Dalam waktu singkat, para praktisi yang berdatangan tiba di Pembatasan Kristal Kekacauan dalam kelompok-kelompok kecil seperti semut yang mendekati gula.
Kelompok-kelompok kecil itu terus bersatu membentuk formasi yang lebih besar, perlahan mengelilingi Pembatasan Kristal Kekacauan dengan rapat, seperti serigala yang mengepung mangsa terluka.
Kini, kapal-kapal ruang yang tak terhitung jumlahnya telah membentuk barisan yang mantap, mengepung Pembatasan Kristal Kekacauan dari segala arah, dan siap menghadapi ancaman yang akan segera terlepas dari segel yang telah lama bertahan.
Di sekitar Pembatasan Kristal Kekacauan, udara dipenuhi tekanan yang mencekik, seperti tangan tak terlihat yang mencengkeram leher setiap makhluk yang berani mendekat.
Tak terhitung jumlahnya Kapal Ruang dari berbagai dunia telah berkumpul, para praktisi mulai menyalurkan kekuatan mereka ke Plat Giok di setiap Kapal Ruang yang mereka tempati, seperti aliran sungai yang tak pernah berhenti.
Dengan asal yang sama, kekuatan mereka memiliki banyak kemiripan satu sama lain dan mudah untuk disatukan, seperti tetesan air yang bersatu membentuk lautan.
Begitu Kekuatan Spiritual mereka disalurkan, rune-rune kuno yang terukir di atasnya berpendar terang, seperti kunang-kunang di malam gelap, menciptakan serangkaian formasi pembunuh kecil di sekitar area itu.
Dalam hitungan detik, formasi pembunuh kecil saling terhubung, seperti tangan-tangan yang saling menggenggam, membentuk jaringan energi yang semakin meluas dan menguat.
Begitu dua formasi kecil bersatu, pola rumit mulai menyebar seperti jaring laba-laba raksasa di langit, menyelimuti area itu dalam formasi pembunuh yang lebih besar dan lebih mematikan.
Formasi raksasa yang menghubungkan berbagai energi mulai terbentuk, seperti lukisan cahaya yang hidup, menciptakan lapisan pertahanan tambahan di sekitar Pembatasan Kristal Kekacauan yang hampir runtuh.
Retakan terakhir akhirnya muncul dengan suara gemeretak yang memilukan, seperti tulang yang patah.
Suara gemuruh yang menggetarkan kehampaan bergema, dan dalam sekejap, Kekuatan Kekacauan meluap keluar dari dalam Kristal Kekacauan seperti darah hitam dari luka yang menganga.
Energi berwarna gelap yang bergejolak menyebar ke segala arah seperti racun yang menyebar dalam darah, membuat Kapal Ruang terhempas mundur, menyebabkan para praktisi di dalamnya dipenuhi kewaspadaan yang menggigit.
Untungnya, Kapal Ruang juga memiliki formasi pertahanannya masing-masing, sehingga dampak dari hempasan Kekuatan Kekacauan itu tidak berdampak sebesar yang ditakutkan.
"Nona Sheng, mundurlah!" suara tegas dari salah satu pemimpin praktisi terdengar, matanya penuh ketegangan seperti petir yang tersimpan dalam awan mendung. "Luan telah kehilangan kendali! Kita tidak bisa mengambil risiko lagi!"
Di hadapan mereka, di tengah pusaran kekacauan yang menari-nari seperti badai yang tak terkendali, Luan mulai mengambil bentuk samar, seperti bayangan yang menjadi nyata.
Aura Kekacauannya yang dulu terasa agung dan megah, kini tampak liar dan penuh kehancuran, seperti api yang lepas kendali dan membakar segala yang disentuhnya.
Sheng menatapnya dengan mata yang penuh kesedihan yang tak terkatakan, namun keteguhannya tak goyah, seperti batu karang yang berdiri kokoh di tengah badai.
"Aku tidak bisa melakukannya..." Sheng berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam gemuruh kekacauan di sekitarnya.
Ia lalu menatap para praktisi dengan mata yang memohon. "Beri aku satu kesempatan lagi."
Para praktisi saling berpandangan, ragu seperti orang yang berdiri di tepi jurang, takut melangkah maju namun juga tak bisa mundur.
