Chereads / kristal Heksagon : Warisan 6 elemen / Chapter 3 - BAB 3 : DI BAWAH TEKANAN KRISTAL

Chapter 3 - BAB 3 : DI BAWAH TEKANAN KRISTAL

---

Dimas berdiri di tengah lapangan latihan yang luas, dikelilingi oleh teman-teman barunya yang sedang bersiap untuk sesi latihan siang itu. Langit Arka di atasnya cerah, memberikan nuansa optimis, namun di dalam hati Dimas, awan gelap mulai mengumpul. Ia merasakan tekanan yang semakin berat, dan saat melihat sekeliling, perasaan cemas semakin menguat.

"Ayo, Dimas! Kamu pasti bisa lebih baik dari ini!" teriak Shoko dengan semangat. Tapi bagi Dimas, suara itu justru mengingatkan betapa jauh ia tertinggal dari yang lain.

Ia memandangi teman-temannya yang sudah jauh lebih mahir dalam mengendalikan kekuatan mereka.

Di sisi lapangan, Reno, si pemanggil, dengan percaya diri memanggil makhluk kecil dari dimensi lain—seekor serigala bercahaya yang menggeram lembut di sampingnya. Di sudut lain, Lila, yang punya kemampuan perubahan wujud, baru saja berubah menjadi burung elang, terbang tinggi dan melakukan manuver akrobatik di udara. Sementara Riko, dengan ilusi, menciptakan bayangan dirinya yang berlari-lari di sekitar lapangan, membuat semua orang terpesona.

Dimas merasa semakin terpojok. Setiap kali ia berusaha, kekuatan itu selalu terasa menjauh darinya.

"Lihat, Dimas! Bahkan cahaya pun nggak bisa dia panggil!" ejek Reno, tertawa bersama Lila dan Riko. Tawa mereka bergema di seluruh lapangan, membuat Dimas merasa seperti orang asing di dunia yang seharusnya ramah.

Ia berusaha untuk tetap fokus, meskipun rasa malu dan kecemasan terus mengganggu pikirannya. "Aku nggak seharusnya di sini," pikirnya, merasa semakin terasing. Ia membayangkan semua kekuatan yang dimiliki teman-temannya. Reno bisa memanggil makhluk dari dimensi lain, Lila bisa berubah menjadi berbagai hewan, dan Riko menciptakan ilusi yang seolah nyata. Sementara Dimas merasa dirinya seperti tidak punya apa-apa.

Ketika sesi latihan berlanjut, Dimas semakin frustrasi. Ia melihat Lila terbang dengan anggun, mengubah dirinya menjadi berbagai bentuk yang menakjubkan, menarik perhatian semua orang. Di sisi lain, Riko menciptakan ilusi dari berbagai senjata, membuatnya terlihat seolah sedang berlatih pertempuran dengan tim yang tidak ada. Semua orang tampak mengagumi keahlian mereka, sementara Dimas merasa semakin kecil.

"Ayo, Dimas! Coba lagi!" seru Shoko, mencoba memberi semangat. Dimas mengangguk dan kembali berusaha fokus pada kristalnya. Namun, saat ia mencoba memanggil kekuatan dalam dirinya, angin berputar kencang, membuat kristalnya bergetar. Alih-alih terkendali, Dimas malah terjatuh ke tanah. Tawa Reno dan teman-temannya semakin keras. Dimas merasa semangatnya hancur.

"Dimas! Apa kamu nggak bisa berdiri dengan baik?" Lila menambahkan dengan nada sarkasme, dan semua orang tertawa terbahak-bahak. Wajah Dimas memerah, dan hatinya bergetar. Seolah semua harapannya hancur berkeping-keping.

Dengan perasaan putus asa, Dimas meninggalkan lapangan. Ia tidak ingin lagi mendengar ejekan itu. Ia berjalan menuju hutan kecil di sisi Arka, tempat yang selalu memberinya kedamaian saat berada dalam kesulitan. Ia duduk di bawah pohon besar, membenamkan wajahnya dalam telapak tangannya.

"Kenapa aku harus seperti ini?" gumamnya, air mata hangat mengalir di pipinya. Kristal di tangannya berkilau lembut, seolah mencoba memberi semangat. Namun, Dimas merasa semakin jauh dari kekuatan yang seharusnya menjadi miliknya.

Beberapa saat kemudian, Shoko muncul, duduk di samping Dimas dengan penuh empati. "Kita semua pernah merasa seperti itu, Dimas. Bahkan Reno pun pernah merasa tidak percaya diri di awal. Yang penting adalah kita nggak menyerah," ujarnya lembut.

