Chereads / T.I.M (treasure in murder) / Chapter 50 - Chapter 49; Case 2: Perdagangan organ bagian 37

Chapter 50 - Chapter 49; Case 2: Perdagangan organ bagian 37

Merasakan dingin dari mulut pistol yang mengarah kapada kepalanya dan Aileen yang tampak sudah benar-benar bersiap untuk menembakkan peluru di dalam pistolnya.

"Jangan!!"

Aileenpun tersenyum penuh makna dan berkata.

"Lho kenapa? Bapak pingin mati kan? Anda mengorbankan nyawa keponakan anda untuk minuman keras yang bisa membunuh anda pelan-pelan kan? Kenapa anda gak mau saya bunuh? Bukannya akhirnya bakalan tetep sama?"

Sindiran sinis Aileen membuat wajah pria berusia lima puluh tahunan itu makin pucat.

"Bukankah dosa itu bener-bener manis?, bapak gak peduli sama keponakan bapak dan malah memilih menghabiskan uang bapak dengan meminum minuman keras? Saya bener-bener pingin nyari alasan untuk tidak membunuh bapak saat ini juga."

'Aileen terdengar serius.'

Pikir Aksa, sekali Aileen mengatakan sesuatu seperti ini dia akan benar-benar melakukannya. Dan itu bukan hal yang bagus sama sekali. Namun sebelum Aileen menarik pelatuknya tiba-tiba terdengar suara di dalam ruangan itu yang keluar dari speaker yang terpasang di ujung kiri ruangan.

"Aileen jangan bunuh dia dulu, dia masih belum buka mulut dimana keberadaan Lily."

Ujar Rei yang sedang berada di ruang pengamatan sambil tiduran di atas sofa dengan laptop di pangkuannya dan bicara lewat micro phone.

"Aku tahu tapi di liat dari gerak geriknya dia bener-bener gak tahu di mana keberadaan Lily sekarang, boleh aku siksa dia sampai sekarat Rei?"

Tanya perempuan itu dengan tatapan datarnya. Aileen memang tidak punya niat membunuh orang yang membuatnya kesal ini, dia berniat untuk menembaki tubuh pria itu hingga sekarat tapi tidak membunuhnya. Rei juga menyadari apa yang ingin Aileen lakukan, tapi yang menjadi masalah pistol yang ada di tangan Aileen Selene di rancang untuk membunuh. Satu tembakan peluru dari selene bisa menembus tulang, ketika peluru itu bersarang di dalam tubuh peluru itu otomatis akan meledak dan menghancurkan bagian tubuh yang di tembak. Karena inilah ia menghentikan Aileen.

"Jangan, dia gak layak. Lagian yang harusnya ngehajar dia itu Angga, jangan deket-deket dia Aileen bisa-bisa kamu ikutan bodoh"

Mendengar candaan Rei di bagian akhir perempuan itu tersenyum miring dan menjauhkan pistol itu dari kepala pria yang sudah membuatnya naik darah itu.

"Aku lupa kalau bodoh itu menular, aku akan ke tempatmu sekarang."

Jawabnya dengan santainya sambil berjalan pergi ke luar ruangan. Pria yang tadi Aileen interogasi menatap Aileen yang tampak pergi dan meninggalkan pria yang masih duduk di atas kursi itu seperti orang bodoh sementara Aksa entah kenapa merasa kagum dengan Rei yang bisa merubah mood Aileen dengan sangat cepat.

"Rei bener-bener hebat."

Komen Daniel sambil menatap Aileen yang sudah menghilang di balik pintu.

"Gak, aku ngerasa dia yang bakalan Aileen omelin sekarang, Aileen pasti bener-bener kesel Rei gak nurutin perkataannya lagi."

Ujar Aksa sambil tersenyum paksa sementara Angga yang emosinya tampak sudah mulai kembali tenang ikut bercanda.

"Aku akan agar arwahnya bisa di terima di sisinya."

Perkataan Angga membuat Aksa dan Daniel ingin tertawa membayangkan apa yang mungkin akan Aileen lakukan pada Rei.

"Semoga Rei gak selamat."

Sambung Daniel sambil tersenyum sadis membayangkan omelan Aileen kepada Rei nantinya. Ketiganya mulai tertawa membayangkan raja prank dalam kelompok mereka akan Aileen omeli habis-habisan sementara paman Lily di bawa oleh dua android suruhan Rei untuk di bawa ke dalam sel khusus. Angga yang melihat pria itu di bawa pergi melirik pria itu dengan tatapan tajam.

