Disuatu malam seorang perempuan berambut hitam panjang dengan kulit putih agak pucat tampak duduk di ruang tamu bersama dengan seorang perempuan berambut pirang, perempuan berambut pirang itu adalah kakak perempuannya yang lebih tua beberapa tahun darinya dan malam ini mereka sedang mendiskusikan pekerjaan kakaknya yang harus di urus sang adik karena kakaknya sibuk mengurus persiapan pernikahannya yang akan dilakukan minggu depan. Karena ia sudah biasa dia setuju-setuju saja mengambil alih hingga masa honeymoon kakaknya selesai. Setelah beres kakak perempuan berambut hitam itu berdiri dari posisinya dan mengambil tas putihnya dan tersenyum kepadanya.
"Aileen kakak pergi dulu, kakak ada urusan sebentar."
Mendengar perkataan kakaknya perempuan yang di panggil Aileen itupun ikut berdiri dan menatap kedua mata coklat kakaknya.
"Kakak mau kemana?"
Tanyanya sambil menatap kakak perempuan sekaligus satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini. Entah kenapa ia merasa kalau kakaknya tidak boleh pergi, seakan kalau kakaknya benar-benar pergi sendiri ia tidak akan pernah kembali.
"Jangan khawatir, kakak cuma mau ngurus gaun pengantin. Kamu tahukan pernikahan kakak minggu depan? Kakak harus nyoba gaunnya buat mastiin gaunnya muat saat pernikahan kakak nanti."
Aileen tidak yakin, ia memiliki firasat buruk tentang hal ini. Perasaan tidak enak yang dirasakannya itu tidak kunjung menghilang.
"Kak Adara mau aku temenin?"
Tanyanya lagi kepada kakaknya, perempuan yang lebih tua lima tahun darinya yang dipanggil Adara itu menggeleng dan berjalan ke arah pintu membiarkan Aileen mengekorinya dari belakang.
"Gak Aileen kakak gak akan apa-apa, kamu disini aja tungguin kakak pulang di sini. Jangan khawatir kakak gak akan kabur buat nemuin Aksa kan kakak belum selesai di pingit."
Aileen pada akhirnya menganggukan kepalanya meski ia sebenarnya tidak yakin dan menetap punggung sang kakak yang keluar pintu....
... Tanpa tahu seperti firasat yang dirasakannya, kakak kesayangannya tidak akan pernah kembali....
***
Aku membuka kedua mataku lebar-lebar dengan nafas tersegal-segal, aku mendudukkan tubuhku di atas tempat tidurku sambil berusaha mengatur nafasku serta menenangkan jantungku yang berdegup dengan kencang. Setelah aku merasa lebih tenang aku menatap sekelilingku. Kulihat keluar jendela melihat di luar langit tampak agak mendung pertanda hujan akan segera turun, akupun beralih melirik kalender elektronik yang otomatis muncul pada jam dinding di kamarku menunjukkan sekarang adalah tanggal 12 bulan Januari 2177. Setelahnya aku menatap sekitarku melihat kamarku tampak agak berantakan karena kesibukanku mengurus pekerjaanku dan perusahaan almarhum kakakku yang sekarang kuurus karena kematian kakak seminggu yang lalu aku juga melihat Luna, harimau Sumatra yang kurawat tampak terperanjat karena aku yang terbangun tiba-tiba. Sebenarnya harimauku ini tidur di ruang sebelah namun aku selalu membiarkan pintu kamarku terbuka kalau-kalau Luna membutuhkanku jadi aku tidak kaget sama sekali saat Luna tiba-tiba ada di sampingku. Akupun mengangkat Luna dan membawanya ke ruang tengah meninggalkan kamarku yang masih belum kubereskan.
"Oh iya... itu bukan mimpi..."