"Tapi aku merasa nggak pantas di sini. Semua orang lebih kuat dari aku," keluh Dimas, suaranya bergetar.

Shoko tersenyum dan berkata, "Setiap orang punya kekuatannya masing-masing. Kamu cuma perlu menemukan caramu sendiri. Ingat, kekuatan bukan cuma soal seberapa banyak yang bisa kamu lakukan, tapi juga seberapa besar hatimu."

Dimas menatap kristalnya, mencoba mencerna kata-kata Shoko. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menyerah. Tapi tiba-tiba, Reno, Lila, dan Riko muncul kembali, wajah mereka penuh tantangan.

"Wah, lihat siapa yang kembali! Si jagoan yang gagal!" Reno mengejek, dan yang lain tertawa. "Mungkin kamu sebaiknya pulang saja, Dimas. Nggak ada gunanya berlatih kalau nggak punya apa-apa."

Dimas merasa terperangkap. Ia ingin membela diri, tapi rasa putus asa menghimpitnya. Namun, Shoko berdiri di sampingnya, memberinya dukungan yang sangat dibutuhkan.

"Kalian nggak tahu apa yang dia bisa!" seru Shoko, dengan nada penuh semangat. Reno terkejut mendengar itu.

"Dia cuma butuh waktu buat menemukan kekuatannya," lanjut Shoko dengan penuh keyakinan.

Reno menggelengkan kepala. "Lihat deh, dia bahkan nggak bisa angkat tangan buat melawan. Kenapa kamu bela dia?"

"Karena aku percaya sama dia!" jawab Shoko dengan tegas. "Kekuatan sejati nggak cuma tentang kemampuan fisik. Itu tentang keberanian, ketekunan, dan punya hati yang besar!"

Dimas merasa tergerak oleh kata-kata Shoko. Tiba-tiba, dorongan untuk berjuang muncul dalam dirinya. "Kamu benar, Shoko. Aku nggak akan menyerah! Aku akan tunjukkan pada kalian semua bahwa aku bisa!" Dengan semangat baru, Dimas menatap Reno dengan penuh tekad.

"Ayo, Dimas! Tunjukkan siapa kamu sebenarnya!" seru Shoko, matanya bersinar penuh harapan.

Dengan semangat yang baru, Dimas mencoba mengaktifkan kekuatan kristalnya lagi. Ia menutup matanya, fokus pada energi dalam dirinya. Ia membayangkan cahaya yang mengalir melalui tubuhnya, membakar semua rasa putus asa yang mengganggu.

Setiap serat tubuhnya bergetar, dan tiba-tiba, cahaya dari kristalnya menyala. Angin berputar di sekelilingnya, dan Dimas merasakan kekuatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia mengangkat tangannya, dan cahaya itu memancar, menciptakan aura yang kuat di sekelilingnya.

Dan yang lebih mengejutkan, dari dalam kristalnya, muncul sebuah makhluk kecil—seekor burung berkilau yang seakan terbuat dari cahaya. Burung itu terbang melingkar di sekelilingnya, seolah-olah menguatkan Dimas.

Reno dan teman-temannya terperangah, sementara Shoko tersenyum lebar. "Lihat, Dimas! Kamu bisa!"

Dimas tidak hanya berhasil mengeluarkan kekuatan, tetapi ia juga merasakan kepercayaan diri yang baru.

Ia berbalik ke arah Reno dan berkata, "Aku mungkin nggak sempurna, tapi aku akan terus berjuang! Kekuatan bukan hanya soal seberapa hebat kamu sekarang, tapi seberapa jauh kamu sudah berusaha untuk jadi lebih baik."

Reno terdiam, sementara Lila dan Riko saling berpandangan, terkejut dengan perubahan Dimas.

"Tunggu aja, Dimas. Siapa yang lebih kuat," kata Reno dengan nada menantang, tapi ada sesuatu yang berubah dalam tatapannya.

Dimas tahu, ini baru permulaan. Ia punya teman-teman yang mendukung, dan meskipun rintangan akan terus datang, ia tidak akan pernah menghadapi semuanya sendirian. Dengan tekad yang baru, ia siap untuk melangkah lebih jauh, menuju kekuatan dan kepercayaan diri yang sejati.

Saat mereka kembali ke lapangan, Dimas merasakan kehangatan dari kristalnya, seolah-olah kristal itu memberi tahu bahwa dia berada di jalur yang benar. Ia tahu ini bukan akhir, tapi hanya awal dari petualangannya.