa, ia lupa tidak menggunakan kontaklensnya tadi pagi dan malah menggunakan kacamata berbingkai hitam berbentuk persegi panjang saat itu. Gadis itu tiba-tiba saja berkedip dua kali lalu tersenyum padanya dan berjalan menghampirinya. Apa yang di lakukan gadis itu membuatnya terkejut dan duduk diam sambil menatap sosok gadis yang menghampirinya itu. Gadis itu melangkah dengan kedua kaki kecilnya dan berhenti tepat di hadapannya.
"Makasih."
Ujarnya sambil tersenyum yang membuat laki-laki itu terkejut. Ia sudah sangat hati-hati selama ini agar gadis itu tidak menyadari keberadaannya namun sepertinya gadis itu sudah tahu dari awal kalau dia selalu mengikutinya dari belakang selama ini.
"Apa yang kamu maksud?"
"Kakak yang ngejaga aku dari belakang selama ini kan? Sebenernya ada stalker yang ngikutin aku dari kemarin dan tadi pagi dia minta maaf sama aku. Apa jadi pingin tahu apa yang kakak lakuin, dia itu cukup keras kepala orangnya."
Ingatan laki-laki itupun kembali pada kejadian kemarin. Seperti biasa gadis itu datang ke perpustakaan namun tanpa sengaja ia melihat seorang laki-laki mencurigakan mengikutinya. Tentu merasa ia harus menjauhkan gadis itu dari bahaya ia langsung duduk di sebelah gadis itu agar dia tidak di ganggu. Setelah gadis itu selesai membaca dan pergi keluar ia sedikit mengancam laki-laki mencurigakan itu dan menyuruhnya minta maaf pada gadis itu.
"Kamu gak akan mau tahu apa yang aku lakuim."
Jawabnya sambil tersenyum misterius yang membuat gadis itu tertawa kecil.
"Kakak ini aneh, kakak bahkan gak kenal sama aku tapi kakak malah ngejaga aku. Udah berapa lama kakak janga aku dari belakang?"
"Satu tahun mungkin?"
"Eh?!! Itukan udah cukup lama!!"
"Aku ngerasa kalau kamu itu mengkhawatirkan jadi aku selalu ngikutin kamu dari belakang."
Jawaban laki-laki itu di balas tatapan polos dengan wajah yang tampak tidak mengerti dari gadis di depannya. Ia menghela nafas melihat kelakuan gadis itu.
"Dengar gak semua orang baik di dunia ini kamu harus hati-hati."
Perkataannya malah di balas senyuman oleh gadis itu.
"Gak kok, semua orang itu baik. Manusia punya sisi baik dan buruk dan itu wajar karena kita ini manusia. Gak akan ada yang namanya kegelapan kalau gak ada cahaya kan?"
Perkataan gadis itu sekali lagi membuatnya terdiam, lalu gadis itu meneruskan.
"Aku selalu percaya orang paling jahat sekalipun punya sisi baik. Terlepas sebesar apa kesalahan yang udah mereka perbuat meski hanya satu titik kecil pasti ada cahaya di hati mereka. Suatu saat seseorang yang penting buat mereka mungkin bakalan datang dan menunjukin jalan yang benar, mungkin gak banyak yang bisa ketemu seseorang seperti ini tapi aku selalu percaya orang-orang seperti itu ada. Seseorang yang jadi lentera untuk orang lain."
Laki-laki itu makin terdiam, ia tidak pernah mendengar seseorang berkata seperti itu sebelumnya. Gadis di depannya ini memiliki hati yang benar-benar suci. Hatinya bergetar mendengar perkataan gadis itu.
"Hei... siapa nama kamu?"
"Aileen, Aileen Fredella. Siapa nama kakak?"
"Aku Rendi, Rendi aditya winata."
"Rendi? Kalau aku panggil Rei boleh gak?"
"Boleh tapi kenapa?"
"Gak ada alasan kakak kan udah kayak bodyguard ku jadi aku mau ngasih nama panggilan aja biar keren."
Jelasnya sambil tersenyum yang di balas tawa kecil oleh Rendi.
