markas perkumpulan para mentor dipenuhi bintang-bintang yang berkelap-kelip, menciptakan ketenangan di luar, tetapi di dalam ruang utama markas, suasananya sangat berbeda.
Para mentor utama duduk di sekitar meja bundar besar, dipimpin oleh Raiden, ketua pilar para mentor. Seorang pria dengan rambut perak yang mengalir hingga ke bahunya, sorot matanya tajam dan tegas. Semua mentor yang hadir menghormati kebijaksanaannya.
Malam ini, fokus pertemuan mereka adalah pada seorang murid baru: Dimas, pemilik Kristal Hexagon.Di antara mereka, hadir juga Arka, salah satu mentor senior yang dikenal dengan kebijaksanaannya. Meski Arka jarang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan sehari-hari, kehadirannya di rapat ini menunjukkan betapa pentingnya diskusi yang akan mereka hadapi. Dengan jubah hitam panjang dan mata yang selalu tenang, Arka memandang setiap mentor dengan tatapan penuh perhatian.
Raiden membuka diskusi dengan nada tenang namun tegas, "Dimas... pemegang Kristal Hexagon yang langka. Tapi apakah dia pantas menerima tanggung jawab sebesar itu?"Para mentor saling memandang. Suara Raiden yang penuh wibawa menyelimuti ruangan. Mereka semua tahu bahwa Kristal Hexagon tidak bisa jatuh ke tangan orang yang salah.
Mentor Galen, pria tua dengan janggut abu-abu, bersandar di kursinya. "Kita sudah melihat potensi Dimas. Dia baru menguasai dua elemennya—air dan angin. Tapi, seperti yang kita ketahui, Kristal Hexagon memerlukan kendali penuh atas enam elemen. Dia masih jauh dari siap.
"Arka yang sejak tadi diam, mengangkat tangannya, memotong Galen dengan nada rendah namun dalam. "Dimas mungkin belum menguasai semua elemennya, tapi ini bukan tentang berapa elemen yang dia kuasai sekarang. Ini soal bagaimana dia akan bertumbuh. Penguasaan bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan.
"Liora, mentor yang fokus pada keseimbangan mental, menyuarakan keraguannya. "Dimas punya kekuatan, tapi masalahnya ada pada mentalitasnya. Kristal Hexagon bukan hanya tentang kekuatan fisik. Ini lebih dari itu. Ini membutuhkan jiwa yang seimbang dan kemauan baja. Aku khawatir keraguan diri yang dia miliki bisa menjadi hambatan besar.
"Mentor Darian, yang selalu keras dalam penilaiannya, menyilangkan tangannya di depan dada. "Aku setuju. Dia belum membuktikan dirinya dalam situasi nyata. Satu kesalahan dengan Kristal Hexagon bisa membawa bencana.
"Aruna, salah satu mentor yang lebih muda dan selalu optimis, menantang pendapat Darian. "Tapi kita tidak bisa menilai dia hanya dari keraguannya. Dimas berkembang dengan cepat. Kalian semua melihat bagaimana dia menggunakan air dan angin dengan kombinasi yang cerdas dalam latihannya. Dia memiliki potensi yang luar biasa.
"Raiden menatap Aruna sejenak, lalu kembali melihat ke seluruh mentor. "Potensi adalah satu hal. Tapi kita tidak berbicara tentang potensi saja di sini. Kita berbicara tentang tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam semesta ini. Jika Dimas tidak bisa menguasai kristalnya, konsekuensinya akan sangat berbahaya.
"Diskusi semakin memanas ketika pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Riko masuk, diikuti oleh Shoko dan Kael. Mereka tampak gelisah, namun tegas.Raiden mengangkat tangannya, menghentikan percakapan para mentor. "Ada apa, Riko?"Riko, dengan nada yang mantap meski ada sedikit kegugupan, menjawab,
"Maaf mengganggu, tadi kami tidak sengaja menguping saat lewat ruangan rapatnya dan para guru disini meragukan keabsahan Dimas sebagai pemilik kristal Hexagon, kami ingin memberikan kesaksian tentang Dimas."Raiden melirik ke arah mentor lainnya sebelum memberi isyarat kepada mereka untuk melanjutkan.
"Baiklah, katakan apa yang ingin kalian sampaikan."Riko melangkah maju. "Saya tahu kalian semua ragu pada Dimas. Tapi kami yang bersamanya selama pelatihan, melihat langsung bagaimana dia berjuang dan berkembang. Dia baru bisa menguasai dua elemen, tapi itu bukan karena kurang usaha. Dia khawatir, bukan pada dirinya sendiri, tapi pada orang lain. Dia selalu berpikir bagaimana caranya agar dia tidak menyakiti orang-orang di sekitarnya.