Aku duduk diam selama beberapa saat sebelum kemudian bangun dari tempat tidurku dan berjalan ke kamar mandi. Namaku Aileen, aku berumur 20 tahun, seorang mahasiswi kedokteran. Minggu lalu aku baru kehilangan orang yang kusayangi untuk kesekian kalinya, kakak perempuanku satu-satunya Adara Afsheen. Dia yang merawatku sejak kecil setelah kematian Ayah dan Ibu kami, semasa hidup kak Adara adalah pribadi yang ceria, senang membantu dan pekerja keras juga sangat senang membahagiakan orang-orang di sekitarnya. Karena itu banyak yang merasa kehilangan atas kematian kakak. Adara Afsheen direktur muda pemilik perusahaan Darling's yang sangat terkenal di Indonesia dan dikenal sangat dermawan meninggal seminggu sebelum pernikahaannya, judul berita itu berada di mana-mana mulai dari acara berita hingga acara gossip semuanya penuh dengan pemberitaan kematian kakak. Darling's sudah kakakku rencanakan untuk di buat semenjak dia masih SMA. Darling's adalah singkatan sekaligus plesetan dari nama kakak dan namaku Aileen karena pada masa itu kakak yang baru di tinggal meninggal oleh kedua orang tua kami hanya memutar otak untuk masadepanku, kak Adara ingin aku bisa sekolah hingga kuliah tanpa perlu memikirkan biaya karena pemikiran itulah Darling's lahir.
Usaha dan kerja keras kakak berbuah manis, Darlings benar-benar di bangun dan mencakup berbagai macam hal mulai dari bisnis pakaian pria, wanita, anak-anak dan bayi, barang elektronik, mainan, café, restoran, hotel, apartemen, toko perhiasan, tas, sepatu, taman bermain anak, game center, dan lain-lain. Saking banyak usaha kakak dia bahkan membangun gedung berisi kumpulan toko dari berbagai jenis bisnis yang ia bangun bernama Darling's mall yang sekarang memiliki banyak cabang di berbagai daerah di Indonesia.
Karena itu semua kakak ku menjadi idola para wanita karir yang juga sangat sering masuk kedalam majalah sebagai salah satu wanita paling kaya dan berpengaruh di Asia. Tidak ada yang menyangka kalau kakak akan meninggal dalam usia yang sangat muda dengan cara seperti itu terlebih hal ini terjadi tepat setelah konferensi pers untuk mengumumkan pernikahannya dengan tunangannya yang juga sudah ku anggap seperti kakak laki-lakiku sendiri.
Tunangan kakak sudah pasti merasa terpukul tapi dia tetap datang setiap hari untuk memastikan keadaanku, aku tentu tidak apa-apa dan malah menyibukan diriku sendiri mengurus semua urusan yang tidak sempat terurus oleh kakak sebelum dia meninggal, tidak ingin kerja keras kakak menjadi sia-sia. Saking banyak bisnis yang kakak buat selama seminggu ini jadwal ku menjadi kacau balau. Kakakku mungkin kaya tapi hal itu tidak berarti membuatku mau malas-malasan, selain seorang mahasiswi kedokteran aku juga seorang novelis, Buzzer, dan juga seorang Aktivis. Aku seringkali membela hak perempuan dan anak juga berkontribusi dalam pelestarian hewan dan alam. Karena hal ini juga aku tidak sengaja menemukan Luna yang kaki kirinya putus karena diikat terlalu kuat oleh orang yang menangkapnya dan berniat menyelundupkannya lewat kapal. Karena kaki kiri depannya harus di amputasi aku mengajukan izin untuk merawat Luna seumur hidupnya karena aku tahu dia tidak akan bisa tinggal di taman konservasi dengan keadaan kakinya yang seperti ini. Aku juga sering kali menyelamatkan anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pelecehan seksual, hingga perdagangan manusia. Meski aku sering kali hanya duduk di belakang layar dan menjatuhkan reputasi targetku dengan menyebarkan bukti satu persatu tidak jarang juga aku bergerak secara langsung.
Kakakku tentu saja mendukungku jadi aku di kenal sebagai aktivis yang tidak bisa di sentuh, namun karena sekarang kakak sudah meninggal tidak ada yang akan melindungiku lagi jadi aku bisa menjadi sasaran empuk untuk menjatuhkan perusahaan Darling's. Sayangnya aku tidak lemah dan kakak sudah mengajariku untuk mengelola semua bisnisnya kalau-kalau terjadi sesuatu kepadanya. Aku bahkan sudah biasa menjadi direktur pengganti saat kakak pergi ke luar daerah untuk mengurus beberapa urusan dan aku juga sudah pernah di bawa ke semua daerah dimana bisnis kakak berada. Karena hal ini aku bisa bertugas dengan baik dan tidak ada yang protes aku menjadi Direktur baru karena sejak awal aku adalah Direktur kedua yang selalu membantu kakak.
