Chereads / Keseimbangan Abadi / Chapter 4 - Perintah Perang

Chapter 4 - Perintah Perang

Generasi demi generasi berlalu.

Sosok Sheng masih dihormati oleh seluruh praktisi yang pernah menyaksikan keberadaannya.

Ketika mereka melihatnya, mata mereka selalu tertunduk, jarak selalu terjaga.

Tak pernah sekalipun mereka berani menganggapnya sebagai yang setara.

Penghormatan itu terasa hampa bagi Sheng.

Seperti angin yang hanya menggores kulit tanpa meninggalkan bekas.

Ia mendambakan interaksi yang hidup, percakapan tanpa dibalut ketakutan atau rasa segan yang berlebihan.

Dulu, hanya Luan yang berani menatapnya langsung di mata.

Hanya Luan yang tertawa lepas di hadapannya, yang memperlakukannya bukan sebagai entitas surgawi tak terjangkau, melainkan sebagai sesama yang setara.

Mungkin karena alasan itulah Sheng semakin sering mengunjungi Luan.

Bukan hanya untuk memastikan kondisinya, tapi juga untuk mengusir rasa sepi yang kian hari kian menggerogoti jiwanya, seperti tetesan air yang perlahan mengikis batu karang paling keras sekalipun.

Kini Sheng berdiri di depan Pembatasan Kristal Kekacauan.

Jari-jarinya bergetar halus saat menelusuri retakan yang menjalar di permukaannya.

Retakan itu tampak seperti sarang laba-laba raksasa, membentuk pola yang rumit dan menakutkan.

Dari setiap celah yang terbuka, Kekuatan Kekacauan merembes keluar, bagai kabut hitam yang perlahan menjalar, merayapi ruang di sekitarnya dengan gerakan yang mematikan.

Sheng menghela napas dalam-dalam.

Matanya yang telah menyaksikan berlalunya zaman demi zaman menunjukkan pemahaman yang suram, bagai danau dalam yang menyimpan rahasia terdalam.

"Cepat atau lambat, ini pasti terjadi," bisiknya pada diri sendiri, suaranya serak dan berat oleh beban pengetahuan.

Di satu sisi, hatinya merindukan Luan dengan kerinduan yang menusuk tulang.

Luan, satu-satunya yang pernah memperlakukannya dengan tulus, tanpa maksud tersembunyi.

Namun di sisi lain, ia tak bisa mengabaikan beban berat yang mengikuti keberadaan sahabatnya itu.

Luan adalah eksistensi yang begitu kuat, dan begitu berbahaya.

Kekuatannya hanya diimbangi oleh ketidakstabilannya.

Sheng tahu, kepergiannya dulu untuk memulihkan diri telah meninggalkan luka yang menganga di hati Luan.

Luka yang tak pernah benar-benar sembuh, yang terus bernanah dan membusuk di bawah permukaan yang tampak tenang.

Luan telah menepati janjinya, tetap berada di dunia ini menunggu kepulangan dirinya dengan kesabaran yang menyiksa.

Tetapi karena gejolak emosinya saat perpisahan mereka dulu, Kekuatan Kekacauan dalam dirinya mengamuk liar, menghancurkan dunia hingga para praktisi dari seluruh penjuru berkumpul untuk menyegelnya.

"Jika aku berada di posisi mereka... aku mungkin juga akan melakukan hal yang sama," gumam Sheng, membiarkan angin kehampaan menelan kata-katanya.

Ia tidak menyalahkan para praktisi atas keputusan mereka.

Yang mereka lakukan adalah demi keselamatan dunia, demi kelangsungan kehidupan itu sendiri.

Tetapi di sudut tergelap hatinya, rasa bersalah menggerogoti jiwanya, seperti ulat yang memakan apel dari dalam.

Beberapa generasi berlalu dalam sekejap mata.

Waktu bagi Sheng berbeda dengan waktu bagi makhluk lain.

Satu kedipan matanya bisa berarti seabad bagi yang lain.