Namun, tak ada waktu untuk perdebatan lebih lanjut.
Ancaman di depan mata terlalu nyata untuk diabaikan.
Formasi besar pembunuh mulai aktif, dan lingkaran emas bercahaya yang terbentuk dari Plat Giok mulai berputar di langit seperti roda raksasa yang bergerak dengan kecepatan mengerikan, menciptakan tekanan luar biasa yang menargetkan Luan secara langsung.
"Tidak !" Sheng melesat ke depan, tubuhnya seperti anak panah yang dilepaskan dari busur, merentangkan tangannya yang memancarkan cahaya suci.
Cahaya keemasannya membentuk penghalang bundar yang melindungi Luan dari segala arah, seperti cangkang yang melindungi kehidupan di dalamnya.
Serangan pertama dari formasi besar menghantam perisai emasnya dengan kekuatan yang seolah mampu menghancurkan dunia.
Gelombang serangan formasi bertabrakan dengan cahaya keemasan miliknya, menciptakan ledakan yang mengguncang kehampaan seperti gempa dahsyat yang meretakkan inti bumi.
Sheng menggigit bibirnya hingga darah emas terlihat dari ujung bibirnya, merasakan sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya seperti racun.
Kekuatan Kekacauan yang merembes dari Luan mulai menggerogoti Kekuatan Sucinya, seperti karat yang perlahan menggerogoti besi.
Namun, ia bertahan.
Demi sahabatnya, demi janji yang tak pernah terucap di antara mereka.
Di balik perisai pelindung yang diciptakan Sheng, saat ini mata hitam Luan telah berubah menjadi merah menyala, semakin gelap seperti darah yang membeku.
Sejenak, tampak keraguan dalam ekspresinya, seakan ada sisa kesadaran dari dirinya yang dulu, seperti cahaya lilin kecil yang berjuang di tengah badai.
Sheng menatapnya penuh harap, matanya berkilau seperti bintang di langit malam.
Namun, di saat berikutnya, tanpa peringatan apa pun...
Darah emas menyembur di kehampaan seperti bunga yang mekar tiba-tiba, indah namun mengerikan.
Sebuah tangan yang diselimuti Kekuatan Kekacauan menghantam punggung Sheng dan menembus dadanya tanpa ampun, seperti pisau panas yang menembus mentega.
Mata Sheng melebar dalam keterkejutan yang mutlak, tubuhnya bergetar seperti daun di musim gugur.
Kekuatan Kekacauan yang menembus tubuhnya terasa membakar dari dalam, seperti api yang membakar kertas, membuat cahaya murninya bergetar hebat dan mulai meredup.
Ia terbatuk dan mengeluarkan darah emas yang berkilau seperti cairan matahari, menatap sahabatnya dengan ekspresi tak percaya yang menyayat hati.
"L-Luan..." suaranya lirih, hampir tak terdengar di tengah kekacauan.
Tetapi Luan hanya menatapnya dengan tatapan kosong, senyum gelap terukir di wajahnya seperti luka yang tak akan pernah sembuh.
"Kau masih bodoh seperti dulu," ujarnya, suaranya dingin dan tak berperasaan, penuh dengan kebencian yang membara seperti api neraka.
Para praktisi yang menyaksikan itu membelalak, ketakutan dan kemarahan bercampur dalam mata mereka.
"SHENG TELAH TERLUKA!" teriak salah satu dari mereka, suaranya pecah oleh amarah dan ketakutan. Dalam sekejap, semua keragu-raguan mereka sirna seperti kabut di pagi hari.
"MUSNAHKAN LUAN SEKARANG!" Perintah itu bergema di kehampaan, diikuti oleh berbagai suara lain yang menyatu dalam teriakan perang yang memekakkan telinga.
Formasi besar pembunuh langsung mencapai tahap akhir, seperti mesin kematian yang akhirnya diaktifkan sepenuhnya.
Cahaya dari setiap Plat Giok memancarkan kekuatan yang belum pernah terlihat sebelumnya, seperti matahari-matahari kecil yang bersinar dengan intensitas membutakan.