Karena kematian kakakku aku jadi tidak bisa santai sama sekali dan harus mengurus banyak usaha kakak. Saking sibuknya aku bahkan hampir tidak punya waktu untuk mengerjakan tugas kuliahku bahkan keluar rumah saja sulitnya minta ampun! Aku juga kurang tidur dan bahkan tidak punya waktu sedikitpun untuk diriku sendiri! Aku heran bagaimana kakak bisa dengan santai pergi kencan, main keluar daerah bahkan merencanakan pernikahan ketika pekerjaannya menumpuk begini setiap hari!
Akupun duduk di atas sofa, mengambil remot TV yang tergeletak di atas meja dan memindahkan chanelnya beberapa kali sambil menyusui Luna dengan botol bayi ketika kemudian aku menemukan berita yang tampak cukup menarik.
"Pemirsa, pembunuhan yang terjadi di Kota Cimahi semakin meresahkan warga. Sudah dilakukan pencarian terhadap pelaku namun masih tidak ada perkembangan sama sekali, saat ini sudah ada 8 orang yang telah menjadi korban. Kebanyakan korban adalah wanita berumur 20 tahunan, memiliki rambut hitam panjang dan memiliki tinggi sekitar 150 sentimeter di perkirakan oleh polisi kalau ini adalah kasus pembunuhan berantai jadi-"
Aku mematikan TV mendengar isi beritanya, ini adalah kasus pembunuhan yang kesekian kalinya terjadi. Aku heran kenapa para polisi itu tidak becus menangani hal semacam ini ketika sudah banyak teknologi yang bisa membantu penyelidikan. Aku bahkan tidak akan merasa aneh kalau pelakunya memiliki koneksi dengan anggota kepolisian. Tiba-tiba aku tersadar dari lamunanku karena suara bel pintu yang terdengar beberapa kali dari pintu depan membuatku bertanya-tanya siapa orang yang sudah datang sepagi ini.
Aku berjalan ke arah intercom yang terpasang di samping pintu rumahku dan memeriksa siapa yang ada di luar rumah sepagi ini,tidak lama kemudian wajah tersenyum seorang perempuan berusia dua puluh tahun yang sangat ku kenal muncul di layar intercom. Perempuan itu tampak memiliki rambut berwarna putih keperakan yang lurus dengan poni yang menutupi dahinya dan sedikit dari bagian sisi kiri rambutnya yang menutupi pipinya tampak terpotong sebawah telinga. Dia memiliki wajah yang sangat cantik dengan kulit putih yang sehat dan agak kemerah merahan, bulu mata yang lentik dan mata birunya yang dapat membuat semua orang tidak bisa berhenti menatapnya. Dia tampak menggunakan sweeter dan celana panjang agar tidak kedinginan di cuaca yang cukup berangin di bulan Januari.
Melihat siapa yang datang akupun membukakan pintu rumahku.
"Pagi Aileen~!!"
Sapa perempuan itu sambil tersenyum tanpa dosa. Aku menghela nafas melihat kelakuan sahabatku yang kelewat kekanakan ini jauh dari penampilannya yang tampak anggun dan dewasa. Perempuan di depanku ini adalah Reyna Roselia, salah satu sahabatku yang satu jurusan denganku di kampus, kami sudah bersahabat semenjak kami SMA. Dia cukup terkenal di kampus sebagai mahasiswi teladan, tapi meski sibuk belajar ia juga bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan masih sempat meluangkan waktu dengan adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Jangan salah aku menyayangi Reyna sebagai sahabatku tapi kadang ketika aku ingin sendirian dia tiba-tiba datang seperti sekarang. Aku butuh ketenangan setelah semua pekerjaan yang membuatku stress. Aku bahkan baru tidur jam tiga pagi!! Kenapa dia datang sepagi ini?!!
"Reyna ada apa kamu tiba tiba kesini?"
Reyna tampak nyengir tanpa dosa di depanku dan dengan santai masuk kedalam rumah sambil menjawab.
"Nengokin kamu dong apa lagi?, selain itu karena aku temen yang baik aku bawain sarapan buat kamu~"
Melihat Reyna membawa bungkusan di tangannya yang dari baunya aku tahu adalah bubur ayam, melihat ini rasa kesalku sedikit hilang. Lagipula siapa juga yang menolak makanan geratisan? Aku membiarkannya masuk kedalam dapur untuk mengambil mangkuk dan sendok untukku, kebiasaannya saat dia membawakan makanan sejak dulu. Tapi saat dia kembali aku melihat Reyna membawa dua mangkuk yang berarti Reyna belum sarapan sepertiku. Biasanya sebelum kemari Reyna pasti akan sarapan dulu dengan Diana karena Diana cukup pilih-pilih saat makan dan Reyna selalu memastikan adiknya menghabiskan sayuran yang ia selalu masak untuknya setiap hari. Reyna juga biasanya akan membawa Diana kemari saat hari libur seperti ini tapi hari ini dia tidak membawa Diana.
