Ruangan itu terasa semakin mencekam. Aidan berdiri di depan Hazel, melindungi gadis itu dari pria bertopeng emas dan para pengikutnya.
"Kunci dari takdir yang lebih besar?" Aidan mengulang perkataan pria itu dengan nada dingin. "Aku tidak tertarik dengan omong kosong semacam itu. Beri aku Hazel dan aku akan pergi tanpa menumpahkan darah."
Pria bertopeng emas tertawa pelan. "Kau tidak menyadari peranmu dalam semua ini, Aidan Everhart. Kau adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar dari yang bisa kau bayangkan."
"Omong kosong," geram Aidan.
Tanpa memperpanjang perdebatan, ia langsung menyerang.
Pria bertopeng hanya mengangkat tangannya, dan seketika kekuatan tak terlihat menghantam Aidan, membuatnya terpental ke belakang. Tubuhnya membentur dinding batu dengan keras, membuat debu beterbangan.
Lyra, yang sejak tadi mengamati dengan waspada, langsung bertindak. Ia melompat ke depan dengan kecepatan luar biasa, melemparkan belatinya ke arah pria bertopeng.
Namun, sebelum belati itu bisa mengenainya, salah satu pengikutnya mengangkat tangan dan menciptakan perisai energi yang menahan serangan itu.
"Celaka…" gumam Lyra.
Aidan bangkit dengan susah payah. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, tapi ia tidak punya waktu untuk mengeluh.
"Kalau sihir tidak bisa ditembus, kita harus melawannya dengan cara lain," katanya.
Ia mencengkeram gagang pedangnya dengan erat, lalu menyerang salah satu pengikut pria bertopeng. Pedangnya berkilat dalam cahaya obor, menebas tubuh lawannya.
Darah mengalir. Pria itu jatuh ke lantai.
Aidan menyeringai. "Jadi mereka bukan makhluk abadi."
Lyra langsung bergerak, menyerang dari sisi lain. Ia dengan gesit menghindari serangan musuh, sementara belatinya dengan cepat menebas tenggorokan salah satu lawan.
Namun, pria bertopeng emas tetap berdiri tanpa bergerak, hanya mengamati mereka dengan tatapan dingin.
"Cukup," katanya.
Seketika, sebuah tekanan luar biasa memenuhi ruangan. Aidan merasakan kepalanya berdenyut hebat, seolah ada kekuatan besar yang menekan pikirannya.
Lyra jatuh berlutut, wajahnya menegang.
Hazel, yang masih terikat, menggigit bibirnya. "Aidan… hati-hati…"
Tiba-tiba, dinding di belakang Hazel mulai bersinar. Simbol-simbol kuno yang terukir di sana bercahaya biru, dan udara di sekitar mereka berubah.
Pria bertopeng emas mengalihkan perhatiannya. "Tidak… ini terlalu cepat…"
Aidan melihat kesempatan itu. Dengan kekuatan terakhirnya, ia melompat dan menebas rantai yang mengikat Hazel.
Hazel jatuh ke lantai dengan lemah. Aidan langsung menariknya ke dalam pelukannya. "Kau baik-baik saja?"
Hazel mengangguk pelan. "Kita harus pergi… sekarang…"
Namun sebelum mereka bisa bergerak, cahaya dari dinding semakin kuat, dan tiba-tiba sebuah celah muncul di udara.
Pusaran energi yang mirip dengan yang menelannya di kuil sebelumnya muncul di tengah ruangan.
Pria bertopeng emas mundur selangkah. "Tidak… ini bukan waktunya…"
Aidan tidak membuang waktu. Ia menggenggam tangan Hazel erat-erat dan berlari ke arah celah itu.
"Kita lompat!"
Lyra mengikuti tanpa ragu.
Dalam hitungan detik, mereka bertiga tersedot ke dalam pusaran cahaya.
Ruangan itu bergetar, dan sebelum pria bertopeng emas bisa melakukan sesuatu, portal itu menutup dengan sendirinya.
Aidan merasa tubuhnya kembali melayang di antara ruang dan waktu.
Ke mana mereka akan tiba kali ini?...
---
Ruangan itu dipenuhi ketegangan yang mencekam. Aidan berdiri di depan Hazel, melindungi gadis itu dari pria bertopeng emas dan para pengikutnya yang berjubah hitam. Cahaya obor yang redup menciptakan bayangan menakutkan di dinding batu kuno.
"Kunci dari takdir yang lebih besar?" Aidan mengulang perkataan pria itu dengan nada dingin. "Aku tidak tertarik dengan omong kosong semacam itu. Beri aku Hazel, dan aku akan pergi tanpa menumpahkan darah."
