---
Hari itu, kabut tipis menyelimuti lembah tempat pelatihan. Dimas dan Shoko tiba lebih awal dari biasanya, bersiap untuk menghadapi tantangan baru setelah kejadian kemarin. Namun, ada sesuatu yang menggantung di udara, perasaan cemas bercampur dengan harapan. Dimas merasa ada sesuatu yang penting menunggu di depan, dan ia harus siap menghadapinya.
Ketika mereka tiba di lapangan latihan, mereka melihat Reno, Lila, dan Riko sudah mulai berlatih. Kali ini, sesuatu yang aneh terlihat di sekitar Reno. Di sekelilingnya, muncul beberapa makhluk yang tak biasa—sebuah burung besar dengan bulu perak berkilauan, seekor serigala yang tampak seperti terbuat dari bayangan, dan seekor kucing raksasa dengan dua kepala. Dimas memandang mereka dengan terkejut, belum pernah melihat makhluk seperti itu sebelumnya.
"Reno membangkitkan mereka?" tanya Dimas dengan nada heran, meskipun ia sudah tahu jawabannya.
Shoko mengangguk. "Iya. Kekuatan Reno memang luar biasa. Dia bisa membangkitkan anomali dari dimensi lain, menciptakan makhluk yang tidak ada di dunia kita."
Reno berdiri dengan angkuh di tengah-tengah anomali ciptaannya, tatapan tajam mengarah ke Dimas. "Kalian berdua masih di sini? Kupikir kalian akan menyerah setelah kejadian kemarin," katanya sambil tersenyum sinis. Di sekelilingnya, makhluk-makhluk aneh itu bergerak gelisah, seolah-olah menunggu perintah darinya.
Dimas menelan ludah, berusaha untuk tidak terlihat terintimidasi. "Kami tidak akan menyerah, Reno."
Reno terkekeh. "Kita lihat seberapa lama kau bisa bertahan. Lihatlah diriku, aku mampu membangkitkan apa saja. Makhluk-makhluk ini adalah ciptaanku, sepenuhnya berada di bawah kendaliku. Mereka lebih kuat dari yang bisa kau bayangkan." Ia mengangkat tangannya, dan salah satu serigala bayangan langsung melompat ke udara, menghilang menjadi asap sebelum muncul kembali di sisi lain lapangan dengan gerakan yang sangat cepat.
Lila, yang berdiri di samping Reno, mengangguk sambil tersenyum puas. "Aku setuju dengan Reno. Kamu mungkin lebih baik menyerah, Dimas. Bahkan kekuatan elemennya tampaknya tidak bisa dibandingkan dengan apa yang Reno bisa lakukan."
Riko menambahkan, dengan suara lembut namun tajam, "Dan ingat, ilusi hanyalah sebagian dari kenyataan. Jika kamu tidak bisa melihat kenyataan itu, mungkin kamu seharusnya tidak ada di sini."
Dimas merasa tubuhnya tegang, tetapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Meskipun kata-kata mereka menusuk hatinya, ia tidak ingin menyerah. Ingatan akan kekuatan yang ia rasakan kemarin mulai kembali, dan ia sadar bahwa tidak peduli apa yang orang lain katakan, kekuatannya sendiri masih punya potensi besar.
Shoko yang berada di sisinya mengamati Reno dengan tatapan penuh perhitungan. "Kekuatan membangkitkan anomali memang luar biasa, tetapi anomali itu tak selalu bisa dipercaya," katanya pelan. "Reno mungkin bisa mengendalikan mereka sekarang, tapi seberapa lama mereka akan tetap setia padanya?"
Dimas menoleh ke arah Shoko. "Apa maksudmu?"
"Makhluk-makhluk yang dibangkitkan dari dimensi lain tidak selalu stabil. Mereka punya kehendak sendiri, dan jika Reno kehilangan konsentrasinya, makhluk-makhluk itu bisa berbalik melawan dirinya sendiri," jelas Shoko sambil tersenyum kecil.
Dimas mulai melihat kekuatan Reno dari sudut pandang yang berbeda. Meskipun terlihat kuat, itu juga memiliki risiko besar. Tapi dia tahu bahwa bukan berarti dia bisa meremehkan Reno dan kemampuannya. Reno sangat percaya diri dalam mengendalikan anomali tersebut, dan selama dia masih memegang kendali, mereka akan tetap menjadi ancaman besar.
Sementara itu, Arka muncul dari balik pepohonan, matanya tajam mengamati murid-muridnya. Dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi keberadaannya cukup membuat suasana menjadi lebih serius. Dimas merasa ada sesuatu yang akan terjadi hari ini, sesuatu yang akan menguji mereka semua.