"Diana mana? Tumben dia gak kamu bawa."
Mendengar pertanyaanku Reyna yang tampak meletakan dua mangkuk bubur untuk kami di atas meja makan menjawab.
"Dia nginep di rumah temennya, nanti siang baru pulang. Semalem aku kan dapet shift malem jadi aku bolehin. Lagian kasian juga dia aku tinggal sendirian di rumah."
Aku hanya bergumam mengerti dengan situasi Reyna, Reyna bukan hanya harus memenuhi kebutuhannya dan adiknya sehari-hari karena orang tua mereka sudah tiada, Reyna juga harus mencari uang untuk membayar biaya kuliahnya. Kuliah di fakultas kedokteran bukan hanya tidak mudah tapi juga mahal, meski Reyna termasuk penerima beasiswa dan sebagian biaya kuliahnya di tanggung pemerintah dia masih tetap harus membayar sisanya dan membeli buku mata pelajaran yang harganyapun tidak murah. Bahkan dulu sudah tidak aneh lagi bagi Reyna untuk tidur hanya selama beberapa jam sehari. Aku juga pernah mau membayarkan biaya kuliahnya selama sebulan karena dia kehilangan dompetnya tapi dia tidak mau. Pada akhirnya setelah argumen panjang uang yang tadinya mau kuberikan berakhir hanya sekedar di pinjam oleh Reyna dan Reyna membayarnya sedikit demi sedikit setiap bulan. Padahal aku benar-benar tidak keberatan dengan hal ini karena pekerjaannya yang sebagai buzzer bayaran memberinya cukup banyak uang. Selain itu novel online yang kutulis saat sedang senggang juga menghasilkan cukup banyak uang. Jadi aku sama sekali tidak keberatan memberi Reyna uang selama sebulan.
Sayangnya Reyna tidak punya bakat untuk menulis jadi Reyna berakhir harus terus bekerja serabutan seperti sekarang hingga pada akhir nya dia punya banyak keahlian, aku bahkan membayarnya sebagai editor tetap yang bayarannya tentu tidak sedikit. Menjadi editor tetapku saja sebenarnya sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan Reyna sehari-hari. Namun karena dia juga ingin menabung untuk kebutuhan Diana di masa depan dia tetap bekerja di tempat lain yang untungnya tidak sebanyak dulu jadi dia masih bisa memberikan perhatian kepada adiknya. Sisinya satu ini kadang mengingatkanku dengan kak Adara, mungkin karena ini juga kami sangat dekat seperti saudara hingga kami tidak pernah sekalipun berfikir dua kali untuk menolong satu sama lain.
"Gimana tugas kamu yang lain sebagai aktivis lingkungan? Belum ada tugas lagi?"
Tanya Reyna penasaran sambil memakan bubur yang dia bawakan sebelumnya tadi untuk mereka berdua. Reyna sangat senang mendengar cerita tentang semua kasus yang ku hadapi sehari-hari dan aku tidak keberatan menceritakannya. Bahkan kalau dia membuat kumpulan dari kisahku sebagai jurnal dan menerbitkannya aku tidak keberatan sama sekali. Lagipula aku senang menceritakan pengalaman-pengalamanku dan kebetulan aku menangani sebuah kasus yang cukup menarik tiga hari yang lalu. Dia mungkin akan tertarik mendengar kisah yang satu ini.
"Sekitar tiga hari lalu aku di kasih tugas buat ngejatuhin reputasi seorang artis yang di curigai pedofil. Karena gak mau nuduh tanpa bukti aku nyari tahu dulu taunya ternyata emang bener jadi aku langsung nyerang dia pake lima ratus akunku. Untungnya banyak yang percaya sama bukti yang aku temuin jadi sekarang kasusnya lagi di proses."
Reyna tampak tersenyum mendengar ceritaku, sudah kuduga dia akan menyukai cerita yang satu ini. Aku yakin Reyna sudah melihat kasus ini di berita dan Reyna sudah pasti tahu itu kelakuanku. Dia selalu tahu ketika aku terlibat dengan suatu kasus dan aku tidak pernah menyembunyikan apapun darinya. Lagipula meski kusembunyikan dia akan tahu juga pada akhirnya. Karena itu hampir tidak ada rahasia diantara kami.
