Di jantung markas Shadow Blade, sebuah ruangan besar diterangi cahaya remang dari obor-obor di dinding batu. Puluhan sosok berjubah hitam berkumpul, topeng menutupi wajah mereka. Udara dingin, berbau lembap batu dan kain. Beberapa berbisik pelan, suara mereka teredam jubah tebal. Di pojok ruangan, seorang pengawas mengamati mereka dengan tenang. Keheningan menyelimuti, hanya diselingi bunyi tetesan air dari langit-langit. Mereka menunggu, dalam kesunyian yang dalam. Dalam organisasi ini, tidak ada nama, hanya angka yang mewakili mereka.
Blaze, atau yang dikenal sebagai Enam Puluh Sembilan, berdiri tegak di antara rekan-rekannya, para anggota Shadow Blade yang berjubah hitam. Cahaya redup dari obor-obor di dinding batu menari-nari di atas topengnya, menciptakan bayangan yang bermain-main di wajahnya yang tersembunyi. Ia mengamati Tiga Belas, petinggi organisasi yang berdiri di depan ruangan, sosok yang tinggi dan tegap memancarkan aura tenang dan berpengalaman. Di ruangan itu, terasa aroma khas markas Shadow Blade: bau anyir darah yang samar bercampur dengan aroma lembap batu dan kain. Lantai batu yang dingin terasa biasa saja di bawah kakinya, perasaan yang sudah lama tak asing. Tatapannya tajam, mengamati detail-detail kecil di ruangan, dari retakan di dinding hingga debu yang menempel di lantai. Ia melirik sekilas ke arah pedang panjang yang tergantung di dinding, pedang yang sudah menjadi perpanjangan tangannya dalam banyak misi. Tidak ada kegugupan, hanya fokus dan ketenangan. Bagi para pembunuh bayangan seperti Blaze, kegugupan adalah musuh terbesar. Nomor tiga belas dikenal sebagai salah satu eksekutor terbaik Shadow Blade, seseorang yang tidak pernah gagal dalam misinya.
Tiga Belas melangkah maju, suaranya tenang namun berwibawa. "Kita telah menerima permintaan dari klien dengan bayaran yang sangat tinggi. Target kita adalah Duke Reynard Vale, dan kita akan menyergapnya di jalan setapak menuju perkebunannya." Saat kata-kata itu terucap, sebuah cahaya biru pucat samar-samar muncul dari ujung jari Tiga Belas, berputar perlahan membentuk lingkaran kecil yang bercahaya. Lingkaran itu kemudian melesat, membentuk proyeksi holografik tiga dimensi yang menampilkan jalan setapak sempit dan berkelok yang akan dilalui Duke Reynard, lengkap dengan detail lingkungan sekitarnya: pohon-pohon rindang, tebing curam, dan sungai kecil yang mengalir di sisi jalan. Proyeksi itu juga menunjukkan waktu perkiraan Duke Reynard akan melewati jalan tersebut.
Mendengar rencana penyergapan, beberapa anggota Shadow Blade saling bertukar pandang, mata mereka yang tersembunyi di balik topeng menunjukkan sedikit minat. Sembilan puluh tujuh, mengeluarkan seutas benang sutra hitam pekat dari lengan bajunya. Benang itu berputar-putar di udara, membentuk jaring laba-laba mini yang bercahaya redup. Jaring itu kemudian menampilkan informasi terperinci tentang jalan setapak tersebut: kondisi jalan, titik-titik yang memungkinkan untuk melakukan penyergapan, dan bahkan kemungkinan rute pelarian Duke Reynard.
Semua orang di dunia bawah tanah Aetheria memang tahu kekejaman Duke Reynard. Empat puluh dua menggerakkan tangannya, dan sejumlah rune kecil berwarna merah darah muncul di udara, membentuk sebuah peta taktis yang menunjukkan titik-titik strategis untuk penyergapan di sepanjang jalan setapak, menyertakan posisi terbaik untuk setiap anggota Shadow Blade. Rune-rune itu berdenyut pelan, menunjukkan kemungkinan jalur penyusupan dan titik-titik terbaik untuk melakukan serangan mendadak. Kemampuan sihir mereka, dipadukan dengan informasi intelijen yang akurat, melukiskan gambaran lengkap tentang operasi penyergapan yang akan mereka hadapi. Ia memeras rakyat kecil, menghancurkan desa-desa yang menolak membayar pajaknya, dan bahkan dikabarkan memiliki hubungan erat dengan Ordo Carmesim yang telah banyak membunuh anggota Shadow Blade, termasuk Master Kael.
"Dia tidak akan bepergian sendirian," kata Tiga Belas, suaranya tenang namun dipenuhi tekad. Saat ia berbicara, ujung jarinya menyala dengan cahaya biru es, membentuk bola kecil yang berputar cepat. Bola itu kemudian melesat ke udara, mengembang menjadi proyeksi holografik yang menampilkan detail pasukan pengawal Duke Reynard: jumlah prajurit, jenis persenjataan, dan bahkan perkiraan kekuatan sihir masing-masing. Proyeksi itu juga menunjukkan formasi pasukan pengawal, mengungkapkan titik-titik lemah dalam pertahanan mereka. Detail-detail kecil seperti jenis baju besi dan senjata yang digunakan pun terlihat jelas, menunjukkan tingkat detail yang luar biasa dari proyeksi tersebut.