"Aku akan nyari Lily terlebih dahulu, seperti yang aku bilang sebelumnya kalau terjadi sesuatu kepadanya aku akan mengirimkanmu langsung ke dalam neraka liat aja nanti."

Pria itu tidak menatapnya karena ketakutan sementara Aksa memegang pundak Angga begitu pula dengan Daniel.

"Kita akan temukan Lily Angga, pasti."

Daniel hanya mengangguk setuju dengan perkataan Aksa, Angga pun tersenyum kepada mereka berdua.

"Terimakasih kalian."

'Lily, tunggu aku. Bertahanlah sebentar lagi.'

***

Aileen melangkah dengan cepat menuju ruang pengawas di mana Rei berada saat ini. Perempuan itu membuka pintu dan menemukan laki-laki itu tampak sedang bersandar di sebuah sofa panjang sambil mengerjakan pekerjaannya. Perempuan itu berjalan ke arahnya dan berhenti tepat di belakang Rei.

"Rei apa yang aku bilang dua hari lalu?"

Rei merasa tegang saat mendengar suara Aileen yang sepertinya tepat berada di belakangnya saat ini. Ia menengok ke belakang dan menemukan Aileen yang sepertinya sudah marah padanya.

"Aileen buat kali ini aja ya? Oke? Please~"

Ujarnya dengan wajah memohon seperti anak kecil yang minta di belikan mainan. Tapi Aileen gak terpengaruh dan memeriksa suhu tubuh Rei dengan punggung tangannya.

"Kamu masih belum sembuh Rei."

"Aku tahu tapi ini mendesak kamu juga tahu kan?"

Aileen menatap mata Rei yang juga ikut balik menatapnya. Melihat kedua mata merahnya yang menatapnya dengan wajah yang serius ia menghela nafas.

"Yaudah, jangan terlalu lama. Kamu juga harus tidur."

'Sebenernya aku udah selesai sih tapi jarang-jarang aku bisa ngegodain Aileen kan?'

Pikirnya sambil tertawa geli di dalam hatinya di balik wajah datarnya.

"Kalau itu kamu juga kan? Kamu juga belum ganti perban di leher kamu."

"Soal perban aku udah menggantinya setelah aku mandi sore, aku akan tidur ketika kamu tidur."

"Sebentar... kenapa?"

"Aku ngekhawatirin kamu tau, dasar gak peka."

Gerutunya sambil menyentil dahi Rei dengan pelan yang membuat Rei terdiam mendengar perkataan Aileen. Aileenpun pindah duduk di ujung sofa yang ia pakai dan menyalakan tabletnya, Rei menatap Aileen yang tampak sedang membaca sesuatu di tabletnya. Ia ingin mereka kembali seperti dulu lagi. Pergi ke perpustakaan, mengajaknya jalan-jalan, nonton film bersama, mentraktirnya makan, dan membuatnya tersenyum seperti dulu lagi. Apa ini saatnya ia untuk mengaku kalau sebenarnya dirinya adalah Rendi? Mungkin ini terdengar bodoh tapi sebenernya Rei merasa takut. Ia takut Aileen akan membencinya karena membuatnya menjadi seperti saat ini. Ia takut Aileen kecewa padanya yang telah mengambil keputusan yang benar-benar salah. Ia juga takut Aileen memutuskan hubungan dengannya.

Aksa benar, dia telah membuat pilihan yang salah. Ia mencintai Aileen dan karena itu seharusnya ia tidak pergi. Ia harus memberitahu Aileen kalau ia adalah Rendi, tapi ia masih ragu. Ia tidak yakin dengan Reaksi apa yang akan Aileen perlihatkan padanya. Rei menghela nafasnya, ia harus berani ini saatnya ia mengatakannya pada Aileen.

"Aileen."

"Hm?"

"Maaf."

Aileen menatap Rei dengan wajahnya yang tampak kebingungan, dia sama sekali tidak mengerti kenapa Rei minta maaf padanya sementara Rei menatap kedua matanya dengan wajah yang serius.