"Kayak biasa kamu sadis, aku liat kasus ini di TV kemarin. Aku udah nyangka kalau itu kelakuan kamu dan ternyata kayak biasa aku bener, kamu ngamanin anak itu kayak biasa kan?"
Aku yang yang masih makan menganggukan kepalaku sebagai jawaban.
"Tentu, dia sama orang tuanya udah di save house sekarang. Aku juga nyewain pengacara yang bagus buat anak itu dan dia juga masih sekolah secara online. Jadi secara akademis dan keamanannya secara fisik bener-bener aman. Kalau pelakunya di perlakukan secara khusus di penjara aku punya cara sendiri buat ngehukum dia. Kita liat ntar dia masih bisa ketawa atau gak nanti."
Ujarku sambil tersenyum mengingat laki-laki sialan yang tidak punya otak itu sangat tidak punya malu dan masih bisa tersenyum di depan wartawan, akan kubuat dia menderita secara fisik dan mental nanti. Aku mendengar Reyna bergumam sambil menatapku sebelum kemudian kembali tersenyum dan sambil bercanda berkata.
"Kamu ini bener-bener gak takut dosa kamu numpuk makin banyak ya?"
Aku yang mendengar komentar Reyna dengan santai menjawab.
"Itu gak masalah buatku Na, kalau aku harus nambah dosa aku supaya anak itu bisa mendapatkan keadilan yang dia mau dan melanjutkan kembali hidupnya aku gak keberatan sama sekali."
Reyna tertawa kecil mendengar perkataan ku, aku memutar kedua bola mataku melihat dia tertawa. Dia sangat tahu apa alasanku melakukan ini semua. Aku tidak mau melihat ada anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual tidak bisa melanjutkan hidup mereka. Masa depan mereka masih panjang dan mereka sama sekali tidak menginginkan apapun yang terjadi kepada mereka namun menyalahkan diri mereka sendiri atas apa yang terjadi. Aku sama sekali tidak mengerti anggapan orang awam yang mencap korban pemerkosaan menikmati apa yang terjadi kepada mereka khususnya kepada perempuan dan mencapnya sebagai 'bukan perempuan baik-baik'. Perempuan sangat menyayangi tubuh mereka dan menjaganya untuk orang yang tepat, ketika mereka di sentuh secara paksa harga diri mereka akan terluka dan mereka akan merasa kotor.
Hal ini menyebabkan banyak yang berakhir mengakhiri hidup mereka karena itu sebelum semuanya terlambat aku mencoba menyelamatkan anak itu. Aku tidak akan membiarkan anak itu depresi dan sengsara seumur hidupnya. Setelah sidang selesai aku akan mengajukan agar nama anak dan orang tuanya di ganti agar mereka bisa memulai hidup yang baru di tempat yang lebih baik.
"Jadi kapan kamu masuk kampus lagi?"
"Kayaknya gak dalam waktu dekat, kerjaan aku numpuk banyak banget. Aku tetep ngerjain tugas dan ngirimin ke guru via email sih. Kayaknya mulai sekarang aku bakalan ke kampus kalau lagi bisa doang atau kalau ada tugas praktek."
Mendengar perkataanku Reyna tampak mengangguk mengerti.
"Oh iya gimana kabar-"
Belum selesai Reyna menyelesaikan perkataannya tiba-tiba saja suara bel pintu depan berbunyi kembali. Aku dan Reyna yang baru menghabiskan setengah dari bubur di mangkuk kami saling bertatapan satu sama lain bertanya-tanya siapa yang ada di luar saat ini sebelum kemudian suara berat yang kami kenali terdengar.
"Aileen…, Aileen ini Mas Aksa. Kamu di dalem?"
Mendengar suara laki-laki yang kami kenali aku dan Reyna tentu tahu siapa yang datang, itu adalah suara seseorang yang sudahku anggap sebagai kakakku sendiri yaitu Aksa Gracious. Seorang mantan polisi yang juga pemilik sebuah restoran jawa yang di wariskan secara turun temurun dari ibu dan ayahnya. Ibunya adalah orang jawa asli sedangkan ayahnya adalah orang Belanda yang menetap di Cimahi. Aku sering kali memanggilnya Mas juga karena sudah kebiasaan sejak SD saat pertama kali bertemu dengannya dulu. Dia dulu bersikeras agar aku memangginya kakak karena di panggil menggunakan embel-embel Mas membuatnya merasa tua, tapi kebiasaan sulit sekali hilang dan akhirnya dia menyerah. Semenjak kematian kak Adara Mas Aksa memang sering sekali datang kemari tapi tidak sepagi ini. Apa sebenarnya urusan Mas Aksa hingga datang sepagi ini?
