Chereads / Ranup Lampuan Indonesia / Chapter 7 - Bab 7: Siasat Rayan

Chapter 7 - Bab 7: Siasat Rayan

Taman

Saat Kak Ros mengajak Nabila pergi, Rayan tiba-tiba mendapatkan ide usil di kepalanya untuk mengerjai Rizky. Tujuannya sederhana—agar Rizky bisa lebih dekat dengan Nabila.

"Zikri, nanti kau pura-pura izin masuk ke kamar Rizky. Pas keluar, tekan handle pintu dari dalam biar nggak bisa dibuka dari luar," bisik Rayan sambil menyeringai penuh rencana.

"Eh, terus alasanku apa nanti?" tanya Zikri, ragu-ragu.

"Bilang je mau pinjam charger," jawab Rayan dengan percaya diri.

"Boleh, boleh… Tapi kalau Kak Ros tahu, gimana? Aku takut nih," sahut Zikri dengan nada khawatir.

"Tak usah risau, nanti aku yang urus. Percaya je," Rayan menepuk bahu Zikri dengan yakin.

Setelah memastikan rencana mereka matang, mereka menghampiri Ahmad dan Qadir yg sedang menemani Rizky yang sedang duduk ditaman.

"Cie cie cie… yang lagi PDKT!" ledek Rayan sambil menyenggol Rizky.

Teman-teman yang lain ikut bersorak menggoda. Rizky hanya tersenyum mendengar ledekan itu.

"Udahlah, udah mau Magrib. Kita balik ke villa," ucap Rizky mengajak teman-temannya.

Dalam perjalanan pulang, Ahmad kembali menggoda, "Wih, Rizky nih pasti udah kangen Nabila, ya? Baru sebentar pergi, loh."

Rayan menimpali dengan penuh semangat, membuat Rizky hanya bisa tersenyum kecil.

"Ya sudah, aku balik ke rumah dulu ya, sama Qadir," ucap Ahmad yang rumahnya berbeda dengan rumah Rayan dan Zikri.

"Kita pulang dulu ya," ujar Ahmad dan Qadir serempak, sembari melambaikan tangan.

"Oke, terima kasih ya," balas Rizky, Rayan, dan Zikri.

Villa

Setelah shalat Maghrib, Rizky turun ke pendopo tempat teman-temannya berkumpul.

"Sini, sini, duduk di sini. Biar bisa langsung lihat jendela kamar Nabila," ledek Rayan sambil tertawa kecil, menyenggol Rizky.

"Ah, kau ini ada-ada aja," balas Rizky, menggelengkan kepala.

Sambil melirik ke arah Zikri, Rayan memberi kode agar rencananya segera dijalankan.

"Eh, Rizky, aku mau pinjam charger kau sekejap. Boleh tak?" tanya Zikri dengan nada santai.

"Boleh, ambil aja di kamar. Nggak aku kunci, tinggal buka pintunya," jawab Rizky dengan tenang.

"Okelah, aku ambil sekarang," ucap Zikri sembari melangkah ke kamar Rizky.

Beberapa saat kemudian, Zikri kembali bergabung di pendopo.

"Udah kau ambil?" tanya Rizky.

"Udah, udah," sahut Zikri dengan nada datar, berusaha menyembunyikan senyumnya.

Setelah berbincang beberapa lama, Zikri berpura-pura merasa tidak enak badan.

"Eh, aku duluan ke kamar ya. Badan rasanye tak sehat," ucap Zikri.

"Oh, yaudah. Aku juga mau balik ke kamar, sekalian shalat Isya," sahut Rizky.

"Iya lah, aku juga mau ke Kak Ros," tambah Rayan, seolah tidak ada yang mencurigakan.

Kamar Rizky

Rizky berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di depan pintu, dia memutar handle pintu.

Klek klek.

Handle pintu tidak bergerak. Rizky mengernyit bingung, mencoba lagi dengan sedikit lebih keras.

Klek klek.

"Kenapa nggak bisa dibuka?" gumamnya sambil melihat sekeliling.

Dia mengetuk pintu, berharap seseorang mendengar dan datang membantu. Namun, hanya suara angin malam yang terdengar.

Sementara itu, Rayan yang baru saja meninggalkan pendopo segera mencari Kak Ros untuk meminta tolong membeli obat di apotek terdekat.

"Kak Ros, Zikri tak enak badan, sikit panas badannya. Bisa Kakak belikan dia obat?" pinta Rayan.

Kak Ros menatapnya curiga. "Itu je?" tanyanya.

"Iya, Kak. Itu je," sahut Rayan.