Pria bertopeng emas menatapnya dengan tatapan penuh misteri. "Kau tidak menyadari peranmu dalam semua ini, Aidan Everhart. Kau adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar."
Aidan mendengus, muak dengan ucapan-ucapan penuh teka-teki. "Omong kosong," geramnya.
Tanpa menunggu lebih lama, ia langsung menyerang. Pedangnya melesat ke arah pria bertopeng emas. Namun sebelum mata pedangnya bisa mencapai target, udara di sekelilingnya tiba-tiba bergetar hebat.
BOOM!
Kekuatan tak terlihat menghantamnya dengan keras, melemparkannya ke belakang. Tubuhnya menghantam dinding batu hingga debu beterbangan. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, namun ia menggertakkan giginya, memaksa dirinya untuk bangkit.
"Aidan!" Hazel berteriak panik, tetapi ia masih terikat dan tak bisa berbuat apa-apa.
Sementara itu, Lyra yang sejak tadi hanya mengamati langsung bertindak. Dengan kecepatan luar biasa, ia melemparkan belatinya ke arah pria bertopeng emas. Namun, sebelum senjatanya bisa mengenai sasaran, salah satu pengikutnya mengangkat tangan, menciptakan perisai energi berwarna merah yang langsung menahan serangan itu.
Lyra menyipitkan mata. "Celaka… mereka tidak bisa dilukai dengan serangan biasa."
Aidan kembali berdiri dengan susah payah. Pandangannya menyapu musuh-musuh di sekelilingnya. Ia tahu bahwa jika mereka mengandalkan sihir, maka satu-satunya cara untuk menang adalah dengan pertarungan fisik.
"Kalau sihir tidak bisa ditembus, kita harus melawan mereka dengan cara lain," katanya.
Ia mencengkeram gagang pedangnya lebih erat dan menebas salah satu pengikut pria bertopeng emas. Mata pedangnya berkilat dalam cahaya obor sebelum dengan mudah merobek tubuh lawannya. Darah mengalir deras.
Aidan menyeringai. "Jadi mereka bukan makhluk abadi."
Melihat peluang itu, Lyra ikut bergerak. Ia menghindari serangan musuh dengan gesit, lalu dalam satu gerakan cepat, belatinya menebas tenggorokan lawannya. Pengikut bertopeng itu jatuh tanpa suara, darah membasahi jubah hitamnya.
Namun, pria bertopeng emas tetap tak bergerak, hanya mengamati mereka dengan tatapan tajam.
"Cukup."
Seketika, tekanan luar biasa memenuhi ruangan.
Aidan merasakan kepalanya berdenyut hebat, seolah ada kekuatan besar yang menekan pikirannya. Lyra jatuh berlutut, wajahnya menegang karena tekanan itu.
Hazel, yang masih terikat, menggigit bibirnya. "Aidan… hati-hati…"
Tiba-tiba, dinding di belakang Hazel mulai bersinar. Simbol-simbol kuno yang terukir di sana bercahaya biru, dan udara di sekitar mereka berubah.
Pria bertopeng emas tampak terkejut. "Tidak… ini terlalu cepat…"
Aidan melihat kesempatan itu. Dengan sisa kekuatannya, ia melompat dan menebas rantai yang mengikat Hazel.
CLANG!
Rantai itu putus, dan Hazel jatuh ke lantai dengan lemah. Aidan langsung menariknya ke dalam pelukannya.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya.
Hazel mengangguk pelan, meski wajahnya masih pucat. "Kita harus pergi… sekarang…"
Namun sebelum mereka bisa bergerak, cahaya dari dinding semakin kuat. Udara bergetar hebat, dan tiba-tiba sebuah celah muncul di udara—pusaran energi yang mirip dengan yang menelannya di kuil sebelumnya.
Pria bertopeng emas mundur selangkah. "Tidak… ini bukan waktunya…"
Aidan tidak membuang waktu. Ia menggenggam tangan Hazel erat-erat dan berlari ke arah celah itu.
"Kita lompat!"
Tanpa ragu, Lyra mengikuti mereka.
Dalam hitungan detik, mereka bertiga tersedot ke dalam pusaran cahaya. Ruangan itu bergetar, dan sebelum pria bertopeng emas bisa melakukan sesuatu, portal itu menutup dengan sendirinya.
Aidan kembali merasakan sensasi melayang di antara ruang dan waktu.
Ke mana mereka akan tiba kali ini?
To be continued…
---
Mohon Maaf untuk para pembaca
pada bab ini cerita nya agak mengulang 2 kali karena ada kesalahan dalam penulisan saya dan penyusunan cerita, semoga di bab berikutnya tidak kesalahan lagi.
SALAM TAKDIR