"Shoko menambahkan dengan suara yang lebih lembut, tetapi tegas. "Dimas selalu memikirkan timnya. Dia berusaha mengendalikan kekuatannya agar tidak melukai siapapun. Dan meskipun dia masih menguasai dua elemen, dia sudah bisa menggunakan keduanya dengan sangat baik.
"Kael, yang biasanya tidak banyak bicara, kali ini ikut memberikan pendapat. "Saya bertarung dengannya dalam duel. Meskipun saya memiliki kemampuan untuk memperlambat waktu, Dimas tetap bisa beradaptasi dengan cepat. Dia memiliki kemampuan untuk belajar dari situasi yang sulit.
"Liora menatap Kael dengan rasa ingin tahu. "Duel? Dan bagaimana hasilnya?"Kael mengangguk. "Aku menang, tapi Dimas bertahan lebih lama dari yang kukira. Dia cepat belajar, dan dia memanfaatkan angin serta air dengan cerdik. Dia bukan hanya bertarung dengan kekuatan, tapi juga dengan kecerdasan.
"Ruangan kembali hening. Para mentor merenungkan kesaksian dari Riko, Shoko, dan Kael. Mereka tahu bahwa apa yang disampaikan para murid tidak bisa diabaikan begitu saja.Arka, yang sejak tadi mendengarkan dengan cermat, bersuara lagi.
"Kalian sudah melihat betapa cepatnya dia berkembang. Keputusan kita malam ini tidak hanya tentang Dimas. Ini tentang apakah kita mampu membimbingnya, memastikan dia tumbuh dengan tepat dan bijak."Galen menghela napas panjang. "Tapi ini bukan hanya soal kekuatan dan kecerdasan. Kristal Hexagon memerlukan kendali penuh atas enam elemen. Jika Dimas gagal menguasai semuanya, hasilnya bisa berbahaya.
"Raiden berdiri, mengamati setiap mentor dengan seksama. "Kita tidak bisa menilai Dimas hanya dari apa yang telah dia capai sejauh ini. Pertanyaannya adalah, apakah kita percaya dia bisa mencapai potensinya?"Riko menatap Raiden dengan penuh keyakinan. "Kami percaya, Raiden. Kami telah melihat betapa kerasnya dia berusaha. Yang dia butuhkan sekarang adalah dukungan kita.
"Raiden mempertimbangkan kata-kata Riko dengan cermat. Kemudian, dia berbicara dengan nada yang lebih lembut. "Kalian telah memberikan argumen yang kuat. Namun, tanggung jawab ini terlalu besar untuk diputuskan hanya berdasarkan potensi. Jika Dimas ingin membuktikan dirinya pantas, dia harus diuji lebih keras dari sebelumnya."Darian mengangguk. "Jika itu keputusanmu, Raiden, aku akan mendukungnya. Tapi kita harus siap untuk bertindak cepat jika dia gagal mengendalikan kristalnya.
"Raiden tersenyum tipis, tetapi tegas. "Dimas akan diuji. Dan kita akan mengawasinya dengan saksama. Kami tidak akan membiarkannya jatuh tanpa dukungan."Arka berdiri perlahan, menatap Raiden. "Kita semua pernah diuji dengan cara kita masing-masing. Aku yakin jika kita mendukungnya dengan benar, Dimas akan menemukan jalannya. Tapi jika dia gagal, kita harus siap mengambil tindakan yang diperlukan. Namun, ingatlah—ujian sejati tidak hanya datang dari kekuatan, tapi juga dari bagaimana dia akan memilih untuk menggunakan kekuatannya."Raiden mengangguk.
"Kita akan memberinya kesempatan. Tetapi ujian ini akan menjadi yang terberat yang pernah dia hadapi.
"Dia kemudian memalingkan wajahnya ke Riko, Shoko, dan Kael. "Kembalilah ke Dimas. Beri tahu dia bahwa ujian sejati akan segera dimulai. Dia memiliki waktu yang terbatas untuk membuktikan bahwa dia pantas menjadi pemilik Kristal Hexagon."Dengan itu, ketiga murid tersebut keluar dari ruangan. Mereka tahu bahwa masa depan Dimas kini berada di tangan para mentor, tetapi juga di tangannya sendiri.
Raiden berdiri di dekat jendela, menatap langit malam. Ingatannya kembali ke masa ketika dia sendiri pernah sebagai pemilik Kristal Hexagon. Dia tahu beratnya tanggung jawab itu, dan seberapa besar keraguan yang bisa melahap seseorang."Dimas," gumam Raiden pelan, "kau memiliki potensi yang luar biasa. Jangan biarkan keraguan menghalangimu."Dengan pikiran itu, Raiden bertekad untuk memberikan bimbingan yang lebih ketat kepada Dimas, memastikan bahwa anak muda itu siap menghadapi apa pun yang akan datang.