Di luar Pembatasan Kristal Kekacauan, seorang tetua berjaga, melakukan pemeriksaan rutin seperti yang telah dilakukan pendahulunya, dan pendahulu dari pendahulunya.

Saat ia mendekat dan mengamati permukaan kristal, wajahnya seketika memucat seperti bulan yang terhalang awan.

Retakan telah bertambah, bukan hanya dalam jumlah tapi juga dalam kedalaman.

Kekuatan Kekacauan yang sebelumnya hanya merembes perlahan kini mengalir deras, bagai sungai liar yang mengamuk setelah badai besar, siap menghancurkan bendungan kapan saja.

Tangan tetua itu gemetar hebat, keringat dingin mengalir di dahinya seperti embun pagi.

Tanpa ragu lagi, ia segera merogoh Cincin Penyimpanannya dan mengeluarkan Plat Giok Komunikasi.

Dengan cepat, ia menyalurkan kekuatan spiritualnya ke dalam plat tersebut.

Cahaya redup muncul, membentuk pola rune kompleks yang menari-nari di udara sekitarnya.

"Laporan mendesak," ucapnya, suaranya bergetar oleh rasa takut dan urgensi. "Pembatasan Kristal Kekacauan mengalami kerusakan yang semakin parah. Segera tindak lanjuti!"

Dunia telah berkembang pesat sejak masa lalu yang jauh.

Teknologi berbasis rune, formasi, dan komunikasi telah mencapai tingkat yang dulunya hanya ada dalam imajinasi terliar.

Dalam hitungan detik, laporan itu menyebar ke seluruh dunia di Gugus Dunia ini.

Tak lama kemudian, para perwakilan dari berbagai dunia berkumpul di lokasi seperti lebah yang berkerumun menuju sarangnya.

Mereka berdiri dalam keheningan yang mencekam, menyaksikan kondisi kristal yang perlahan melemah, seperti lilin yang hampir habis di tengah angin kencang.

Setelah pemeriksaan mendalam yang dilakukan dengan ketakutan terselubung, mereka hanya bisa mencapai satu kesimpulan: pembatasan yang menyegel Luan akan segera runtuh.

Diskusi berlangsung cepat dan panas, seperti api yang membakar rumput kering.

Akhirnya, keputusan bulat diambil tanpa celah untuk perdebatan lebih lanjut.

Pemusnahan total.

Di masa lalu, generasi sebelumnya memilih penyegelan karena mereka sadar akan kesenjangan kekuatan yang begitu lebar antara mereka dan Luan.

Namun kini, segalanya telah berubah.

Peradaban telah berkembang pesat seperti tanaman liar yang tak terkendali, para praktisi semakin kuat, dan mereka yakin bahwa kali ini, mereka bisa menghapus ancaman itu selamanya.

Setelah keputusan dibuat, para perwakilan kembali ke dunia masing-masing untuk menyampaikan kabar ini, membawa beban berat tanggung jawab di pundak mereka.

Di seluruh dunia, suara yang agung menggema di langit, membelah awan dan menggetarkan gunung-gunung tertinggi.

Dengan kekuatan yang dahsyat, suara itu disiarkan ke seluruh penjuru dunia, namun hanya dapat didengar oleh para praktisi tingkat tertentu, demi mencegah kepanikan yang bisa melumat kehidupan normal orang-orang biasa.

"Kepada seluruh praktisi di dunia ini," suara itu begitu berat dan dalam, seperti gemuruh gunung berapi yang akan meletus. "Ancaman yang telah lama tersegel akan segera bebas. Semua kekuatan utama diharapkan mengirimkan perwakilan terbaiknya untuk bertindak. Tidak ada pengecualian."

Perintah yang tegas dan tidak dapat ditawar lagi, mengalir dan menyelinap ke dalam darah para pendengarnya seperti racun yang manis.

Begitu berita itu disampaikan, para praktisi segera bergerak.

Mereka berbincang-bincang dengan suara berbisik yang diwarnai ketakutan, mengenai siapa yang akan diutus untuk pergi dan siapa yang akan tetap tinggal, menjaga kediaman saat yang lainnya pergi.

