Ryu mengangkat pedangnya, tangan yang semula gemetar kini terasa lebih kuat. Batu *Flame Heart* yang ia genggam di tangan kirinya mengeluarkan cahaya yang semakin terang, memberikan rasa panas yang membakar hingga ke dalam tulang. Itu adalah kekuatan yang tidak ia kenal sebelumnya, tetapi ia bisa merasakannya—kekuatan yang bisa menghancurkan apa saja, tetapi juga bisa mengubahnya menjadi monster. Untuk pertama kalinya, Ryu merasakan beban yang sangat besar di pundaknya, seakan seluruh dunia mengharapkan dirinya untuk menyelamatkannya.
Akuma, yang berdiri beberapa langkah di depannya, menatapnya dengan ekspresi penuh ejekan. "Kau pikir dengan kekuatan itu, kau bisa mengalahkanku? Hahaha, manusia lemah," katanya, suaranya bergema di seluruh medan pertempuran.
Ryu menggertakkan giginya. Tidak ada waktu untuk meragukan dirinya sekarang. Dengan langkah tegas, ia melangkah maju, memusatkan perhatian pada musuh yang ada di depannya. Pedangnya bersinar di bawah cahaya *Flame Heart*, dan rasa panas yang membakar tubuhnya membuat setiap gerakannya terasa lebih kuat dan cepat.
Akuma melambaikan tangannya, dan ribuan api hitam meluncur ke arah Ryu. Namun, dengan refleks yang luar biasa, Ryu memutar pedangnya dan menciptakan perisai api biru yang menghalau serangan itu. Kekuatan *Flame Heart* mengalir ke pedangnya, menciptakan lapisan api yang melindungi tubuhnya, sementara hatinya dipenuhi amarah yang menyala-nyala.
Dengan satu tebasan cepat, Ryu melancarkan serangan balasan. Pedangnya yang terbuat dari logam biasa kini seolah dilapisi dengan api yang menyala-nyala, membuat setiap serangan terasa lebih mematikan. Namun, Akuma dengan mudah menghindar, melompat ke udara dan mengayunkan pedangnya yang besar, menciptakan angin kencang yang menghempaskan Ryu ke tanah.
"Apa yang kau lakukan? Ini bukanlah pertarungan yang bisa kau menangi, anak muda," kata Akuma, mendekati Ryu dengan langkah besar, menikmati penderitaan yang tercermin di wajahnya.
Ryu berusaha bangkit, tubuhnya penuh rasa sakit. Dia tahu bahwa jika ia terus bertahan dengan cara ini, ia tidak akan bisa mengalahkan Akuma. Namun, dalam dirinya ada sesuatu yang lebih, sebuah potensi yang belum sepenuhnya ia pahami. *Flame Heart* adalah kunci, tetapi untuk memahaminya, ia harus menemukan jawabannya. Ryu teringat akan kata-kata ayahnya—*temukan takdirmu*.
Dengan perasaan yang semakin kuat, Ryu mengarahkan batu *Flame Heart* ke depan tubuhnya. Sebuah cahaya besar tiba-tiba meledak, mengeluarkan energi yang sangat kuat hingga memaksa Akuma mundur sejenak. Ryu bisa merasakan kekuatan itu mengalir melalui dirinya, dan kali ini, ia tidak ragu. Itu adalah kekuatan yang bisa merusak segala hal, termasuk dirinya sendiri, jika ia tidak mengendalikan dengan bijak.
"Ini... ini takdirku," bisiknya pada dirinya sendiri. Dalam perasaan yang campur aduk, Ryu mulai meresapi energi *Flame Heart*, menyatu dengannya. Tiba-tiba, tubuhnya dipenuhi dengan kehangatan yang hampir tidak tertahankan. Pandangannya berubah, seolah dunia di sekelilingnya bergerak lebih lambat.
Akuma melihat perubahan ini dan mengerutkan kening. "Kau sudah tidak bisa mengendalikan kekuatan itu, manusia," katanya, namun ada sedikit kekhawatiran dalam suaranya. "Kekuatan itu akan menghancurkanmu sebelum kau bisa mengalahkanku."
Tetapi Ryu tidak mendengarkan. Ia sudah tidak peduli. Semua yang ia rasakan kini hanyalah satu—keinginan untuk membalas kematian ayahnya, untuk melindungi apa yang tersisa dari dunia ini. Pedangnya kini bersinar dengan intensitas yang lebih besar dari sebelumnya, dan dengan satu teriakan penuh tekad, Ryu melompat ke udara, menyerang Akuma dengan serangan yang mematikan.
Serangan itu begitu cepat dan kuat, sehingga Akuma hanya sempat mengangkat pedangnya untuk menahan serangan tersebut. Suara benturan logam terdengar keras, dan ledakan energi membuat tanah di sekitar mereka bergetar hebat. Ryu merasa bahwa ia benar-benar bisa mengendalikan kekuatan itu sekarang. Api biru yang melingkupi pedangnya tampak semakin tajam dan berbahaya.
Namun, meskipun Akuma terhantam oleh serangan itu, ia masih berdiri kokoh. "Kekuatan itu tidak akan bisa mengalahkanku," katanya dengan senyum sinis, meskipun jelas terlihat bahwa ia mulai kewalahan.
Ryu menyadari bahwa meskipun kekuatan yang ia miliki luar biasa, ia masih belum cukup untuk mengalahkan Akuma. Ada sesuatu yang lebih besar yang harus ia cari, sebuah kekuatan yang dapat mengalahkan kegelapan yang mengancam dunia. Ia tidak bisa melakukannya sendirian, dan saat itu, untuk pertama kalinya, ia merasa sebuah ketidakpastian di dalam dirinya.
Namun, sebelum ia bisa melanjutkan pertarungannya, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dari belakangnya, terdengar suara langkah kaki yang familiar. Ryu menoleh dan melihat sosok yang sudah lama ia harapkan—seorang pria tua dengan pakaian samurai yang lusuh, namun masih memancarkan aura yang penuh wibawa. Itu adalah Master Toshi, seorang pendekar legendaris yang telah lama menghilang dari dunia luar.
"Ryu, kita harus pergi sekarang," kata Master Toshi dengan suara tegas, matanya penuh dengan kebijaksanaan dan pengertian. "Kekuatanmu masih mentah, dan jika kita terus melawan, kita akan hancur. Ikut aku, dan aku akan membantumu mengendalikan kekuatan itu."
Ryu terdiam sejenak, bingung dan penuh perasaan campur aduk. Tetapi setelah beberapa detik, ia tahu apa yang harus dilakukan. Dengan tekad yang baru, ia mengangguk, memberi tanda untuk mengikuti Master Toshi. Kini, perjalanan sejatinya dimulai, dan ia tahu bahwa untuk mengalahkan Akuma dan pasukannya, ia harus lebih dari sekadar pendekar. Ia harus menemukan kekuatan sejati yang tersembunyi dalam dirinya, dan itu hanya bisa ditemukan dengan bantuan seorang guru.
"Baik, Master. Aku akan mengikuti jalan ini."