6.1 Mendekat
Kak Ros memperhatikan gerak-gerik Nabila yang tampak gelisah sejak mereka tiba di taman. Tanpa pikir panjang, ia menarik tangan Nabila dan mengajaknya mendekati kelompok Rizky dan teman-temannya yang sedang asyik bercengkerama di bawah pohon rindang.
"Wah, seronok nya kalian ni,sampai bikin Kak Ros tertarik nak bergabung, tahu," ucap Kak Ros sambil melangkah mendekat.
"Kak Ros!" sahut Rayan, sedikit terkejut.
"Duduk sini dulu, Kak. Gabung sama kami," ajak Zikri sambil memberi ruang di antara mereka.
"Oh, iya, iya." Kak Ros tersenyum, hendak duduk, tapi tiba-tiba Nabila menarik ringan tangannya.
"Kak, balik aja, yuk," bisik Nabila, suaranya terdengar ragu.
"Eh, apa pula balik? Kita baru saja sampai," jawab Kak Ros pelan tapi tegas.
Teman-teman Rizky tersenyum melihat tingkah Nabila yang tampak gugup. Sesekali, Rizky melirik ke arah Nabila dengan senyum tipis, tapi Nabila justru semakin menunduk, menghindari tatapannya.
"Ahmad, Qadir, geser sikit. Kasih tempat untuk Kakak," kata Kak Ros, melirik mereka.
"Oh, iya, iya, Kak. Maaf!" balas Ahmad dan Qadir sambil buru-buru berpindah posisi.
Setelah duduk, Kak Ros menarik tangan Nabila dengan lembut. "Sini, Nabila. Tak usah takut. Ada Kakak di sini," ujarnya dengan nada menenangkan.
Nabila akhirnya duduk dengan enggan di samping Kak Ros. Namun, posisinya yang cukup dekat dengan Rizky justru membuatnya semakin salah tingkah. Ia terus menunduk, seolah-olah sibuk mencari sesuatu di rumput taman.
"Jadi, dari tadi korang tersengih-sengih cakap pasal apa, ni?" tanya Kak Ros sambil memandang mereka satu per satu.
("Jadi, dari tadi kalian cengengesan ngomongin apa, sih?" tanya Kak Ros sambil menatap mereka satu per satu.)
Rayan langsung menjawab, "Hmm, tak ada, Kak. Serius, tak ada apa-apa."
"Eh, jangan-jangan kalian cerita tentang Kakak, ya?" canda Kak Ros, mencoba mencairkan suasana.
"Mana mungkin, Kak!" balas Zikri cepat, meski senyumnya justru menimbulkan kecurigaan.
Kak Ros tertawa kecil, lalu mengalihkan pandangannya ke taman yang ramai. "Seru juga tempat ini. Udara segar, banyak orang. Kau sering ke sini, Rayan?"
"Iya, Kak. Biasanya tiap Ahad. Tapi ternyata hari biasa pun cukup ramai," jawab Rayan santai.
Sementara itu, Rizky terus mencuri pandang ke arah Nabila. Fokusnya perlahan-lahan tertuju pada gadis itu, hingga ia tak lagi mendengar obrolan teman-temannya. Dalam hati, ia bergumam, Kenapa cewek ini malah terlihat lebih cantik dari dekat?
Di sisi lain, Nabila merasa jantungnya berdebar lebih kencang. Ia tahu Rizky sedang memperhatikannya, tapi ia tak berani mengangkat wajah. Sesekali, ia mencoba mengalihkan perhatian dengan melirik pedagang di sekitar taman, berharap suasana segera berubah.
Melihat Rizky yang mulai kehilangan fokus, teman-temannya tentu tak melewatkan kesempatan untuk menggoda.
"Eh, Rizky, kenapa diam saja? Biasanya paling banyak cakap," goda Zikri dengan suara agak keras.
"Suit-suit!" sahut Ahmad, membuat yang lain tertawa.
"Kalau macam ini kan serasi," tambah Rayan, nada suaranya penuh godaan.
Rizky tersenyum tipis sambil menggaruk kepala, mencoba menutupi rasa malunya. Sementara itu, Nabila semakin menunduk, berharap tanah taman itu bisa membantunya menghilang dari situasi yang memalukan ini.
Kak Ros yang melihat suasana ini hanya tersenyum kecil, seolah menikmati momen tersebut. Dalam hatinya, ia bergumam, Biar saja mereka. Yang penting Nabila bisa sedikit rileks.
Namun, bagi Nabila, ini adalah kebalikan dari kata 'rileks'. Dalam hati, ia menggerutu, Kenapa aku harus ikut ke sini?
6.2: Berdua
"Woy, dari tadi aku tengok mata kau asyik pandang Nabila je, ya, Rizky," ucap Kak Ros sambil menggoda.
Rizky yang mendengar itu langsung salah tingkah. "Eh, nggak kok," jawabnya tergagap.
"Eeeh, jangan kau pikir Kakak tak tahu," balas Kak Ros dengan tatapan menyipit, ekspresinya penuh selidik.
"Biar kau tahu ya, mata Kakak ni macam mata elang, dari kejauhan pun Kakak boleh nampak semua," lanjutnya, membuat teman-teman Rizky tertawa terbahak-bahak.
Rizky semakin salah tingkah, sementara Nabila hanya menunduk, tangannya sibuk mencabut-cabut rumput di sekitarnya untuk mengalihkan rasa gugup.
"Kau udah kenal belum sama Nabila?" tanya Kak Ros tiba-tiba, nadanya berubah sedikit serius.
"Eh… eh… belum, Kak," jawab Rizky dengan suara pelan, pipinya sedikit memerah.
