Chereads / Next Generation: No Mercy / Chapter 9 - Luka yang Belum Sembuh (2)

Chapter 9 - Luka yang Belum Sembuh (2)

Tae-ho terbangun dengan tubuh yang lebih kaku dari sebelumnya. Luka-luka di tangannya sudah mulai mengering, tapi rasa nyeri yang tertinggal seperti sengaja mengingatkannya akan latihan kemarin. Dia meringis saat mencoba menggerakkan jarinya.

Hari baru, siksaan baru.

Saat dia keluar dari kamar, udara pagi menusuk kulitnya. Gudang latihan sudah mulai ramai. Beberapa pria sedang melakukan sparring di tengah arena, saling bertukar pukulan tanpa ragu.

Minsuk sudah berdiri di sana, bersandar di pagar kayu dengan rokok terselip di bibirnya. Begitu melihat Tae-ho, dia menghembuskan asap sebelum berbicara.

"Kau masih bisa jalan? Bagus."

Tanpa membuang waktu, Minsuk melempar sepasang perban ke arahnya. "Balut tanganmu. Kau akan butuh itu."

Tae-ho menangkap perban itu dengan sedikit kesulitan. Tangannya masih kaku, tapi dia mulai membungkusnya sesuai instruksi. Beberapa orang di sekitarnya menatapnya dengan berbagai ekspresi—ada yang meremehkan, ada yang penasaran.

Setelah selesai, Minsuk menepuk bahunya. "Hari ini, kita akan mulai dari dasar."

Tae-ho mengernyit. "Bukannya kemarin sudah dasar?"

Minsuk menyeringai. "Kemarin hanya pemanasan."

---

Latihan dimulai dengan footwork. Tae-ho dipaksa untuk terus bergerak, melompat ringan di tempat, menghindari pukulan yang dilemparkan oleh Minsuk.

"Saat bertarung, kakimu harus selalu bergerak. Jangan diam di tempat, atau kau akan jadi samsak hidup," ujar Minsuk sambil terus menyerang.

Tae-ho mencoba menghindar, tapi tubuhnya yang masih kaku membuatnya kesulitan. Beberapa kali dia hampir tersandung sendiri, membuat Minsuk menghela napas panjang.

"Ini dasar, bocah. Kalau kau bahkan tidak bisa berdiri dengan benar, bagaimana kau mau bertarung?"

Setelah satu jam penuh hanya dengan footwork, Tae-ho sudah kehabisan napas. Kakinya bergetar, tapi latihan belum selesai.

"Selanjutnya, pertahanan."

Minsuk melemparkan sarung tinju ke arah Tae-ho. Kali ini, dia tidak hanya akan menghindar—dia harus menahan pukulan juga.

"Angkat tanganmu dan bertahan."

Tae-ho mengangkat tinjunya, mencoba meniru posisi yang dia lihat dari petarung lain. Tapi sebelum dia sempat menyesuaikan posturnya, sebuah pukulan mendarat di lengannya.

Bugh!

Dia terhuyung ke belakang.

"Jangan turunkan tanganmu!" bentak Minsuk.

Pukulan lain datang. Kali ini Tae-ho lebih siap, meskipun dampaknya tetap membuat tangannya mati rasa.

"Buka matamu! Perhatikan lawanmu!"

Minsuk terus menyerang, sementara Tae-ho berusaha bertahan. Rasa sakit mulai menyatu dengan tubuhnya, menjadi sesuatu yang hampir bisa dia abaikan.

Setelah hampir tiga puluh menit bertahan, Minsuk akhirnya berhenti. Tae-ho terjatuh ke lututnya, napasnya tersengal.

"Bukan buruk untuk seorang pemula," ujar Minsuk, kali ini dengan nada yang lebih santai. "Tapi kau masih jauh dari siap."

Tae-ho tidak membalas. Dia hanya menatap kedua tangannya yang bergetar.

Dia belum kuat.

Tapi dia akan menjadi kuat.

---

Sore itu, saat latihan selesai, Tae-ho duduk di sudut gudang, menatap langit yang mulai berubah warna. Luka-lukanya masih terasa, tapi dia tidak mengeluh.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia tahu ke mana dia harus pergi.