Chereads / T.I.M (treasure in murder) / Chapter 46 - Chapter 45;Case 2: Perdagangan organ bagian 33

Chapter 46 - Chapter 45;Case 2: Perdagangan organ bagian 33

Angga melaju motornya di jalanan dengan kecepatan yang cukup tinggi namun tidak cukup tinggi untuk di tilang oleh polisi. Kata-kata yang Rei ucapkan padanya kembali terngiang di benaknya.

"Kita gak tahu situasinya gimana jadi kita gak bisa berbuat banyak, kita harus dapet lebih banyak petunjuk. Kamu harus nyari tahu di mana keberadaan paman Lily secara manual sementara aku bakal nyari tahu pake caraku sendiri."

Angga terus mengumpat di dalam hatinya. Seandainya dia tidak pergi ke rumah sakit hari ini dia tidak akan mungkin tahu tentang hal ini. Dia sudah di kejar waktu dan dia sama sekali tidak tahu di mana keberadaan paman Lily. Tapi dia tahu dimana tempat pria itu biasanya menghabiskan waktu luangnya, Diskotik . Namun yang jadi masalah sekarang masih siang, tidak mungkin tempat itu buka siang bolong seperti sekarang jadi Angga tidak tahu harus mencarinya kemana.

"Kakek bau tanah itu, udah tua bukannya banyak ibadah malah nambah dosa. Kalau dia aku temuin liat aja nanti."

Umpatnya dengan kesal, ia masih ingat wajah terluka kedua orang tua Lily ketika ia beritahu menghilangnya gadis itu dari rumah sakit. Orang tua mana yang tidak khawatir ketika anak sematawayangnya menghilang tanpa jejak?

'Tunggu aku Lily...'

***

"Aku sudah memutuskan."

"Udah? Jadi yang mana?"

Laki-laki itu menunjuk sebuah foto dengan senyum lebar di wajahnya seakan dia baru saja memilih baju yang paling dia sukai dari sebuah katalog. Melihat foto yang di pilih dokter gila di depannya Mahesa tiba-tiba mengerutkan alisnya.

"Dia? Ah aku gak mau, dia target yang susah."

Gerutunya dengan malas yang membuat dokter itu tampak heran, kalau sulit kenapa juga dia memasukkannya kedalam daftar?

"Kalau udah tau susah kenapa kamu masukin daftar?"

Mahesa menatap katalog di tabletnya itu dan memeriksa semua foto yang di bagian sampingnya ada profil orang yang ada di dalam foto dan rekaman suara yang bisa di dengar oleh orang yang membayarnya itu.

"Aku salah hapus rekaman kayaknya, tadi itu aku mau hapus rekaman suara ini lah bos malah suka yang ini."

Gerutunya dengan wajah malas yang terpampang dengan jelas di wajahnya.

"Emang sesusah apa sih ngebunuh dia? Dia keliatan biasa aja."

"Biasa aja dari mana nya, dokter bukan dari sini jadi gak tahu dia itu siapa!!

Pria itu tampak tidak terlalu perduli dan berkata.

"Itu kan kecerobohan kamu sendiri, begini aja. Aku naikkan jadi empat kali lipat gimana?"

Mahesapun menghela nafasnya, bukan masalah uangnya tapi yang jadi masalah itu orangnya. Dia tidak mau cari masalah dengan perempuan itu. Tapi karena clientnya mau menaikkan harganya iapun mengangguk dan berkata.

"Oke setuju, udah ya aku pergi."

Mahesa berdiri dari posisinya dan melirik perempuan yang tampak tidak sadarkan diri di dalam tabung kaca raksasa dengan berbagai macam kabel untuk memantau detak jantungnya dan selang yang di masukkan kedalam rongga mulutnya untuk membuatnya tetap bisa bernafas. Dengan semua oprasi yang sudah di lakukan oleh dokter gila itu ia masih belum bangun juga. Perempuan itu masih bergantung pada alat untuk menopang kehidupannya dan dia masih bertahan sampai sekarang. Hal ini benar-benar mengesankan mengingat dokter gila yang jadi clientnya itu tidak pernah melakukan prosedur bius dengan benar pada perempuan itu dan dia masih bertahan sampai sekarang.