Cahaya-cahaya itu membentuk berbagai bentuk, seperti tombak, tebasan pedang, dan anak panah energi raksasa yang siap menghujam Luan tanpa ampun, seperti hukuman terakhir bagi pendosa terbesar.
Namun, meski dalam keadaan terluka parah, Sheng masih berdiri di sana, seperti pohon yang kokoh di tengah badai.
Tangannya gemetar, tapi ia tetap melindungi Luan dengan sisa kekuatannya, seperti ibu yang melindungi anaknya hingga napas terakhir.
"Jangan..." katanya lemah, suaranya nyaris tenggelam dalam kekacauan di sekitar. "Dia masih bisa diselamatkan."
Tetapi dunia tak menunggu harapan kosong.
Waktu terus berjalan, tak peduli pada permohonan siapa pun.
Kelemahan Sheng semakin nyata, seperti lilin yang hampir habis.
Aura sucinya yang dulu memenuhi kehampaan, kini terasa samar, hampir lenyap seperti mimpi yang pudar saat fajar tiba.
Darah emasnya membasahi kehampaan seperti hujan bintang, dan Luan melangkah maju, mencengkram tubuhnya dengan kasar, seperti serigala yang mencengkram mangsanya.
"Aku tidak butuh bantuanmu," gumam Luan, suaranya dingin dan kejam.
Aura Kekacauannya meledak hebat, seperti gunung berapi yang meletus, menyebabkan Sheng terpental jauh, tubuhnya terlempar seperti boneka kain.
Formasi pembunuh besar akhirnya dilepaskan.
Tombak, tebasan pedang dan anak panah energi raksasa meluncur dengan kecepatan yang mustahil dihindari, membelah kehampaan seperti kilat yang membelah langit malam.
Di saat terakhir, Sheng hanya bisa menatap Luan, tidak dengan kemarahan, tetapi dengan kesedihan yang menusuk hingga ke tulang sumsum.
Matanya berkata lebih banyak daripada yang bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Saat serangan itu menghantam, ledakan dahsyat mengguncang seluruh Kehampaan Tak Berujung, seperti akhir dari segala yang ada.
Cahaya dari ledakan itu membutakan segalanya, seperti matahari yang meledak.
Ketika ledakan mereda, hanya kesunyian yang tersisa, seperti dunia setelah badai dahsyat.
Formasi besar pembunuh terus melancarkan serangan bertubi-tubi, seperti hujan deras yang tak kunjung reda.
Setiap ledakan energi menimbulkan getaran yang bergema hingga ke pelosok Kehampaan Tak Berujung, seperti pukulan genderang perang raksasa.
Riak kekuatan yang tak terbayangkan merobek kehampaan, menciptakan pusaran energi yang menggetarkan seluruh penjuru, seperti tsunami yang menghancurkan segalanya.
Namun, Luan tidak tinggal diam menunggu ajal menjemput.
Dengan naluri yang sudah menjadi bagian dari esensinya, ia mengerahkan Kekuatan Kekacauan dalam dirinya, setiap gerakan tangannya memancarkan kekuatan yang mampu menangkis serangan dahsyat dari formasi besar pembunuh.
Kegelapan bergolak liar, menerjang dan menghantam cahaya yang memburu.
Keduanya bertabrakan dalam benturan maha dahsyat.
Ruang di sekitar mereka meretih, merekah seperti kaca yang dihantam palu raksasa.
Ruang seakan menjerit saat dimensi itu sendiri tercabik-cabik oleh kekuatan yang tak seharusnya ada di dunia ini.
Luan tidak hanya bertahan.
Dia menyerang balik.
Kekuatan Kekacauannya menghujam formasi pembunuh dengan kebrutalan yang membuat para lawan terkesiap.
Jalinan rune kuno yang membentuk formasi itu mulai retak.
Setiap retakan kecil segera melebar, menjalar seperti sarang laba-laba, melemahkan struktur utama dan mempercepat kehancuran total.
Belum puas dengan kehancuran yang dibuatnya, Luan mengarahkan gelombang Kekuatan Kekacauan berikutnya ke formasi pertahanan Kapal Ruang.
Matanya berkilat penuh kepuasan saat melihat perisai yang tadinya dianggap tangguh itu kini remuk seperti keramik tipis di bawah tumitnya.