Aku berniat berdiri untuk membukakan pintu namun Reyna mendahuluiku.
"Biar aku aja yang bukain pintunya buat mas Aksa, kamu terusin aja makannya."
Aku hanya mengangguk dan kembali memakan buburku yang masih hangat sementara Reyna membukakan pintu untuk Mas Aksa.
***
"Tunggu sebentar~."
Ketika Reyna membukakan pintu tampaklah wajah seorang pria yang berwajah agak kebarat baratan, rambutnya yang pirang tampak di sisir dengan rapi, dan dengan mata biru yang cukup terang. Laki laki keturunan Belanda Jawa itu tampak tersenyum saat melihat Reyna yang membukakan pintu untuknya.
"Halo Reyna, mana Aileen?"
"Halo juga mas Aksa~ Ayo masuk aku sama Aileen lagi makan di dalem, maaf ya porsi mas Aksa gak ada soalnya aku gak tahu mas mau kesini juga."
Aksa terlihat tersenyum membalas sapaan Reyna. Untung Aksa tahu betul sikap Reyna bagaimana beserta kelakuannya kadang kekanakan. Kalau ini orang lain melihat keduanya mereka mungkin kan mengira Reyna sedang berusaha cari perhatian kepada aksa namun itu tidak benar sama sekali. Aksa sangat setia jadi aku ragu dia akan mengencani perempuan lain dalam waktu dekat.
Mendengar perkataan Reyna Aksa tertawa dan menjawab.
"Gak apa-apa Reyna, Mas udah makan kok. Lagian Mas kesini karena ada urusan yang mau mas bahas sama Aileen."
Mendengar hal itu Reyna menganggukan kepalanya mengerti sebelum kemudian kembali bertanya.
"Apa mas mau ngobrol berdua aja sama Aileen? Aku bisa sekalian bawa Luna buat main di halaman. Kasian dia di rumah kekurung mulu gara-gara Aileen terlalu sibuk."
Aksa mengangguk dan masuk kedalam rumah Aileen sementara Reyna menutup pintu.
"Kamu gak keberatan?"
Sambil tersenyum Reyna menggeleng dan menjawab.
"Aku gak keberatan, aku bakal ngabisin makanan aku dulu dan langsung bawa Luna keluar. Aku gak terlalu suka makanan yang udah dingin soalnya."
***
Aku melihat Aksa sekilas mengangguk kepada Reyna sebelum kemudian keduanya menghampiriku yang masih makan di ruang makan ditemani Luna yang tertidur di pangkuanku. Reyna duduk kembali di tempat duduknya melanjutkan makannya sementara aku yang hampir menghabiskan bubur dalam mangkukku menyapa Mas Aksa.
"Pagi mas, ada apa pagi-pagi datang kesini? Tumben."
Sapaku , aku kemudian mempercepat makanku agar kami bisa mengobrol tanpa jeda.
"Ada beberapa hal yang mau Mas omongin sama kamu tapi nanti dulu aja, gimana kabar kamu Aileen?"
Aku melirik Mas Aksa sebelum kemudian melirik Reyna yang juga terlihat mempercepat makannya. Sepertinya Reyna setuju memberi kami privasi agar kami bisa membicarakan urusan kami berdua saja karena itu Reyna yang biasanya sangat santai saat makan mempercepat makannya. Melihat Mas Aksa tampak mau basa basi terlebih dahulu denganku karena Reyna masih bersama kami akupun menjawab.
"Baik tapi capek gara-gara terlalu sibuk, bisa gak mas cariin aku asisten? Seenggaknya lima orang soalnya aku bener-bener butuh bantuan sekarang, kerjaan aku kebanyakan dan lagi kak Adara ngebiarin beberapa pekerjaannya numpuk gak keurus. Jadi aku pusing sekarang."