'Dia punya tekad untuk tetap hidup, tapi apa yang membuat dia tetap bertahan?'

Pertanyaan itu ia tepis dari pikirannya dan iapun kembali berjalan ke luar ruangan untuk memulai perburuannya.

***

Siang telah berganti menjadi sore dan Daniel mengantar Mikha juga Reyna dengan mobilnya ke kediaman mereka masing-masing. Reyna tidak ragu untuk masuk kedalam mobil Daniel sama sekali atau mencurigai Daniel yang macam-macam karena ia tahu Daniel tidak jahat. Orang yang bisa dekat dengan Mikha atau Aileen adalah orang yang bisa di percaya dan dia tidak pernah sekalipun meragukan penilaian karakter dari kedua temannya.

"Eh Reyna, gimana Diana?"

"Dia baik, hari ini dia pergi sama mas Aksa buat main sama anak-anak angkat Aileen. Aku yakin mereka lagi di manjain sekarang"

Ujar Reyna sambil tertawa kecil yang di balas senyuman oleh Mikha.

"Mau gimana lagi dia emang suka anak kecil kan?"

"Gak, lebih tepatnya dia emang suka manjain anak-anak. Para anak jalanan bahkan manggil dia ayah saking baiknya dia"

Daniel yang sedang menyetir mendengar perkataan mereka namun ia sama sekali tidak tertarik dengan bahan pembicaraan mereka meski fakta kalau Aileen punya beberapa anak angkat membuatnya kaget mengingat sikap Aileen yang bisa di bilang cukup tegas dan keras kepala. Ia tidak bisa membayangkan perempuan itu di kelilingi anak kecil dengan muka datarnya. Selain itu teman-teman Aileen benar-benar terlalu naif.

'Kalian cuma gak tahu Aksa menggunakan mereka untuk apa'

Pikirnya sambil menyetir mobilnya dalam kecepatan sedang. Aksa menggunakan para anak jalanan untuk mencari informasi. Para anak yang memanggil Aksa dengan sebutan 'Ayah' ini juga bukan benar-benar anak jalanan. Mereka sudah di latih oleh Adara dan setidaknya tahu cara membela diri mereka sendiri sekalipun mereka masih kecil. Anak-anak ini biasanya berusia sekitar enam sampai sepuluh tahun tapi ada juga yang sebelas sampai tujuh belas tahun dan saat mereka dewasa biasanya mereka akan bekerja pada T.I.M.

Mereka bukan anggota utama tapi jangan remehkan kemampuan mereka. Dengan latihan dari Adara dan bimbingan dari Aksa mereka bisa di bilang sudah bukan anak biasa lagi. Informasi yang mereka kumpulkan juga benar-benar detail seakan mereka adalah profesional. Adnan adalah salah satu dari anak-anak ini juga sebelumnya dan hanya baru dia yang berhasil menjadi anggota Inti dalam T.I.M karena keunikan yang dia miliki. Tentu saja anak-anak ini bukan hanya di bayar mereka juga di berikan edukasi sesuai usia mereka dan di berikan tempat bernaung. Jumlah mereka sudah mencapai tiga ratus orang saat ini dan menurut Daniel sistem ini benar-benar pintar.

Orang dewasa tidak akan berspekulasi apapun karena menganggap anak kecil tidak akan mengerti apa yang mereka katakan dan akan mengatakan apapun sesuka mereka, mereka tidak akan sadar kalau mereka sedang di awasi dan informasi mereka telah di ketahui.