Tanpa bertanya lebih lanjut, Kak Ros segera pergi ke apotek terdekat.

Rayan yang melihat Kak Ros pergi segera buru-buru kembali ke kamar dengan perasaan bahagia. Dalam hatinya, ia berseru, "Yes, rencana berhasil!"

Tak berselang lama setelah Rayan kembali ke kamar, Rizky turun dari lantai atas menuju kamar Rayan dan Zikri. Suara langkah kakinya terdengar jelas saat menuruni tangga villa.

Kamar Zikri

"Tok tok… Zikri!" Rizky mengetuk pintu dengan sedikit panik.

Tak lama, pintu terbuka, dan wajah Rayan muncul.

"Eh, ada apa nih?" tanya Rayan pura-pura penasaran.

"Pintu kamarku terkunci, nggak bisa dibuka," jawab Rizky, masih mencoba mencerna apa yang terjadi.

Zikri, yang duduk di tempat tidurnya, tampak pura-pura lemas, menutupi badannya dengan selimut.

"Ah, masa sih?" gumamnya pelan, berpura-pura tidak tahu.

"Iya, coba aja kalian cek," desak Rizky.

Mereka bertiga menuju kamar Rizky. Rayan mencoba handle pintu.

Klek klek.

"Oh iya, tak bisa," ucap Rayan dengan raut serius.

"Biasanya memang macam tu," tambahnya santai.

"Trus, biasanya kalian bukanya gimana?" Rizky mulai frustrasi.

Rayan mengangguk ke arah jendela. "Biasanya, kami naik lewat jendela kamar sebelah, buka dari dalam."

"Serius?" Rizky menatap jendela di lantai atas dengan ragu.

"Iya, lihat nih, ada tangga. Kan memang buat naik ke sana," ujar Rayan sambil membawa tangga ke luar.

Di Luar Kamar Nabila

Rayan meletakkan kursi tepat di depan jendela kamar Nabila.

"Udah, kau naiklah. Nanti kau buka tu jendela, nah masuklah kau," ucap Rayan dengan mudahnya, seolah-olah misi ini bukan hal besar.

Rizky memegang tangga dengan ragu-ragu.

"Eh, tapi tadi kayaknya ada Nabila di atas," gumam Rizky, menatap jendela dengan ekspresi penuh pertimbangan.

Rayan menepuk pundaknya santai.

"Tak ada. Aku tengok tadi dia pergi sama Kak Ros," jawabnya meyakinkan sambil memegangi tangga agar tetap stabil.

Meskipun masih setengah ragu, Rizky akhirnya mengangkat satu kakinya ke tangga, bersiap untuk naik.

Namun…

Tiba-tiba terdengar suara bising dari dalam kamar.

"Eh? Itu suara apa?" Rizky menghentikan langkahnya di anak tangga pertama.

Rayan melirik sebentar ke atas, lalu mengangkat bahu.

"Oh, itu suara mesin air," jawabnya santai.

Rizky masih curiga.

"Masa sih? Kok mirip suara hairdryer?" tanyanya, kini lebih berhati-hati.

Rayan tertawa kecil.

"Kau ni banyak tanya. Memang macam itulah suara mesin air di Malaysia ni, beza sikit dengan di Indonesia," kilahnya, tetap berusaha membuat Rizky percaya.

"Kalau begitu aku panggil dulu, ya," Rizky masih bersikeras.

"Iyalah, kau panggil je, kalau tak percaya," sahut Rayan, kali ini sedikit jengkel.

Rizky menarik napas dalam.

"Oi, Nabila?" panggilnya dengan suara cukup keras.

Di Dalam Kamar Mandi Nabila

Nabila baru saja menyelesaikan mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.

Saat Rizky memanggil namanya dari luar, suaranya tersapu oleh bisingnya mesin hairdryer, membuatnya tak menyadari ada seseorang yang sedang memanggilnya.

Setelah mematikan hairdryer, Nabila menghela napas ringan, lalu menatap bayangannya di cermin. Tangannya merapikan jilbabnya, memastikan setiap lipatan teratur dengan sempurna.

Kamar mandi di villa ini memang luas dan modern, terdiri dari beberapa ruangan terpisah—area wudhu, shower, dan kloset—semuanya tertata rapi dengan nuansa minimalis elegan.

Setelah memastikan penampilannya siap, Nabila pun melangkah keluar dari kamar mandi, menuju kamar tidurnya.

Di Luar Kamar

"Tuh kan, tak ada orang. Udah aku bilang. Naik sajalah," desak Rayan sambil menggoyangkan tangga sedikit.