Aku mendengar Mas Aksa tertawa hambar mendengar perkataanku. Kakak memang seperti aku selalu melakukan apapun sesuka hatinya tapi aku tidak menyangka dia membiarkan pekerjaannya menumpuk sangat banyak hingga aku kewalahan. Meski aku ingin marah aku tidak bisa sekarang. Lagipula kesepakatanku dan kakak harusnya berlaku hanya sampai kakak dan Mas aksa selesai bulan madu tapi kematian kakak sangat tiba-tiba sampai aku pusing mengurus semua pekerjaannya sekarang.
"Reyna gak di tawarin tuh?"
Aku sebenarnya tidak masalah dengan hal ini apalagi Reyna adalah salah satu orang yang bisa kupercayai. Tapi karena dia sudah punya banyak pekerjaan aku tidak tahu apakah Reyna mau menerima pekerjaan ini.
"Aku gak keberatan kok Aileen. Hari Kamis sama Jum'at aku gak ada kerja part time."
Melihat Reyna mengajukan dirinya sendiri aku menimbang-nimbang sebelum kemudian mengangguk setuju.
"Kalau kamu mau boleh aja, tapi aku tetep butuh beberapa orang lagi dan semuanya harus bisa di percaya. Aku bisa aja pake bantuan android tapi aku takut androidnya di retas dan lagi aku gak mau Reyna ngebantuin aku sendirian, bisa stress dia nanti."
Mas Aksa yang sepertinya mengerti dengan situasiku saat ini tampak berfikir keras sebelum kemudian dia tampak menyadari sesuatu dan berkata.
"Aileen Mas baru inget kalau Mas punya temen yang punya perusahaan android, semua android ciptaannya gak mudah di retas. Kamu bisa pesen beberapa secara langsung ke dia."
Mendengar hal itu aku tentu setuju, mengurangi orang yang tidak dikenal membocorkan rahasia perusahaan selalu menjadi pilihan yang lebih baik. Dan lagi aku tidak terlalu suka keramaian jadi aku tidak masalah sama sekali dengan hal ini.
"Yaudah kalau gitu, bisa kirimin nomer kontaknya ke aku nanti? Aku mau segera mesen beberapa android ke dia."
Aku melihat Mas Aksapun mengambil handphone dari dalam sakunya dan mengirimkan kontak temannya kepada handphopneku, aku mengerutkan alisku melihat Mas Aksa entah kenapa menamai kontak temannya dengan nama 'Gagak ngeselin', aku penasaran apa yang sudah dilakukan orang itu kepada Aksa hingga Aksa menamainya seperti itu. Tapi aku tidak ingin terlalu tahu dengan urusan pribadinya dan mengabaikan hal itu meskipun aku sangat penasaran dengan hal ini. Setelah makan aku melihat Reyna menggendong Luna yang sedang tidur tiduran di atas kursi setelah kenyang dan berkata.
"Aileen aku bawa Luna keluar ya? Kasian dia di dalem mulu biar dia bisa main di halaman. Kalian bicara aja berdua."
Mengingat yang di katakannya benar dan Mas Aksa mau bicara berdua denganku aku sadar mereka sudah merencanakan hal ini tadi. Akupun mengangguk lagi dan menjawab.
"Yaudah bawa aja dia main, nanti kalau udah selesai aku bakal keluar manggil kalian."
Reyna mengangguk dan aku membiarkannya keluar sambil menggendong Luna sementara Mas Aksa duduk di sofa ruang tamu, akupun membuatkan teh manis di dapur untuk Aksa. Setelah selesai aku membawa teh itu dengan nampan dan meletakannya di hadapan Aksa.
"Jadi ada urusan apa Mas kesini? Gak mungkin mas kesini sepagi ini kalau gak ada hal penting yang mau mas omongin."
Melihat Aileen mengerti dengan maksud kedatangannya Aksa memutuskan untuk tidak berbelit-belit dan langsung membicarakan tujuannya kemari.
"Kamu emang gak salah, kemarin waktu aku lagi ngeberesin apartemen aku baru inget sama dua hal yang dia pingin aku sampaikan ke kamu."
Mendengar hal ini aku hanya diam dan membiarkan Mas Aksa melanjutkan perkataannya.
"Pertama semua aset Adara udah aku pindahin atas nama kamu, itu udah aku lakuin seperti yang kamu tahu. Meski sebenernya gak etis ngelakuin hal ini ketika kematian Adara belum lewat empat puluh hari, tapi karena itu yang dia mau Mas lakuin. Kedua dia pingin kamu tinggal di apartemen dimana Mas tinggal dan jadi pengurus yang baru di sana."