Tapi terlepas dari itu semua Daniel tahu Reyna benar. Aksa benar-benar suka memanjakan anak-anak didiknya. Kalau di hitung dia menghabiskan sekitar tujuh ratus juta setiap bulannya agar anak-anak itu bisa tinggal dengan nyaman di asrama sekolah yang Aksa dan Adara kelola. Tujuh ratus juta itu untuk biaya hidup setiap anak yang jumlahnya sekitar empat ratus orang, makanan layak termasuk pakaian bagus , fasilitas kesehatan yang bisa mereka dapatkan kapanpun dengan gratis dan fasilitas wifi yang bisa mereka akses dengan bebas. Itu tidak termasuk dengan gaji guru, fasilitas belajar mengajar yang paling canggih, sistem keamanan dan ada pula kelas khusus untuk mengajari mereka bagaimana menjadi agen yang baik. Mereka juga di ajari menggunakan senjata namun hanya yang sudah sekitar empat belas tahun yang di ajari. Yang berarti mereka harus mengeluarkan dana lagi untuk senjata khusus latihan dan peluru karet. Belum lagi pajak gedung yang harus di bayar pertahunnya. T.I.M mungkin berdiri belum lama tapi jaringan informasi mereka sudah cukup luas karena sekolah-sekolah ini menyebar bukan hanya di satu tempat tapi di tujuh bagian negri ini dan terletak di pulau-pulau yang berbeda. Bayangkan di tujuh pulau besar di indonesia sekolah-sekolah ini ada dan tersembunyi dari khalayak ramai. Itu berati T.I.M punya mata dan telinga di mana-mana. Ia dengar Aksa masih berencana untuk membuat sekolah lain di pulau lainnya tapi itu masih rencana mengingat karena Adnan yang selalu merusak robot buatan Rei anggaran T.I.M jadi agak menipis.

"Aku penasaran, apa Aileen masih sakit?"

"Iya, semoga dia cepet sembuh."

Daniel tidak mengatakan apa-apa di sepanjang perjalanan sementara Mikha dan Reyna tidak berhenti mengobrol. Keduanya terus membicarakan banyak hal dan Daniel membiarkan mereka. Tidak lama kemudian mobil itu sampai di depan rumah Reyna. Reynapun keluar dari dalam mobil sambil berterimakasih kepada Daniel dan masuk ke dalam rumahnya. Setelah Reyna sudah menutup pintu rumahnya barulah Daniel menjalankan kembali mobilnya menuju apartemen Mikha.

"Jadi, apa orang itu masih belum di tangkap?"

Tanya Mikha yang terdengar serius di telinga Daniel. Satu kesamaan Aileen dan Mikha adalah keduanya sama-sama pintar akting. Mereka bisa menyimpan rahasia dengan sangat rapi tanpa di curigai oleh siapapun sekalipun orang tersebut sudah benar-benar dekat dengan mereka.

"Masih belum. Kamu ngasih tahu dia?"

"Reyna? dia berhak tahu tapi aku ngasih tahu dia apa-apa. Lagian aku gak tahu siapa orang yang lagi mengincar kami, kamu kan gak ngasih tau Aku siapa orangnya."

'Oh itu masuk akal.'

Pikir Daniel sambil memperhatikan jalan di depannya.

"Aku penasaran siapa orangnya. Pingin rasanya aku hajar itu makhluk."

Umpatnya dengan wajah yang sudah nampak kesal. Memang salah ia,Aileen dan Reyna apa? Lagipula kenapa juga orang itu mau membunuh mereka tanpa sebab yang jelas benar-benar menyebalkan!!

'Perempuan menakutkan.'

***

Sore telah berganti menjadi malam, udara yang dingin dan jalanan yang cukup gelap membuat banyak orang lebih memilih untuk tidur di dalam rumah mereka masing-masing. Tapi itu tidak berarti kota ini tidak hidup di malam hari. Masih banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan. Beberapa orang yang berjualan di pinggir jalan dan ada juga beberapa orang yang sekedar baru kembali dari mini market untuk mencari makanan dan ada pula yang berjalan-jalan sekedar untuk cari angin.

Tapi berbeda dengan Angga laki-laki itu tampak terus melaju motornya tanpa berhenti sejak tadi siang. Yang ada di pikirannya hanya satu yaitu Lily. Ia menghiraukan perutnya yang sudah keroncongan minta di isi dan tidak mempedulikan mesin motornya yang sudah terlalu panas karena ia gunakan dari siang Hari. Yang ia inginkan hanyalah Lily agar cepat kembali padanya. Dia tidak tahu orang macam apa yang membeli Lily dan ia sama sekali tidak mau memikirkan hal buruk macam apa yang mungkin terjadi padanya.

'Kemana lagi aku harus nyari si brengsek itu?'