Senyum dingin tersungging di bibirnya, menyaksikan kehancuran yang ia ciptakan.
"Kalian pikir bisa menahanku dengan mainan seperti ini?" desisnya, suaranya sedingin es namun membara dengan amarah.
Kapal Ruang bergetar hebat, seolah dilanda gempa dahsyat.
Para praktisi di dalamnya terhuyung-huyung, teriakan ketakutan memenuhi udara.
Mereka yang berdiri di barisan depan masih berusaha mempertahankan perisai masing-masing, meski tubuh mereka mulai dipenuhi luka menganga saat pelindung mereka terkoyak satu per satu.
Bagi para praktisi lemah, kematian datang dengan cepat dan kejam.
Tubuh mereka tercerai-berai, darah menyembur ke segala arah, anggota badan terlepas dari tubuh.
Jeritan-jeritan kesakitan bergema, menciptakan suara mengerikan yang membuat setiap orang menambah ketakutan.
Lantai Kapal Ruang yang tadinya berkilau kini bermandikan darah dan potongan daging.
Namun di tengah kengerian itu, tekad tak pernah padam.
Mereka yang masih bernapas, dengan tubuh terkoyak dan jiwa terbakar dendam, bangkit kembali.
Tangan-tangan bergetar menggapai senjata yang tercecer.
Mata-mata nanar menatap sosok Luan dengan kebencian mendalam.
Dalam hati mereka hanya ada satu tujuan, yaitu mengakhiri teror yang dibawa makhluk ini.
"TERUSKAN! JANGAN BERHENTI!" teriak seorang praktisi terkemuka.
Wajahnya tak lagi dikenali, tertutup darah yang mengalir dari luka di kepalanya.
Namun matanya... matanya masih berkilat tajam, membara dengan tekad baja yang tak tergoyahkan. "Kita hampir berhasil! Dia mulai melemah!"
Dan benar saja.
Di tengah kekacauan dan kehancuran, serangan bertubi-tubi mulai membuahkan hasil.
Tubuh Luan yang selama ini tampak tak tertembus kini mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan.
Darah hitam pekat, dan kental merembes dari retakan di kulitnya.
Cairan itu menyebar di Ujung Kehampaan Tak Berujung, menciptakan pusaran kegelapan yang mengoyak ruang di sekitarnya.
Realitas seakan menjerit saat bersentuhan dengan esensi murni dari Kekacauan itu.
Tak ada yang mundur meski pemandangan di hadapan mereka cukup untuk membuat orang waras kehilangan akal.
Mereka telah kehilangan terlalu banyak teman, keluarga, dan saudara seperjuangan.
Pengorbanan mereka tidak boleh sia-sia.
Raungan terakhir Luan mengguncang seluruh dimensi.
Suara itu begitu dahsyat hingga beberapa praktisi yang tersisa jatuh berlutut, telinga mereka berdarah, namun bibir mereka tersenyum.
Kemarahan dan keengganan untuk kalah terpancar dari raungan itu, tapi juga ada... ketakutan.
Dalam sekejap mata, tubuh tegap Luan yang pernah menimbulkan teror runtuh seperti bintang yang kehilangan cahayanya.
Tubuhnya pecah menjadi serpihan kekacauan yang perlahan tersapu oleh putaran formasi yang masih aktif, meninggalkan kehampaan di tempatnya berdiri.
Luan telah mati.
Keheningan mencekam segera menyelimuti area pertempuran.
Tidak ada teriakan kemenangan, tidak ada sorakan gembira.
Banyak praktisi jatuh berlutut, tubuh mereka gemetar hebat karena kelelahan fisik dan trauma mental yang terlalu berat untuk ditanggung.
Air mata bercampur darah mengalir di pipi mereka.
"Kita... berhasil," bisik seorang praktisi muda, suaranya nyaris tak terdengar.
Namun di balik kemenangan itu, rasa hampa menggantung berat di udara.
Mereka menatap nanar pada tumpukan mayat di sekeliling mereka, pada Kapal Ruang yang kini tak lebih dari rongsokan, pada kehancuran yang tersisa.
Kemenangan ini datang dengan harga yang terlalu mahal.