Chereads / Next Generation: No Mercy / Chapter 3 - Pertama kalinya

Chapter 3 - Pertama kalinya

Darah hangat mengalir dari sudut bibir Tae-ho. Rasanya asin, bercampur dengan bau keringat dan debu dari lantai kelas yang dingin. Dia bisa mendengar suara napasnya sendiri, berat dan terengah-engah.

Di sekelilingnya, suara anak-anak lain mulai gaduh.

"Oi, seriusan itu Tae-ho?!"

"Gak mungkin… dia beneran nonjok Woo-jin?"

"Si pecundang itu? Lu yakin gak salah liat?"

Tae-ho tidak peduli. Dia tidak mendengar mereka. Yang ada di depan matanya sekarang hanyalah Woo-jin—siswa yang selama ini merendahkannya, menendangnya, mempermalukannya di depan semua orang.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya… Tae-ho membalas.

Namun, Woo-jin tidak tinggal diam. Dia menyentuh pipinya yang mulai membengkak, wajahnya merah karena amarah.

"LU BAJINGAN!"

Tanpa peringatan, tinju Woo-jin melayang ke wajah Tae-ho.

Bugh!

Pukulannya keras. Sangat keras. Tae-ho terhuyung ke belakang, hampir jatuh, tapi dia menahan tubuhnya. Rasa sakit menjalar dari rahangnya ke seluruh kepalanya. Pandangannya sedikit kabur, tapi dia tidak boleh jatuh. Tidak sekarang.

Woo-jin tidak membiarkannya beristirahat. "GUA HAJAR LU SAMPAI LUMPUH!"

Dia berlari ke arah Tae-ho, bersiap memberikan pukulan lain. Tapi kali ini, Tae-ho tidak hanya berdiri diam seperti biasanya.

Dia menggerakkan kakinya.

Menghindar.

Dan dalam satu gerakan cepat, dia membalas.

DUG!

Tinju Tae-ho menghantam perut Woo-jin.

Mata Woo-jin membelalak. Udara keluar dari paru-parunya dalam satu hembusan kasar. Dia terhuyung ke belakang, tangannya mencengkeram perutnya.

"A-anjing…" Woo-jin mendesis, matanya menatap Tae-ho penuh kebencian.

Tae-ho sendiri masih terkejut.

Gua… barusan…?

Tangannya masih mengepal. Napasnya berat. Ini pertama kalinya dia benar-benar melawan, dan tubuhnya terasa panas—bukan karena takut, tapi karena sesuatu yang lain.

Sesuatu yang selama ini tidak pernah dia rasakan.

Tapi dia tidak sempat berpikir lama.

Tiba-tiba, seseorang dari belakang menendang punggungnya dengan keras.

Brak!

Tae-ho terlempar ke lantai, dadanya menghantam ubin dingin. Nafasnya seketika habis.

"Sialan, lu pikir bisa lawan kita, hah?"

Salah satu anak buah Woo-jin melangkah maju, tangannya sudah terangkat, siap meninju wajah Tae-ho yang masih tersungkur.

Tae-ho menggertakkan giginya. Dia tahu… dia sendirian.

Dan meskipun dia sudah berani melawan…

Jumlah tetap tidak berpihak padanya.

Tae-ho mencoba bangkit, tapi satu pukulan lain mendarat di rahangnya.

Bugh!

Semuanya berputar. Suara di sekelilingnya menjadi samar.

Bertahan… gua harus bertahan…

Dia mengangkat kepalanya, tapi sebelum bisa berdiri, sebuah tendangan lain menghantam perutnya.

Duk!

Lagi.

Dan lagi.

Dan lagi.

Dunia terasa semakin gelap. Tae-ho bisa mendengar suara tawa, ejekan, dan teriakan di sekelilingnya, tapi semuanya terasa jauh.

Tapi sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya…

Sebuah tangan mencengkeram leher bajunya, mengangkatnya sedikit.

Woo-jin.

Wajahnya penuh amarah.

"Lu pikir bisa ngelawan gue, hah?"

Dia meludah ke lantai, darah bercampur liurnya berceceran.

"Kita lihat besok… apakah lu masih berani berdiri atau nggak."

Dan dengan itu, tinju terakhir menghantam wajah Tae-ho.

Gelap.