Rizky, yang masih setengah percaya, akhirnya mulai menaiki tangga.

Perlahan, ia menapaki anak tangga satu per satu.

"Tek… tek… tek…"

Setiap pijakannya menimbulkan bunyi kecil, tetapi ia tetap terus naik.

Begitu mendekati jendela kamar, suara hairdryer yang sebelumnya terdengar tiba-tiba menghilang.

"Eh, kok sunyi?" batin Rizky, sekarang malah semakin deg-degan.

Tangannya menggenggam sisi tangga dengan erat. Sejak tadi ada suara, tapi sekarang tiba-tiba hening.

Di Dalam Kamar Nabila

Nabila baru saja melangkah keluar dari kamar mandi, masih merapikan jilbabnya. Tapi tiba-tiba…

Matanya langsung tertuju ke jendela!

Sebuah tangan terlihat menggeser gorden dan perlahan menyentuh gagang jendela. Jantungnya hampir copot!

"Ya Allah! Apa itu?!" batinnya panik.

Tanpa pikir panjang, dia langsung berlari ke meja dan meraih botol air mineral. Dalam hitungan detik, jendela kamar terbuka sepenuhnya—dan wajah Rizky muncul dari baliknya!

Tanpa memberi kesempatan untuk berbicara…

PLAK!

➤ "MESUM! MESUM! MESUUUUM!!"

Botol air mineral itu mendarat keras di wajah Rizky.

➤ "Eh, aku Cuma—" Rizky belum selesai bicara saat pukulan kedua datang.

PLAK!

➤ "Nabila! Berhenti! Aduuuh!" Rizky panik, tangannya berusaha melindungi wajah.

Tapi Nabila tak peduli. Dia terus menghujani Rizky dengan pukulan tanpa ampun.

Tangga mulai goyah!

➤ "Rayan! Pegang ini dong! Ini goyaaaah—"

Terlambat.

➤ "AAAAAAAHHH!!"

BRUKK!

Rizky terhempas ke tanah, jatuh bersamaan dengan tangga. Suara hantaman keras membuat beberapa burung di pepohonan sekitar terbang ketakutan.

➤ "Buk! Aduh, aduh, sakitnya!" keluh Rizky, meringis sambil memegangi punggung dan kakinya.

Nabila, yang masih berdiri di jendela, awalnya terkejut. Namun, setelah memastikan Rizky tidak terluka parah, ekspresi khawatirnya langsung berubah menjadi kesal.

Tanpa basa-basi, dia menuangkan sisa air di botolnya ke kepala Rizky.

➤ "Tau rasa! MESUM!" bentaknya sebelum menutup jendela dengan kasar.

Sementara itu, Rizky masih terkapar di tanah dengan wajah pasrah.

➤ "Ya Allah, sakit betul… Kenapa nasibku begini…"

Pendopo

Dari kejauhan, Rayan dan Zikri yang sedang mengintip tertawa terbahak-bahak.

"Aku tak sangka akan seronok gila!" ujar Zikri, hampir terjatuh dari kursi kerana ketawa.

Namun, momen itu tidak berlangsung lama karena Kak Ros sudah berada di halaman Villa, usai membeli obat dari apotik.

"Eh, ada apa ini?" tanya Kak Ros dengan nada curiga, melihat Rizky yang tergeletak di tanah.

Rayan dan Zikri langsung pura-pura serius, menghampiri Rizky. "Eh, kau kenapa, Rizky?" tanya Rayan seolah-olah baru tahu apa yang terjadi.

Rizky yang masih kesakitan hanya bisa menatap mereka dengan kesal. "Nyesel aku ikut saranmu, Rayan!"

Rayan menahan tawanya, tetapi lupa bahwa Kak Ros ada di sana, memperhatikan dengan tatapan tajam.

"Ooo, jadi kau yang biang keladinya!" Kak Ros langsung menjewer kuping Rayan dan Zikri.

Kau suruh kakak buat beli obat, ternyata kau mau buat perkara, ucap kak Ros yg semakin gemas

Oh, ini ke maksud kau bilang panas badan tu, sekarang kubuat kau punya kuping semakin panas ya, ucap kak Ros yg kesal dibohongi.

"Aduh, aduh, ampun, Kak Ros!" Rayan meringis kesakitan, sementara Zikri hanya bisa pasrah.

"Tak ada ampun! Sudah, bawa tangga ini masuk!" ucap Kak Ros sambil menyerahkan tangga ke Rayan.

Rayan hanya bisa mengangguk, menahan sakit sambil memindahkan tangga.