Laki-laki berusia 22 tahun itu tak kuasa membendung air matanya. Air mata Adi mengalir deras ketika membaca isi grup tersebut. Adi yang sangat terpukul atas kepergian dua temannya, hanya bisa menangis dan berdoa memohonkan tempat terbaik di sisi-Nya untuk kedua sahabatnya. Adi merasa sedikit tidak percaya kepergian sahabatnya yang diperbincangkan di grup.
Ponsel Adi mulai berdering, ternyata telepon itu dari berasal dari Fitri teman sekelas Dodi.
"Di, lo sudah baca pesan di grup?" Tanya Fitri kepada Adi. "Gue sudah baca, Ri" Jawab Adi masih meneteskan air mata. "Sekarang jasadnya Dodi di mana?" Adi bertanya lagi kepada Fitri.
"Kalau sekarang masih di rumah sakit, kemungkinan nanti jasad Dodi sampai rumahnya sekitar pukul 10.00 malam" Jelas Fitri.
***
Jam kamar Adi menunjukkan pukul 10.00 malam, dengan masih berderai air mata dan diselimuti perasaan terpukul, Adi bergegas ke rumah Dodi untuk melayat.
Selama di perjalanan tidak henti-hentinya Adi meratapi kepergian sahabatnya, Adi merasa tidak terima karena kematian Dodi yang begitu mendadak.
"Di, gue belum siap kehilangan lo, gue butuh teman yang mendengarkan setiap keluh kesah gue kayak yang lo pernah lakukan ke gue" kata Adi sambil terus mengangis sepanjang jalan.
Tiba-tiba hembusan angin ringan mengenai leher Adi. Dari kaca spion motornya Adi melihat sosok Dodi yang berada tepat di belakang badannya. Adi membatin "Do-Do-Dodi!" Sambil terus menatap spion motornya, "nggak pasti gue halusinasi, nggak mungkin Dodi ada di sini" Lanjut Adi sambil mengusap matanya dan mencoba menepis pikiran buruknya.
Setibanya Adi di depan rumah Dodi, Adi melihat rumah Dodi yang ramai dikunjungi orang-orang yang melayat dan mengurusi jasad Dodi. Ketika hendak masuk, Adi disambut oleh seorang wanita paruh baya dan memintanya untuk masuk.