Di Makam Terlarang Keluarga Zhai, wilayah yang hanya bisa dimasuki oleh segelintir orang terpilih dari keluarga besar itu, keheningan adalah hukum tak tertulis yang selalu dipatuhi.

Tempat ini begitu sunyi, cahayanya redup seperti hari yang hampir berakhir, menciptakan suasana suram yang dihiasi batu nisan yang tertancap di tanah seperti gigi-gigi tajam monster purba.

Pohon-pohon berwarna gelap menambah aura mencekam yang menyelimuti tempat itu, seperti kain hitam yang menutupi mayat.

Bagi mereka yang memiliki mata batin yang tajam, tempat ini adalah sarang formasi yang tak terhitung jumlahnya.

Formasi-formasi itu memanipulasi lingkungan, menciptakan ketenangan bagi sesuatu yang bersemayam di dalamnya, sesuatu yang lebih baik tetap tertidur.

Di balik setiap tanah yang ditandai batu nisan, energi kuat merembes keluar seperti kabut tipis di pagi hari, memberikan sensasi yang membuat bulu kuduk meremang.

Saat kabar tentang kebangkitan Luan tersebar, keheningan di Makam Terlarang Keluarga Zhai mendadak pecah seperti kaca yang dihantam batu.

Dari salah satu kuburan kuno yang ditumbuhi lumut dan dilupakan waktu, sebuah tangan besar dan kokoh menerobos tanah yang telah berabad-abad tak tersentuh.

Tanah berterbangan, debu mengepul ke udara seperti kepulan asap dari perapian.

Bersamaan dengan itu, suara berat bergema di udara, membawa keagungan yang mampu membuat lutut siapa pun yang mendengarnya gemetar dan bertekuk.

"Maksudmu, Luan bajingan itu akan segera terbebas?!" Suara itu menggetarkan udara seperti gempa dahsyat.

Di langit, perwakilan yang menyampaikan kabar segera mengalihkan pandangannya ke arah Makam Terlarang, tubuhnya menegang karena rasa hormat yang bercampur ketakutan.

Sumber suara itu berasal dari kedalaman keluarga Zhai, tempat di mana hanya mereka yang benar-benar dihormati yang boleh bersemayam, tempat legenda-legenda dimakamkan dan terkadang, terbangun kembali.

Meski tak tahu pasti siapa pemilik suara itu, ia hanya bisa menundukkan kepala dengan penuh hormat, seperti rumput yang tunduk pada hembusan angin kencang.

"Itu benar, Senior Zhai," jawabnya dengan suara yang sedikit bergetar, seperti daun yang tertiup angin lembut.

Suara dengusan dingin terdengar dari dalam makam, disusul oleh perintah yang bergema seperti guntur di langit mendung.

"Murid Keluarga Zhai di atas Rank 6, dengarkan perintahku!" Suara itu menggelegar dan memantul di dinding-dinding makam. "Ikuti aku ke Pembatasan Kristal Kekacauan!"

"Siap, Leluhur!" Suara serempak menggema dari seluruh wilayah Keluarga Zhai, bagaikan gelombang dahsyat yang membelah kehampaan dan menggetarkan inti bumi.

Saat itulah, sosok yang sebelumnya tersembunyi di bawah tanah akhirnya menampakkan dirinya sepenuhnya, seperti matahari yang muncul setelah malam panjang.

Itu adalah seorang pria dewasa yang berdiri tegap dengan wajah gagah dan penuh kharisma yang tak luntur dimakan waktu.

Meskipun penampilannya tampak tak terlalu tua untuk menyandang gelar leluhur, aura yang memancar darinya bagaikan api abadi yang tak pernah padam, bukti nyata dari kebijaksanaan dan kekuatan yang telah ditempa oleh waktu yang tak terhitung lamanya.

Sepasang matanya yang tajam seperti mampu menembus segala rahasia dunia, penuh dengan kebijaksanaan yang tak dapat dipalsukan, seperti bintang yang bersinar di langit malam terdalam.