'Maaf karena aku ninggalin kamu sendirian, maaf karena gak ada di sisi kamu saat kamu membutuhkanku, maaf karena aku udah ngelanggar janjiku padamu, maaf karena udah nilai perasaanmu kepadaku gak sebesar ini, tapi meski begitu aku masih mencintaimu. Aku yang seperti ini apa aku masih boleh berharap kepadamu?'

Lidah Rei terasa kelu, semua kata-kata yang ingin ia ucapkan tidak bisa terucap dari bibirnya. Dadanya terasa sakit rasanya ia ingin menangis.

"Buat apa kamu minta maaf?"

"Sebenernya aku-"

Sebelum Rei selesai mengatakan sesuatu pada Aileen pintu masuk terbuka dengan keras membuat Aileen dan Rei kaget dan menengok ke arah pintu. Terlihat Aksa yang sedang berdiri di luar pintu tampak menghela nafasnya sementara Daniel menatap ke arah lain pura-pura tidak melihat dan Angga yang membuka pintu tampak terdiam di tempatnya.

"Um... apa kita masuk di saat yang gak tepat?..."

Rei menghela nafasnya dengan kasar dan menatap Angga dengan tatapan kesal. Hei dia sudah mengumpulkan keberaniannya untuk memberitahukan semuanya pada Aileen!! Kenapa Angga harus membuka pintu di saat yang tidak tepat?!!

"Angga waktu aku sembuh kamu adalah orang pertama yang bakalan aku hajar, kepalaku makin sakit sialan."

Keluhnya sambil setengah berteriak dengan suara serak.

"Eh?!! aku salah apa?"

Tanyanya dengan wajah tanpa dosa yang membuat Rei makin ingin memukul wajahnya.

"Kamu ngebanting pintu dengan keras Angga, kamu tahu kan Rei lagi sakit? Dia butuh ketenangan."

Ujar Aileen sambil menatap Angga dengan wajah yang agak kesal. Hei kalau Rei sampai terkena serangan jantung di sini memangnya dia mau tanggung jawab?

"Aileen sejak kapan kamu memihak Rei?..."

"Aku gak memihak kok. Dia emang butuh istirahat dan kamu hampir buat dia kena serangan jantung tadi."

Jawabnya dengan nada datar yang entah mengapa membuat Angga merasa ngeri padanya.

"Aksa aku udah nyelesein pencarianku, aku mau tidur sekarang. Sisanya aku serahin sama kamu Aksa, aku udah ngirimin semuanya lewat email."

Ujarnya sambil menutup laptopnya membuat Aileen terheran-heran melihatnya. Bukankah dia tadi sampai memohon padanya agar di biarkan menggunakan laptopnya? Bukankah itu berarti dia belum selesai? Tapi dia tidak mempertanyakannya.

"Eh? cepet banget."

Komentar Aksa sama sekali tidak Rei pedulikan, ia meletakkan laptopnya di atas meja, membenarkan posisi duduknya yang awalnya selonjoran di atas sofa dan menyandarkan kepalanya yang terasa berat pada pundak Aileen.

"Kamu kira aku siapa hah?"

Mengingat ini adalah Rei Aksa sama sekali tidak merasa aneh tapi kenapa Rei tiba-tiba jadi menempel kepada Aileen sekarang?. Apa dia sedang mencari kesempatan dalam kesempitan?

"Rei leher aku sakit kalau kamu mau tidur jangan nyender di pundakku."

"Kalau gitu aku mau tidur di pangkuan kamu."

"Iya-iya terserah kucing manja, tapi katih tahu kami apa yang kamu temuin."

Rei memundurkan kepalanya ke atas pangkuan Aileen menjadikannya bantal sementara tubuhnya kembali meringkuk di atas sofa dengan nyaman.

"Dokter gila itu, Harry adalah orang yang sama yang juga melakukan transaksi kepada Mahesa."

"Apa? Kalau gitu kasus yang kita tangani dan menghilangnya Lily keduanya berhubungan?"

Pertanyaan Angga di balas anggukan membenarkan perkataannya.

"Bener, Lily di gunakan sebagai bahan percobaannya dan keterangan paman Lily menguatkan asumsiku. Mungkin semua organ yang di ambil dari para korban sudah di pasang kepada Lily sekarang menggantikan organ yang rusak tubuh aslinya."

Reipun mengangguk kepada Aileen, Aileen menekan sebuah remote yang terhubung dengan layar besar di belakangnya menimbulkan riwayat penyakit Lily yang bisa di bilang sudah banyak masalah dari awal.