***
Rei terbangun dari tidurnya merasakan sinar mentari mengenai wajahnya lewat jendela. Ia bangun menemukan dirinya tidak sedang berada di kamarnya namun dalam ruang kerja Aileen. Tapi gadis itu sama sekali tidak terlihat. Ia melihat infus masih terpasang pada lengannya dan ia juga masih belum bisa banyak bergerak. Sepertinya Aileen memasukkan sedikit obat tidur dalam infusnya dan membuatnya tidur benar-benar nyenyak. Ia melirik jam yang terletak di atas pintu, sekarang sudah jam sembilan pagi yang berarti dia melewatkan sarapan.
'Kenapa Aileen gak ngebangunin aku?'
Tiba-tiba ia kembali memikirkan mimpi yang tadi di lihat nya. Sudah lama dia tidak bermimpi seperti itu. Biasanya dia memimpikan itu saat ia benar-benar merindukan Aileen dulu. Ia masih ingat hari itu saat Aileen untuk pertama kali bicara kepadanya, itu adalah hari saat ia jatuh cinta untuk pertama kali seumur hidupnya. Senyuman yang selalu terlihat di wajahnya itu selalu ia rindukan tapi sekarang Aileen tidak pernah tersenyum lagi. Aileen benar-benar sudah berubah sekarang.
'Kalau di pikir-pikir dia selalu mengomeliku untuk menjaga kesehatanku tapi bagaimana dengan dirinya sendiri? Dia jadi lebih pucat sekarang.'
Pikirnya sambil menatap langit-langit ruangan itu ketika tiba-tiba ia mendengar suara pintu yang di buka dan ia melihat Aileen tampak datang sambil membawa semangkuk bubur di atas nampan. Sepertinya itu adalah bubur yang mirip dengan bubur yang di buat Aileen semalam untuknya namun ia tidak keberatan, bubur itu bisa dia habiskan sekalipun ia merasa tidak ingin makan. Bubur buatan Aileen itu enak berbeda dengan bubur biasanya, ia sama sekali tidak tahu apa yang Aileen masukkan kedalamnya tapi rasanya enak dan membuat nafsu makannya kembali hanya dengan mencium baunya.
"Kamu udah bangun ternyata, ayo makan dulu. Udah ini aku bakal meriksa kamu."
Ujarnya sambil menaikkan tempat tidur itu dengan remot kembali, setelah ketinggiannya cukup ia meletakkan kembali remot itu di atas meja dan mulai menyuapi Rei kembali.
"Bubur ayam ini enak, apa yang kamu masukin kedalamnya?"
Tanyanya sambil mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.
"Daging ayam, bawang putih, jahe dan lada putih yang di haluskan juga bawang daun yang sudah di potong-potong."
Jawabnya sambil memasukkan kembali sesendok bubur kedalam mulut Rei.
"Sekarang aku mengerti kenapa aku gak bisa berhenti memakannya."
"Bawang daun bagus untuk demam. Bawang putih bagus untuk meningkatkan imun dan sebagai anti mikroba kalau jahe itu bagus untuk mengurangi mual juga mengatasi masalah pencernaan jadi gak aneh kamu masih mau makan sekalipun gak aku paksa. Setelah ini aku mau ngebersihin tubuh kamu. Gak bisa bangun sendiri ke kamar mandi kan kamu?"
Perkataan Aileen sukses membuatnya terbatuk-batuk. Aileen mengambilkan air hangat untuknya dan membantunya minum, setelah batuknya berhenti Rei menatap Aileen dengan tatapan serius sambil memegang tangan Aileen.
"Jangan, lakuin pekerjaan kamu yang lain aja. Aku bisa mandi sendiri."
"Serius? Bangun aja kamu gak bisa."
Rei tidak bisa membantah, yang di katakan Aileen memang benar. Menggerakkan tangan saja susahnya setengah mati bagaimana bisa dia mandi?. Tapi dia juga tidak mau mengaku pada Aileen kalau sebenarnya dia malu.
"Udah habisin dulu buburnya, setelah ini aku bakal bersihin tubuh kamu tapi setelah aku mengambil pakaian ganti di ruang apartemen kamu ok?"
Rei menghela nafas mendengar perkataan Aileen yang terdengar mutlak. Pada akhirnya dia hanya mengangguk dan membiarkan Aileen kembali menyuapinya. Setelah bubur itu habis Aileen kembali pergi untuk mencuci mangkuk dan sendok ke dapur. Namun ia dikejutkan oleh Angga yang tiba-tiba saja membuka pintu apartemennya dengan keras. Laki-laki itu tampak dengan wajah serius yang jarang terlihat di wajahnya.
"Angga ada apa?"