Perwakilan yang menyaksikan momen ini akhirnya sadar sepenuhnya, tubuhnya gemetar karena takjub yang bercampur ketakutan.

Sosok yang berbicara padanya bukanlah sembarang anggota keluarga, melainkan Leluhur Keluarga Zhai sendiri, legenda yang selama ini hanya ada dalam cerita-cerita kuno yang dibisikkan di malam hari.

Tak lama setelah pengumuman itu, langit di setiap dunia dipenuhi oleh arus manusia yang bergerak serentak, seperti kawanan ikan yang berenang melawan arus deras.

Tak sedikit tokoh sekuat Leluhur Keluarga Zhai yang memerintahkan sebagian besar anggota keluarga mereka untuk berperang habis-habisan.

Mereka adalah korban dari dunia yang pernah dihancurkan oleh Luan, dan dendam mereka mengakar dalam seperti pohon tua yang akarnya mencengkeram tanah.

Dari berbagai penjuru, miliaran praktisi keluar dari dunia mereka, melintasi Kehampaan Tak Berujung menuju Ujung Kehampaan Tak Berujung, tempat Pembatasan Kristal Kekacauan berada.

Para praktisi tidak melakukan perjalanan dengan tubuh mereka secara langsung, melainkan menggunakan Kapal Ruang yang dirancang khusus untuk perjalanan berbahaya ini.

Setiap kapal membawa seluruh rombongan dari kelompok mereka, seperti cangkang yang melindungi siput dari bahaya luar.

Tak jarang satu kekuatan menggunakan beberapa Kapal Ruang karena banyaknya praktisi yang berpartisipasi, menciptakan armada yang menyerupai kawanan burung migrasi raksasa.

Dari dunia yang tingkat tinggi hingga menengah, semua berpartisipasi sesuai kemampuan mereka, seperti sungai-sungai kecil yang akhirnya bermuara ke lautan besar.

Beberapa dunia yang memiliki lebih sedikit praktisi tingkat tinggi hanya mengirim segelintir orang, sementara dunia yang kuat mengerahkan pasukan besar yang menutupi langit seperti badai petir yang mendekat.

Jumlah dunia di Kehampaan Tak Berujung yang dapat diamati saat ini mencapai kuadriliun dunia, dan meski dengan perwakilan kecil dari masing-masing dunia, jumlah yang berpartisipasi tetap mencapai angka yang mencengangkan, seperti bintang di langit malam.

Di dunia fana yang tak memahami apa yang terjadi, kepolosan masih menjadi hal yang umum.

Anak-anak kecil memandang ke langit dengan mata berbinar, takjub oleh pemandangan yang mereka lihat.

"Ibu! Lihat! Bintang jatuh!" seru seorang anak kecil sambil menunjuk cahaya yang melintas di angkasa malam seperti garis-garis cahaya yang dilukis oleh penguasa langit.

Sang ibu tersenyum samar, mengusap kepala anaknya dengan kasih sayang yang hanya bisa dimiliki seorang ibu.

Tanpa mereka sadari, apa yang mereka anggap sebagai keindahan malam adalah gelombang besar para praktisi yang bergerak menuju perang terbesar dalam sejarah, seperti semut-semut yang berbaris menuju pertempuran terakhir mereka.

Saat Sheng menyaksikan pergerakan itu dari kejauhan, hatinya dipenuhi perasaan campur aduk yang saling bertentangan, seperti air dan minyak yang dipaksa bersatu.

"Apakah ini akhir dari Luan?" tanyanya pada kekosongan di sekitarnya, pada kehampaan yang tak pernah menjawab.

Dalam diam, ia mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih, menatap dunia di balik kristal yang semakin rapuh seperti telur yang akan menetas.

Ia tahu, saat pertempuran itu tiba, ia harus memilih antara tugasnya sebagai penjaga keseimbangan, atau kesetiaannya sebagai seorang sahabat.

Pilihan yang membuat hatinya terasa seperti ditarik ke dua arah berbeda oleh kuda-kuda yang berlari ke arah berlawanan.