"Kita tahu bahwa banyak bangsawan yang memiliki pasukan pribadi, tetapi Duke Reynard melangkah lebih jauh," Tiga Belas melanjutkan, sekaligus menggerakkan tangannya. Sejumlah rune berwarna merah darah muncul di udara, membentuk peta taktis tiga dimensi dari jalan hutan menuju benteng Duke Reynard. Rune-rune itu berdenyut dengan cahaya redup, menunjukkan berbagai jalur penyusupan, titik-titik strategis untuk penyergapan, dan juga lokasi pasukan pengawal Ordo Carmesim. Beberapa rune bahkan berkedip lebih terang, menunjukkan area dengan sihir pelindung yang lebih kuat.
Ruangan itu menjadi sunyi. Ordo Carmesim bukan sekadar kelompok tentara dengan bayaran luar biasa. Mereka adalah para pejuang brutal dengan kekuatan sihir yang luar biasa. Sembilan puluh tujuh, mengeluarkan seutas benang sutra hitam pekat, benang itu berputar dan membentuk sebuah jaring kecil yang menampilkan informasi intelijen tentang Ordo Carmesim: sejarah, kekuatan, dan taktik pertempuran mereka. Informasi itu muncul dalam bentuk teks dan simbol-simbol yang mudah dipahami. Seorang anggota lain, empat puluh dua, menggerakkan tangan kanannya, dan sebuah cahaya keemasan memancar dari telapak tangannya, membentuk patung kecil yang menggambarkan seorang prajurit Ordo Carmesim lengkap dengan perlengkapan dan senjata sihirnya. Patung itu berputar perlahan, menunjukkan berbagai teknik pertarungan dan kemampuan sihir yang dimiliki prajurit tersebut.
"Kita membutuhkan banyak anggota untuk misi ini karena menghadapi mereka bukanlah hal yang mudah," Tiga Belas menegaskan. "Kita akan menyergap mereka di jalan hutan menuju bentengnya. Di tempat itu, tidak ada penjaga kerajaan yang bisa ikut campur."
Beberapa orang mengangguk pelan, kepala mereka sedikit menunduk. Di udara, sebuah cahaya hijau lumut samar muncul, berbentuk seperti pohon yang bercabang-cabang. Pohon itu perlahan-lahan membentuk peta tiga dimensi medan pertempuran yang akan mereka hadapi, menunjukkan jalur penyusupan yang optimal, titik-titik strategis untuk penyergapan, dan juga lokasi pasukan Ordo Carmesim. Cabang-cabang pohon itu bercahaya lebih terang di area-area yang dianggap lebih berbahaya, menunjukkan tingkat resiko yang berbeda-beda. Perencanaan yang matang sangat penting. Jika mereka ceroboh, mereka bisa berakhir seperti rekan-rekan mereka yang sebelumnya telah dibantai oleh Ordo Carmesim.
Tiga Belas menatap mereka satu demi satu, tatapannya tajam namun tenang. Saat ia melakukannya, sejumlah rune berwarna emas muncul di sekelilingnya, berputar-putar membentuk sebuah lingkaran cahaya yang melindungi mereka semua. Rune-rune itu memancarkan getaran energi yang menenangkan, menghilangkan rasa takut dan meningkatkan konsentrasi mereka. "Kita bergerak malam ini," katanya, suaranya bergema di ruangan yang sunyi. "Persiapkan diri kalian." Bersamaan dengan ucapannya, sebuah cahaya ungu keunguan muncul dari tangan Tiga Belas, membentuk sebuah jam pasir yang berputar perlahan. Pasir di dalam jam pasir itu mewakili waktu, menunjukkan waktu yang tersisa hingga operasi penyergapan dimulai.
Blaze tidak mengatakan apa pun, tetapi di balik topengnya, sebuah cahaya merah menyala samar-samar terlihat. Cahaya itu berdenyut pelan, menunjukkan emosi yang terpendam di balik topengnya yang dingin. Kesempatan ini lebih dari sekedar misi bayaran. Kenangan itu muncul dan menghilang berulang kali, menunjukkan rasa kehilangan dan tekad untuk membalas dendam. Jika Ordo Carmesim benar-benar terlibat, maka ini adalah langkah lain dalam perjalanannya membalas kematian Master Kael.
Malam itu, bayangan-bayangan bergerak tanpa suara di antara pepohonan hutan lebat. Bulan purnama tinggi di langit, cahayanya yang redup menembus dedaunan, menciptakan pola cahaya dan bayangan yang rumit di tanah hutan. Udara malam dingin menusuk kulit, bau tanah basah dan dedaunan membasahi indra penciuman. Blaze, bersembunyi di balik semak-semak yang rimbun, mengamati jalan tanah yang berkelok di depannya. Jari-jarinya yang terbungkus kain mencengkeram gagang pedangnya dengan erat, siap untuk bertindak. Ia merasakan denyut nadi yang berdebar pelan di balik topengnya, bukan karena ketakutan, melainkan karena adrenalin yang mengalir deras. Hutan sunyi senyap, hanya suara angin yang berdesir lembut di antara dedaunan dan kicauan serangga malam yang sesekali terdengar. Anggota Shadow Blade lainnya tersebar di sekitar, masing-masing bersembunyi di balik pohon-pohon besar dan di balik bebatuan, menunggu dengan sabar. Kegelapan menjadi pelindung mereka, membuat keberadaan mereka hampir tak terlihat. Di kejauhan, samar-samar terdengar suara derap kuda.
Rombongan Duke Reynard semakin dekat. Blaze di balik topengnya, dia tersenyum kecil. Dalam hitungan menit, mereka akan menyerang.