Aku mengangguk mengerti, aku ingat kak Adara memang punya gedung apartemen yang khusus di tinggali olehnya dan orang-orang tertentu yang dekat dengannya. Aksa adalah salah satu orang yang tinggal di sana, apartemen di sana bisa di rancang sesuai dengan keinginan konsumen jadi sebenarnya cukup mahal untuk tinggal di sana kalau tempat itu di sewakan secara umum. Terlebih apartemen itu memiliki halaman yang luas, fasilitas yang lengkap seperti gym, kolam renang dan lain-lain. Tempat itu juga memiliki green house jadi Luna tidak akan merasa terkurung dan aku juga bisa sekaligus membuat kandang baru untuknya nanti di dekat green house. Aku agak keberatan mengingat para penghuninya kebanyakan laki-laki tapi aku tidak merasa keberatan harus tinggal di sana asalkan penghuni laki-laki lain bisa menjaga jarak untuk sementara waktu denganku terlebih dahulu hingga aku benar-benar mengenal mereka. Aku melihat Mas Aksa mengeluarkan sebuah map warna kuning dari dalam tasnya dan meletakannya di atas meja.
"Ini semua aset Adara yang udah di ubah kepemilikannya jadi atas nama kamu, di dalemnya juga ada surat terakhir Adara buat kamu yang aku gak tahu apa isinya."
Mendengar perkataannya aku membuka map yang Mas Aksa berikan padaku dan mengambil sebuah amplop berwarna merah muda dengan design yang imut di dalamnya. Akupun melepas stiker berbentuk bunga tersebut dan mengeluarkan surat di dalamnya sebelum kemudian mulai membacanya di dalam hati.
'Aileen kalau seandainya kamu membaca surat ini berati kakak udah gak ada di dunia ini lagi. Kamu harus siap menghadapi semua rintangan yang akan muncul di hadapan kamu, dengan meninggalnya kakak kamu pasti udah tahu keamanan kamu terancam karena itu kakak mau kamu tinggal di apartemen kakak. Keamanan kamu terjamin di sana dan seperti yang kamu tahu jalan untuk pergi ke tempat ini di rahasiakan selain kepada penghuni jadi gak sembarangan orang bisa masuk kedalem.
Tolong jaga tempat itu baik baik juga semua penghuninya. Banyak hal yang mungkin akan terjadi tapi kakak harap kamu bakalan terus berhati-hati, kakak tahu kakak bisa mempercayakan apartemen itu dan semua penghuninya sama kamu sisanya biar Aksa yang bakal jelasin nanti.
PS: akan ada banyak kejutan menunggu kamu di sana, dan terapkan semua yang kakak ajarkan sama kamu selama ini di sana kamu ngerti maksud kakak kan?
Selamat tinggal
Adara Afsheen'
Setelah membaca isi surat itu ntah kenapa aku merasa kalau kakak sudah tahu dia akan meninggal. Aku sendiri tidak tahu kenapa tapi semuanya seakan sudah dia persiapkan sejak awal. Ini sangat janggal, aku mulai curiga ada hal lebih besar di balik kematian kakak, tapi aku tidak bisa bertanya apa-apa untuk sekarang.
Selain itu aku juga penasaran, apa yang kakak maksud dengan banyak kejutan yang menungguku di sana? Apa penghuninya unik-unik? aku sungguh ingin tahu. Tapi dari isi surat kakak sepertinya situasiku saat ini lebih berbahaya dari yang ku duga sebelumnya. Kalau yang kuperkirakan benar maka nyawaku saat ini mungkin sedang diincar, kalau begitu aku harus pindah secepat mungkin.
"Jadi kapan kamu mau pindah Aileen?"
Mendengar pertanyaan Mas Aksa aku melipat kembali surat yang di tulis oleh almarhum kakak dan dengan tenang menjawab.
"Besok."
Mendengar perkataanku aku melihat Mas Aksa tersenyum dan mengangguk, setuju dengan keputusan yang kuambil.
"Mas udah kirimin lokasinya ke kamu. Jangan pergi sendiri dan tunggu Mas jemput kamu besok ngerti?"
Aku merasa agak aneh mendengar hal ini, Mas Aksa sudah mengirimkan lokasi apartemen lalu kenapa aku harus menunggu Mas untuk menjemputku besok? Bukankah itu kurang efisien? Dia sepertinya menyembunyikan sesuatu, tapi apa?