"Kita mulai," kata Arka akhirnya. "Hari ini, kalian akan diuji untuk mengendalikan kekuatan kalian dalam situasi yang tidak biasa. Setiap dari kalian akan menghadapi tantangan yang memerlukan lebih dari sekadar kekuatan fisik. Ini tentang mental, tentang kontrol."
Mata Dimas bertemu dengan tatapan Arka, dan dalam pandangan singkat itu, Dimas merasakan dorongan untuk membuktikan dirinya. Dia tahu ini bukan hanya tentang seberapa kuat dia, tetapi seberapa baik dia bisa mengendalikan kekuatan elemen di dalam dirinya.
Pelatihan dimulai. Reno dengan mudah memerintahkan makhluk-makhluk anehnya untuk melakukan berbagai hal. Serigala bayangan bergerak dengan kecepatan kilat, sedangkan burung besar perak terbang di udara, mengintai setiap gerakan Dimas dengan mata tajamnya. Riko, dengan senyumnya yang penuh rahasia, menciptakan ilusi yang membingungkan, membuat Dimas merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berputar.
Lila, dalam wujud harimaunya, mengelilingi lapangan dengan gerakan anggun namun penuh kekuatan, seolah-olah siap menyerang kapan saja. Semua ini membuat Dimas merasa semakin terpojok, seolah-olah seluruh dunia bersekongkol melawannya.
Namun, Dimas menolak untuk menyerah. Ia menutup matanya, mencoba memusatkan pikirannya. Kali ini, ia tidak akan memaksakan kekuatan elemen dari rasa takut atau marah. Ia akan mencari ketenangan dalam dirinya, seperti yang pernah diajarkan Arka.
Perlahan, Dimas merasakan udara di sekitarnya bergerak. Angin mulai berhembus lembut, dan dengan satu tarikan napas dalam, ia membiarkan kekuatan angin mengalir melalui tubuhnya. Tanpa disadari, angin itu semakin kuat, berputar-putar di sekitar dirinya seperti badai kecil.
Reno berhenti sejenak, terkejut melihat apa yang dilakukan Dimas. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan nada mencemooh, meski ada nada kekhawatiran dalam suaranya. Anomali yang dibangkitkannya terlihat mulai gelisah, merasakan perubahan energi di udara.
Dimas membuka matanya, tatapannya tegas. "Aku tidak akan lari lagi, Reno. Aku mungkin belum sehebat kalian, tapi aku punya sesuatu yang kalian tidak miliki."
Angin semakin kencang, dan tiba-tiba, dengan satu gerakan tangan, Dimas mengarahkan angin itu ke arah serigala bayangan milik Reno. Serigala itu melolong, terdorong oleh kekuatan angin yang tiba-tiba muncul, terlempar beberapa meter ke belakang sebelum menghilang menjadi asap.
Reno tampak terkejut, tetapi dia segera menenangkan diri. "Kau pikir angin itu bisa menghentikanku?" Dia mengangkat tangannya, dan burung perak besar yang melayang di udara langsung menyerang Dimas, paruhnya yang tajam mengarah lurus ke kepalanya.
Namun kali ini, Dimas sudah siap. Ia menarik kekuatan elemen air dari sungai yang mengalir di dekat lapangan latihan. Air itu bergerak cepat, membentuk dinding pelindung yang kuat di depan Dimas. Burung perak menabrak dinding air itu dan terdorong mundur, meski sayapnya mengibas dengan keras.
Dimas tersenyum tipis. "Kamu bisa membangkitkan makhluk apapun, tapi mereka tetap terikat oleh hukum alam."
Reno menggeram marah. "Ini belum selesai, Dimas!"
Tapi sebelum Reno bisa melanjutkan serangannya, Arka mengangkat tangannya. "Cukup."
Semua berhenti. Burung perak lenyap, serigala bayangan tak lagi muncul, dan ilusi Riko pun memudar. Lila berubah kembali menjadi manusia, tampak kecewa karena pertempuran harus dihentikan.
"Dimas," kata Arka, berjalan mendekatinya. "Kamu telah menunjukkan bahwa kamu bisa mengendalikan kekuatanmu dengan baik. Tapi ingat, ini baru permulaan."
Dimas menunduk hormat. "Terima kasih, Arka."
Sementara itu, Reno hanya menatap Dimas dengan dingin. "Ini belum selesai," bisiknya pelan. "Aku akan membuktikan bahwa kau tidak pantas berada di sini."
Dimas menatap balik Reno dengan tatapan tegas. "Aku tidak takut padamu, Reno. Aku tidak akan menyerah."
Pertarungan mereka baru saja dimulai, dan Dimas tahu bahwa ini bukan tentang siapa yang lebih kuat. Ini tentang bagaimana dia bisa terus tumbuh dan menguasai kekuatan di dalam dirinya. Dengan Shoko di sisinya, dan tekad yang semakin kuat, Dimas tahu bahwa apapun yang