"Nah, itu lah sebabnya Kakak bawakan Nabila ke sini. Kan tak elok kalau kalian tinggal bersebelahan tapi tak saling kenal," ujar Kak Ros sambil menyeringai.
"Iya, Kak…" sahut Rizky, nyaris berbisik.
"Udah, sana kenalan dulu. Kakak tinggal sekejap, biar leluasa kalian berdua. Tapi ingat ya, jangan macam-macam. Ingat tu, mata Kakak ni mata elang," ancam Kak Ros sambil melirik tajam ke Rizky.
"Iya, Kak," jawab Rizky, tersenyum kecil sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Ayo, Rayan, kita ke warung sana je," ucap Kak Ros sambil menarik Rayan pergi.
Nabila yang panik langsung menarik ujung baju Kak Ros. "Ih, nggak mau aku! Mau ikut Kakak saja," bisiknya ketakutan.
"Eh, macam mana kau nak kawin kalau begini je dah takut? Kakak tak pergi jauh, Cuma ke warung tu je," balas Kak Ros sambil menenangkan Nabila, sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua.
Nabila hanya bisa pasrah, duduk dengan gelisah, sesekali melirik ke arah Rizky dengan ekspresi yang sulit ditebak.
Rizky menarik napas sejenak sebelum mengulurkan tangannya, mencoba mencairkan suasana.
"Hai, aku Rizky."
Nabila masih menunduk, tapi tetap merespon. Dengan gerakan cepat, ia mengulurkan tangannya yang dilapisi oleh hijab, menjabat tangan Rizky sekilas—hanya sesaat—lalu buru-buru menariknya kembali.
Rizky sempat terdiam, menatap tangannya sendiri yang baru saja disentuh Nabila. Ia tersenyum kecil, menyadari bahwa gadis ini begitu menjaga batas.
"Udah lama di sini?" tanya Rizky, mencoba membuka obrolan.
"Iya, udah dua tahun," jawab Nabila singkat, nada suaranya terdengar sedikit ketus.
"Oh iya, aku lupa, kamu baru sampai yah," sahut Rizky, menyadari maksud sindiran Nabila.
"Asli mana, kamu?" tanya Rizky lagi.
"Aceh," jawab Nabila cepat, tanpa banyak ekspresi.
Mata Rizky berbinar. "Oh ya? Aku juga dari Aceh, loh!" katanya dengan antusias.
Nabila melirik singkat ke arahnya, lalu menjawab santai, "Nggak nanya."
Rizky hanya terkekeh kecil. Biar galak gini, tapi malah makin bikin penasaran, pikirnya.
"Ih, kamu jangan galak-galak gitu, nanti cepat tua, tau…" godanya dengan senyum lebar.
Nabila hanya diam, pura-pura tak peduli, tapi Rizky tak kehabisan akal untuk membuatnya bicara.
"Kamu masih sekolah?" tanya Rizky, berpura-pura polos.
Nabila mengangkat alisnya, sedikit bingung dengan pertanyaan itu. "Masih TK," jawabnya singkat, nada suaranya sarkastik.
Rizky terkekeh, menyadari bahwa ia sedang 'dikerjai'. Tapi ia tetap melanjutkan, "Oh, ibu rumah tangga, ya?" tanyanya, mencoba mencari celah baru untuk percakapan.
Kali ini, Nabila menatapnya dengan ekspresi setengah sebal. "Emangnya aku udah setua itu, apa?" tanyanya, nada suaranya terdengar sedikit kesal.
"Bukan begitu maksudku," Rizky buru-buru meluruskan, takut salah bicara. "Kalau kamu sudah menikah, aku mundur. Tapi kalau masih sendiri… aku mau…"
Sebelum Rizky bisa menyelesaikan kalimatnya, Nabila langsung memotong dengan nada tegas.
"Nggak ada pacar-pacaran di kamusku, sorry ya. Kalau mau pacaran, maaf, kamu salah tempat," ucapnya tanpa ragu.
Rizky sempat tertegun beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum. Matanya berbinar seolah baru menemukan sesuatu yang menarik.
"Ya Tuhan… kok aku seneng sekali dengarnya, ya?" ucapnya pelan, lebih ke bicara pada diri sendiri.
Nabila meliriknya sekilas, masih dengan ekspresi sinis.
"Soalnya dalam kamusku juga nggak ada pacar-pacaran," lanjut Rizky, matanya menatap Nabila dengan lebih dalam. "Kayaknya ini bukan kebetulan saja, ya?"
Nabila tetap diam, tak membalas, tapi dalam hati ada sesuatu yang mengusik pikirannya.
Sebelum suasana semakin aneh, tiba-tiba Kak Ros kembali menghampiri mereka.
"Sudah-sudah, jangan lama-lama," ucapnya tegas, memecah keheningan di antara mereka.
"Ih, Kakak, baru aja aku nanya-nanya, dah diajak pergi," keluh Rizky, sedikit kecewa.
"Tak puas kah kau? Kalau tak puas, ajak kawin lah biar puas," goda Kak Ros sambil tertawa keras.
"Ayo, Nabila, kita cabut," ucap Kak Ros sambil menarik Nabila berdiri.
Sebelum pergi, Nabila menoleh sebentar ke arah Rizky. "Pergi ya," katanya pelan, suaranya hampir tak terdengar.
Mendengar itu, Rizky tersenyum lebar. Saat berjalan menjauh, Nabila sesekali melirik ke belakang, seolah ada sesuatu dalam hatinya yang menolak untuk pergi—meskipun sejak tadi ia merespon Rizky dengan nada ketus.